Kisah Al Zahrawi, Sosok Ilmuwan Muslim Berjuluk Bapak Bedah Modern
Rabu, 20 November 2024 - 16:20 WIB
Al Zahrawi memiliki nama lengkap Abul Qasim Khalaf bin al-Abbas- al-Zahrawi, orang-orang Barat mengenalnya dengan nama Abulcasis. Al Zahrawi lahir pada tahun 936 Masehi di Kota al-Zahra, Cordoba, Spanyol.
Awalnya, Al-Zahrawi dikenal sebagai seorang fisikawan. Namun, namanya mulai dikenal setelah ia memperkenalkan berbagai teori dan alat bedah yang menjadi landasan dalam ilmu kedokteran modern . Hal ini menjadikannya sosok yang diakui sebagai ahli bedah terkemuka pada masanya.
Kontribusi Al-Zahrawi baru mendapatkan perhatian luas setelah Abu Muhammad bin Hazm, seorang ilmuwan Andalusia terkemuka yang mengangkatnya sebagai salah satu dokter bedah terbaik di Spanyol.
Kemampuan Al-Zahrawi juga membawanya menjadi dokter istana pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakam II di Andalusia. Perannya sebagai dokter istana semakin meneguhkan statusnya sebagai salah satu pelopor utama dalam sejarah ilmu kedokteran dan bedah.
Penyusunan At-Tashrif memakan waktu 50 tahun sepanjang karir Al-Zahrawi sebagai dokter, pengajar, dan praktisi medis. Buku ini terbagi ke dalam tiga bagian utama:
1. Ilmu Kedokteran dan Anatomi : Membahas dasar-dasar medis dalam dua makalah.
2. Obat-obatan dan Nutrisi: Terdiri dari 27 makalah yang mengupas berbagai jenis obat dan makanan.
3. Pembedahan : Bagian khusus yang berisi satu makalah mendalam tentang teknik operasi.
Dalam buku tersebut, Al-Zahrawi menjelaskan secara detail tentang ilmu bedah, ortopedi, oftalmologi, farmakologi, hingga bidang kosmetika. Menariknya, ia turut berkontribusi besar dalam dunia kosmetika. Berbagai produk seperti deodorant, losion tangan, hingga pewarna rambut yang populer saat ini merupakan hasil pengembangan dari ide-ide inovatif Al-Zahrawi.
Sebagai pendidik, Al-Zahrawi dikenal penuh perhatian terhadap murid-muridnya. Dalam At-Tashrif, ia menekankan pentingnya menjaga kesejahteraan siswa dan mengajarkan nilai-nilai budi pekerti kepada calon dokter. Salah satu pesannya adalah pentingnya membangun hubungan baik dengan pasien dan memberikan pelayanan terbaik tanpa memandang status sosial.
Selain itu, Al-Zahrawi juga menggarisbawahi pentingnya observasi mendalam dalam menangani setiap kasus medis, menjadikan pendekatannya sebagai panduan bagi generasi dokter selanjutnya. At-Tashrif tidak hanya menjadi buku panduan, tetapi juga bukti nyata dari kontribusi Al-Zahrawi terhadap perkembangan ilmu kedokteran dunia.
Salah satu kontribusinya yang paling revolusioner adalah penggunaan ligature atau benang pengikat luka, untuk mengendalikan pendarahan arteri. Ia juga menciptakan jarum bedah dan berbagai alat lainnya yang dijelaskan secara rinci dalam At-Tashrif.
Beberapa alat penting yang ia temukan antara lain pisau bedah (scalpel), curette, retractor, sendok bedah, pengait bedah (surgical hook), hingga specula.
Tak berhenti di situ, Al-Zahrawi juga menciptakan peralatan untuk memeriksa uretra, mengeluarkan benda asing dari tenggorokan, dan memeriksa kondisi telinga.
