Jemaah Pakai Visa Non-Haji, Muhammadiyah: Ibadah Sah tapi Tak Dapat Pahala
Selasa, 04 Juni 2024 - 17:53 WIB
JAKARTA - Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah , Muhammad Saad Ibrahim menilai ibadah haji non prosedural atau tanpa visa haji hukumnya sah, akan tetapi tidak mendapatkan pahala. Sebab, ibadah tersebut menghalalkan segala cara untuk mencapai sebuah tujuan, sehingga berpengaruh terhadap ibadah hajinya.
Hal itu disampaikan Muhammad Saad Ibrahim menanggapi kasus para jemaah yang dideportasi dan mendapat sanksi dari pemerintah Saudi. Pada 28 Mei 2024 lalu sebanyak 22 WNI calon Jemaah haji dan 2 orang kordinatornya ditangkap di Bir Ali dan terbaru Kerajaan Saudi kembali menangkap 37 orang di Madinah terdiri dari 16 perempuan, dan 21 laki-laki.
"Tentu sekali lagi kalau lihat dalam konteks syarat dan rukunnya, dan rukunnya itu bisa terpenuhi, terpenuhi ya. Tapi andai kata itu terjadi mungkin paling jauh hanya kita katakan itu ibadahnya itu sah tapi kemudian ndak dapat pahala," kata Said kepada wartawan di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
"Bahkan tidak hanya tidak dapat pahala, tapi juga kemudian akan mendapatkan dosa terkait dengan itu semuanya," katanya.
Saad menghormati kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang memulangkan pada jemaah kembali ke tanah air. Sebab hal itu juga telah difatwakan Arab Saudi dalam Fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mana mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan ibadah haji.
"Kalau kemudian pemerintah Saudi Arabia memulangkan, saya kira sudah dalam konteks secara khusus pun yang punya basis dalam arti secara dalil pun sudah punya basis terkait dengan itu semuanya, dan kita menghormati yang seperti itu," ujarnya.
Dia menyebut perlunya edukasi kepada umat muslim di Indonesia untuk tidak menggunakan visa umrah saat ingin menjalankan ibadah haji. Termasuk menggunakan visa yang tidak resmi bahkan palsu demi bertemu baitullah. Dengan demikian, jemaah haji Indonesia wajib mematuhi aturan yang berlaku di Arab Saudi. Dirinya pun mengimbau agar jemaah Indonesia tidak mengulangi kasus yang sama.
"Sekali lagi dalam konteks masyarakat, tugas Muhammadiyah melakukan edukasi, melakukan imbauan melakukan pemahaman. Tapi yang punya otoritas kalau kaitannya dengan kita di Indonesia ini ya tentu pemerintah Indonesia, dan kalau kaitannya dengan Saudi Arabia sana ya tentu sekali lagi itu pemerintah Saudi Arabia," katanya.
Hal itu disampaikan Muhammad Saad Ibrahim menanggapi kasus para jemaah yang dideportasi dan mendapat sanksi dari pemerintah Saudi. Pada 28 Mei 2024 lalu sebanyak 22 WNI calon Jemaah haji dan 2 orang kordinatornya ditangkap di Bir Ali dan terbaru Kerajaan Saudi kembali menangkap 37 orang di Madinah terdiri dari 16 perempuan, dan 21 laki-laki.
"Tentu sekali lagi kalau lihat dalam konteks syarat dan rukunnya, dan rukunnya itu bisa terpenuhi, terpenuhi ya. Tapi andai kata itu terjadi mungkin paling jauh hanya kita katakan itu ibadahnya itu sah tapi kemudian ndak dapat pahala," kata Said kepada wartawan di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
"Bahkan tidak hanya tidak dapat pahala, tapi juga kemudian akan mendapatkan dosa terkait dengan itu semuanya," katanya.
Saad menghormati kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang memulangkan pada jemaah kembali ke tanah air. Sebab hal itu juga telah difatwakan Arab Saudi dalam Fatwa Haiah Kibaril Ulama Saudi yang mana mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan ibadah haji.
"Kalau kemudian pemerintah Saudi Arabia memulangkan, saya kira sudah dalam konteks secara khusus pun yang punya basis dalam arti secara dalil pun sudah punya basis terkait dengan itu semuanya, dan kita menghormati yang seperti itu," ujarnya.
Dia menyebut perlunya edukasi kepada umat muslim di Indonesia untuk tidak menggunakan visa umrah saat ingin menjalankan ibadah haji. Termasuk menggunakan visa yang tidak resmi bahkan palsu demi bertemu baitullah. Dengan demikian, jemaah haji Indonesia wajib mematuhi aturan yang berlaku di Arab Saudi. Dirinya pun mengimbau agar jemaah Indonesia tidak mengulangi kasus yang sama.
"Sekali lagi dalam konteks masyarakat, tugas Muhammadiyah melakukan edukasi, melakukan imbauan melakukan pemahaman. Tapi yang punya otoritas kalau kaitannya dengan kita di Indonesia ini ya tentu pemerintah Indonesia, dan kalau kaitannya dengan Saudi Arabia sana ya tentu sekali lagi itu pemerintah Saudi Arabia," katanya.
(abd)