Syaikh Al-Qardhawi: Musik dan Lagu Boleh, Tanpa Diragukan
Selasa, 08 Agustus 2023 - 05:15 WIB
Banyak dalil yang dijadikan dalil bahwa musik dan lagu dibolehkan dalam Islam. Ulama yang membolehkan lagu dan musik bersandar pada dalil-dalil yang dipakai oleh orang-orang yang mengharamkan lagu itu juga. Satu demi satu dali mereka yang mengharamkan telah berguguran. Tidak ada satu pun dari dalil-dalil itu yang mereka pegang.
"Apabila dalil-dalil yang mengharamkan itu sudah tidak berfungsi, maka yang tetap adalah bahwa hukum menyanyi itu dikembalikan pada asalnya yaitu boleh, tanpa diragukan," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997)
Imam Nasa'i dan Hakim meriyawatkan dan menganggap sahih, dari 'Amir bin Sa'ad, ia berkata, "Saya pernah masuk ke rumah Qurdhah bin Ka'b dan Abi Mas'ud Al Anshari dalam pesta perkawinan. Ternyata di sana ada budak-budak gadis wanita yang sedang menyanyi, maka aku katakan, "Wahai dua sahabat Rasulullah SAW ahli Badar, apakah pantas ini dilakukan di rumahmu?"
Maka kedua sahabat itu berkata, "Duduklah jika kamu berkenan, mari dengarkan bersama kami. Dan jika kamu ingin pergi, maka pergilah, sesungguhnya telah diberi keringanan (rukhsah) kepada kita untuk bersenang-senang ketika pesta perkawinan."
Ibnu Hazm dalam Al Muhalla meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Sirin, bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki datang ke Madinah dengan membawa budak-budak wanita, maka orang itu datang kepada Abdullah bin Ja'far dan menawarkan budak-budak itu kepadanya.
Beliau memerintahkan salah seorang budak wanita untuk menyanyi, sedangkan Ibnu Umar mendengarkan. Maka Abdullah bin Ja'far membelinya setelah ditawar.
Kemudian orang itu datang kepada Ibnu Umar sambil mengatakan, "Wahai Aba Abdir Rahman, saya dirugikan tujuh ratus dirham."
Selanjutnya Ibnu Umar datang kepada Abdullah bin Ja'far kemudian berkata kepadanya, "Sesungguhnya ia merugi tujuh ratus dirham, maka (pilihlah) kamu harus memberinya, atau kamu kembalikan kepadanya".
Abdullah bin Ja'far berkata, "Kita akan memberinya."
Ibnu Hazm berkata, "Inilah Ibnu Umar telah mendengar nyanyian (lagu-lagu) dan ikut berusaha untuk menjualkan budak yang menyanyi. Ini sanadnya sahih, bukan seperti hadis-hadis yang palsu."
Mereka juga berdalil dengan firman Allah SWT:
"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, "Apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan," dan Allah sebaik-baik pemberi rizeki." ( QS Al Jum'ah : 11)
Disertakannya permainan dengan perniagaan berarti yakin akan halalnya, dan Allah tidak mencela keduanya, kecuali ketika suatu saat sahabat disibukkan dengan permainan dan perniagaan dengan datangnya kafilah kemudian mereka memukul rebana karena gembira. Dengan kesibukan itu sampai mereka lupa dengan Nabi SAW yang sedang berdiri (berkhotbah) di hadapan mereka.
Menurut Al-Qardhawi, para ulama juga berdalil dengan riwayat yang datang dari sejumlah sahabat Nabi ra, bahwa mereka itu mendengar langsung atau menyatakan boleh, sedangkan mereka adalah kaum yang paling pantas diikuti sehingga kita mendapat petunjuk.
"Mereka juga berdalil dengan ijma' yang dinukil bukan oleh seorang saja, atas bolehnya mendengar nyanyian," ujar al-Qardhawi.
"Apabila dalil-dalil yang mengharamkan itu sudah tidak berfungsi, maka yang tetap adalah bahwa hukum menyanyi itu dikembalikan pada asalnya yaitu boleh, tanpa diragukan," ujar Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997)
Imam Nasa'i dan Hakim meriyawatkan dan menganggap sahih, dari 'Amir bin Sa'ad, ia berkata, "Saya pernah masuk ke rumah Qurdhah bin Ka'b dan Abi Mas'ud Al Anshari dalam pesta perkawinan. Ternyata di sana ada budak-budak gadis wanita yang sedang menyanyi, maka aku katakan, "Wahai dua sahabat Rasulullah SAW ahli Badar, apakah pantas ini dilakukan di rumahmu?"
Maka kedua sahabat itu berkata, "Duduklah jika kamu berkenan, mari dengarkan bersama kami. Dan jika kamu ingin pergi, maka pergilah, sesungguhnya telah diberi keringanan (rukhsah) kepada kita untuk bersenang-senang ketika pesta perkawinan."
Ibnu Hazm dalam Al Muhalla meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Sirin, bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki datang ke Madinah dengan membawa budak-budak wanita, maka orang itu datang kepada Abdullah bin Ja'far dan menawarkan budak-budak itu kepadanya.
Beliau memerintahkan salah seorang budak wanita untuk menyanyi, sedangkan Ibnu Umar mendengarkan. Maka Abdullah bin Ja'far membelinya setelah ditawar.
Kemudian orang itu datang kepada Ibnu Umar sambil mengatakan, "Wahai Aba Abdir Rahman, saya dirugikan tujuh ratus dirham."
Selanjutnya Ibnu Umar datang kepada Abdullah bin Ja'far kemudian berkata kepadanya, "Sesungguhnya ia merugi tujuh ratus dirham, maka (pilihlah) kamu harus memberinya, atau kamu kembalikan kepadanya".
Abdullah bin Ja'far berkata, "Kita akan memberinya."
Ibnu Hazm berkata, "Inilah Ibnu Umar telah mendengar nyanyian (lagu-lagu) dan ikut berusaha untuk menjualkan budak yang menyanyi. Ini sanadnya sahih, bukan seperti hadis-hadis yang palsu."
Mereka juga berdalil dengan firman Allah SWT:
"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, "Apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan," dan Allah sebaik-baik pemberi rizeki." ( QS Al Jum'ah : 11)
Disertakannya permainan dengan perniagaan berarti yakin akan halalnya, dan Allah tidak mencela keduanya, kecuali ketika suatu saat sahabat disibukkan dengan permainan dan perniagaan dengan datangnya kafilah kemudian mereka memukul rebana karena gembira. Dengan kesibukan itu sampai mereka lupa dengan Nabi SAW yang sedang berdiri (berkhotbah) di hadapan mereka.
Menurut Al-Qardhawi, para ulama juga berdalil dengan riwayat yang datang dari sejumlah sahabat Nabi ra, bahwa mereka itu mendengar langsung atau menyatakan boleh, sedangkan mereka adalah kaum yang paling pantas diikuti sehingga kita mendapat petunjuk.
"Mereka juga berdalil dengan ijma' yang dinukil bukan oleh seorang saja, atas bolehnya mendengar nyanyian," ujar al-Qardhawi.
(mhy)