Hikmah Diperbolehkannya Poligami Menurut Syaikh Al-Qardhawi
Sabtu, 07 Oktober 2023 - 09:49 WIB
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan sesungguhnya Islam adalah risalah terakhir yang datang dengan syari'at yang bersifat umum dan abadi. Yang berlaku sepanjang masa, untuk seluruh manusia.
Sesungguhnya Islam tidak membuat aturan untuk orang yang tinggal di kota sementara melupakan orang yang tinggal di desa, tidak pula untuk masyarakat yang tinggal di iklim yang dingin, sementara melupakan masyarakat yang tinggal di iklim yang panas.
Islam tidak pula membuat aturan untuk masa tertentu, sementara mengabaikan masa-masa dan generasi yang lainnya. "Sesungguhnya ia memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, ada manusia yang kuat keinginannya untuk mempunyai keturunan, akan tetapi ia dikaruniai rezeki isteri yang tidak beranak (mandul) karena sakit atau sebab lainnya.
"Apakah tidak lebih mulia bagi seorang isteri dan lebih utama bagi suami untuk menikah lagi dengan orang yang disenangi untuk memperoleh keinginan tersebut dengan tetap memelihara isteri yang pertama dan memenuhi hak-haknya," ujarnya.
Ada juga di antara kaum lelaki yang kuat keinginannya dan kuat syahwatnya, akan tetapi ia dikaruniai isteri yang dingin keinginannya terhadap laki-laki karena sakit atau masa haidnya terlalu lama dan sebab-sebab lainnya. Sementara lelaki itu tidak tahan dalam waktu lama tanpa wanita.
"Apakah tidak sebaiknya diperbolehkan untuk menikah dengan wanita yang halal daripada harus berkencan dengan sahabatnya atau daripada harus mencerai yang pertama," ujarnya lagi.
Selain itu, kata al-Qardhawi, jumlah wanita terbukti lebih banyak daripada jumlah pria, terutama setelah terjadi peperangan yang memakan banyak korban dari kaum laki-laki dan para pemuda. Maka di sinilah letak kemaslahatan sosial dan kemaslahatan bagi kaum wanita itu sendiri. Yaitu untuk menjadi bersaudara dalam naungan sebuah rumah tangga, daripada usianya habis tanpa merasakan hidup berumah tangga, merasakan ketentraman, cinta kasih dan pemeliharaan, serta nikmatnya menjadi seorang ibu. Karena panggilan fitrah di tengah-tengah kehidupan berumah tangga selalu mengajak ke arah itu.
Sesungguhnya ini adalah salah satu dari tiga pilihan yang terpampang di hadapan para wanita yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah kaum laki-laki. Tiga pilihan itu adalah:
1. Menghabiskan usianya dalam kepahitan karena tidak pernah merasakan kehidupan berkeluarga dan menjadi ibu.
2. Menjadi bebas. Melacur, untuk menjadi umpan dan permainan kaum laki-laki yang rusak. Muncullah pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya anak-anak haram, anak-anak temuan yang kehilangan hak-hak secara materi dan moral, sehingga menjadi beban sosial bagi masyarakat.
3. Dinikahi secara baik-baik oleh lelaki yang mampu untuk memberikan nafkah dan mampu memelihara dirinya, sebagai istri kedua, ketiga atau keempat.
Tidak diragukan bahwa cara yang ketiga inilah yang adil dan paling baik serta merupakan obat yang mujarab. Inilah hukum Islam. Allah berfirman:
"Dan hukum siapakah yang lehih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." ( QS Al Maidah : 5O)
Sesungguhnya Islam tidak membuat aturan untuk orang yang tinggal di kota sementara melupakan orang yang tinggal di desa, tidak pula untuk masyarakat yang tinggal di iklim yang dingin, sementara melupakan masyarakat yang tinggal di iklim yang panas.
Islam tidak pula membuat aturan untuk masa tertentu, sementara mengabaikan masa-masa dan generasi yang lainnya. "Sesungguhnya ia memperhatikan kepentingan individu dan masyarakat," tulis Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh" yang dalam edisi Indonesia menjadi "Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah" (Citra Islami Press, 1997).
Menurutnya, ada manusia yang kuat keinginannya untuk mempunyai keturunan, akan tetapi ia dikaruniai rezeki isteri yang tidak beranak (mandul) karena sakit atau sebab lainnya.
"Apakah tidak lebih mulia bagi seorang isteri dan lebih utama bagi suami untuk menikah lagi dengan orang yang disenangi untuk memperoleh keinginan tersebut dengan tetap memelihara isteri yang pertama dan memenuhi hak-haknya," ujarnya.
Ada juga di antara kaum lelaki yang kuat keinginannya dan kuat syahwatnya, akan tetapi ia dikaruniai isteri yang dingin keinginannya terhadap laki-laki karena sakit atau masa haidnya terlalu lama dan sebab-sebab lainnya. Sementara lelaki itu tidak tahan dalam waktu lama tanpa wanita.
"Apakah tidak sebaiknya diperbolehkan untuk menikah dengan wanita yang halal daripada harus berkencan dengan sahabatnya atau daripada harus mencerai yang pertama," ujarnya lagi.
Selain itu, kata al-Qardhawi, jumlah wanita terbukti lebih banyak daripada jumlah pria, terutama setelah terjadi peperangan yang memakan banyak korban dari kaum laki-laki dan para pemuda. Maka di sinilah letak kemaslahatan sosial dan kemaslahatan bagi kaum wanita itu sendiri. Yaitu untuk menjadi bersaudara dalam naungan sebuah rumah tangga, daripada usianya habis tanpa merasakan hidup berumah tangga, merasakan ketentraman, cinta kasih dan pemeliharaan, serta nikmatnya menjadi seorang ibu. Karena panggilan fitrah di tengah-tengah kehidupan berumah tangga selalu mengajak ke arah itu.
Sesungguhnya ini adalah salah satu dari tiga pilihan yang terpampang di hadapan para wanita yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah kaum laki-laki. Tiga pilihan itu adalah:
1. Menghabiskan usianya dalam kepahitan karena tidak pernah merasakan kehidupan berkeluarga dan menjadi ibu.
2. Menjadi bebas. Melacur, untuk menjadi umpan dan permainan kaum laki-laki yang rusak. Muncullah pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya anak-anak haram, anak-anak temuan yang kehilangan hak-hak secara materi dan moral, sehingga menjadi beban sosial bagi masyarakat.
3. Dinikahi secara baik-baik oleh lelaki yang mampu untuk memberikan nafkah dan mampu memelihara dirinya, sebagai istri kedua, ketiga atau keempat.
Tidak diragukan bahwa cara yang ketiga inilah yang adil dan paling baik serta merupakan obat yang mujarab. Inilah hukum Islam. Allah berfirman:
"Dan hukum siapakah yang lehih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin." ( QS Al Maidah : 5O)
(mhy)