Semangat Menuntut Ilmu yang Dikisahkan dalam Al-Quran
Kamis, 08 Agustus 2024 - 05:15 WIB
Ilmu memiliki kedudukan mulia dalam Islam. Bahkan Al Qur'an banyak mengisahkan tentang pentingnya menuntut ilmu ini dalam ayat-ayatnya.
Ilmu juga merupakan kunci kesuksesan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Terkait menuntut ilmu ini, Imam as-Syafii berkata,
“Menuntut ilmu lebih utama dari salat sunah.”
“Tidak ada amalan setelah amalan fardhu atau amalan wajib, yang lebih utama dari menuntut ilmu.”
“Barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia hendaklah ia berilmu dan barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat hendaklah ia berilmu.”
Kisahnya bermula dari pertanyaan yang dilontarkan salah seorang bani Israil kepada beliau. Pertanyaan tersebut berbunyi, “Siapakah orang yang paling berilmu.”
Menjawab pertanyaan tersebut, Nabi Musa berkata, “Aku.”
Mendengar jawaban Musa, Allah pun langsung menegurnya karena tidak menisbatkan ilmu kepada-Nya. Allah juga memberitahukan bahwa ada orang yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Musa.
Mendengar ada orang yang lebih berilmu darinya, Nabi Musa bergegas membawa perbekalan dan mengambil seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun untuk membersamai perjalanan menuntut ilmu.
Selayaknya suatu perjalanan, Nabi Musa pun mengalami kesulitan dalam perjalanan tersebut, sehingga Yusya’ bin Nun mengingatkannya untuk beristirahat. Namun Nabi Musa menolak tawaran tersebut, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran Surat al-Kahfi ayat 60,
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya,‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.”
Dari sinilah, kisah perjalanan Nabi Musa untuk menuntut ilmu menegaskan fakta penting, bahwa Nabi Musa ialah potret penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh. Dan kisah tersebut menunjukkan tentang urgensi serta keutamaan ilmu itu sendiri.
Syaikh as-Sa’di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân menyebutkan tiga hikmah terkait kisah di atas,
Pertama, Musa adalah seorang nabi dan juga seorang rasul, bahkan termasuk dari rasul ulul azmi. Namun, hal itu tidak mengurangi semangatnya untuk berburu ilmu baru.
Ilmu juga merupakan kunci kesuksesan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Terkait menuntut ilmu ini, Imam as-Syafii berkata,
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ
“Menuntut ilmu lebih utama dari salat sunah.”
لَيْسَ بَعْدَ الْفَرَائِضِ أَفْضَلُ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ
“Tidak ada amalan setelah amalan fardhu atau amalan wajib, yang lebih utama dari menuntut ilmu.”
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“Barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia hendaklah ia berilmu dan barang siapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat hendaklah ia berilmu.”
Kisah-kisah Motivasi Menuntut Ilmu dalam Al-Quran
Di dalam ayat-ayat Al Qur'an , ada beberapa kisah tentang pentingnya menuntut ilmu ini. Berikut di antaranya:1. Perjalanan Nabi Musa Menuntut Ilmu
Kisah perjalanan Nabi Musa Alaihissalam menuntut ilmu ini Allah SWT abadikan dalam Surat al-Kahfi ayat 60 hingga 82.Kisahnya bermula dari pertanyaan yang dilontarkan salah seorang bani Israil kepada beliau. Pertanyaan tersebut berbunyi, “Siapakah orang yang paling berilmu.”
Menjawab pertanyaan tersebut, Nabi Musa berkata, “Aku.”
Mendengar jawaban Musa, Allah pun langsung menegurnya karena tidak menisbatkan ilmu kepada-Nya. Allah juga memberitahukan bahwa ada orang yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh Musa.
Mendengar ada orang yang lebih berilmu darinya, Nabi Musa bergegas membawa perbekalan dan mengambil seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun untuk membersamai perjalanan menuntut ilmu.
Selayaknya suatu perjalanan, Nabi Musa pun mengalami kesulitan dalam perjalanan tersebut, sehingga Yusya’ bin Nun mengingatkannya untuk beristirahat. Namun Nabi Musa menolak tawaran tersebut, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran Surat al-Kahfi ayat 60,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pembantunya,‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut; atau aku akan berjalan (terus sampai) bertahun-tahun.”
Dari sinilah, kisah perjalanan Nabi Musa untuk menuntut ilmu menegaskan fakta penting, bahwa Nabi Musa ialah potret penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh. Dan kisah tersebut menunjukkan tentang urgensi serta keutamaan ilmu itu sendiri.
Syaikh as-Sa’di dalam Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân menyebutkan tiga hikmah terkait kisah di atas,
Pertama, Musa adalah seorang nabi dan juga seorang rasul, bahkan termasuk dari rasul ulul azmi. Namun, hal itu tidak mengurangi semangatnya untuk berburu ilmu baru.