Salah satu penemuannya yang luar biasa adalah penggunaan catgut, yang berfungsi sebagai benang jahit untuk rongga dalam. Benang yang terbuat dari lapisan usus hewan ini, mampu diserap tubuh, sehingga tidak memerlukan operasi kedua untuk mengangkat jahitan.
Inovasi lainnya termasuk penggunaan forsep dalam proses persalinan, sebuah alat yang membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Gagasan ini dituangkan dalam At-Tashrif dan menjadi salah satu penemuan penting dalam bidang obstetri.
Al-Zahrawi juga melakukan tonsilektomi (pengangkatan amandel) dengan alat seperti penjepit lidah, kait, dan gunting, yang mirip dengan peralatan yang digunakan dokter modern saat ini. Dengan warisan penemuannya, Al-Zahrawi tidak hanya memperluas wawasan ilmu kedokteran pada masanya, tetapi juga memberikan dasar bagi praktik medis yang terus digunakan hingga kini.
Dr. Campbell dalam History of Arab Medicine bahkan mencatat, "Prinsip-prinsip kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa."
Popularitas Al-Zahrawi meluas ke seluruh Eropa. Bukti nyata keistimewaannya adalah penerjemahan karyanya, At-Tashrif, ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke-12. Selama lima abad berikutnya, ensiklopedi ini menjadi referensi utama perkembangan ilmu kedokteran khususnya bedah di Eropa.
Pengaruh Al-Zahrawi terasa hingga abad ke-14, saat ahli bedah Prancis Guy de Chauliac mengutip At-Tashrif lebih dari 200 kali dalam karyanya.
Bahkan hingga abad ke-16, Jacques Delechamps, ahli bedah Prancis lainnya masih menjadikan karya ini sebagai panduan utama.
Menurut Hallery, seorang pakar anatomi Eropa, "Seluruh ahli bedah Eropa setelah abad ke-16 belajar dan berpatokan pada pembahasan Al-Zahrawi."
Rumah Al-Zahrawi kini dilestarikan sebagai cagar budaya oleh Badan Kepariwisataan Spanyol, menjadi pengingat akan sosok yang telah mengubah dunia kedokteran untuk selamanya. MG/Marine Lugina
Baca juga: 5 Ilmuwan Muslim, Peletak Ilmu Dasar Teknologi Kecantikan Masa Kini
Awalnya, Al-Zahrawi dikenal sebagai seorang fisikawan. Namun, namanya mulai dikenal setelah ia memperkenalkan berbagai teori dan alat bedah yang menjadi landasan dalam ilmu kedokteran modern . Hal ini menjadikannya sosok yang diakui sebagai ahli bedah terkemuka pada masanya.
Kontribusi Al-Zahrawi baru mendapatkan perhatian luas setelah Abu Muhammad bin Hazm, seorang ilmuwan Andalusia terkemuka yang mengangkatnya sebagai salah satu dokter bedah terbaik di Spanyol.
Kemampuan Al-Zahrawi juga membawanya menjadi dokter istana pada masa pemerintahan Khalifah Al-Hakam II di Andalusia. Perannya sebagai dokter istana semakin meneguhkan statusnya sebagai salah satu pelopor utama dalam sejarah ilmu kedokteran dan bedah.
At-Tashrif, Mahakarya Al-Zahrawi yang Mengubah Dunia Kedokteran
Al-Zahrawi, sosok jenius dalam dunia kedokteran, dikenal melalui karya fenomenalnya yang berjudul At-Tashrif Liman Ajiza 'an Ta’lif. Ensiklopedi kedokteran yang terdiri dari 30 jilid ini menjadi salah satu warisan paling berharga dalam sejarah medis. Buku ini, yang selesai ditulis pada tahun 1000 M, mencakup berbagai topik medis, mulai dari kesehatan gigi hingga proses melahirkan.Penyusunan At-Tashrif memakan waktu 50 tahun sepanjang karir Al-Zahrawi sebagai dokter, pengajar, dan praktisi medis. Buku ini terbagi ke dalam tiga bagian utama:
1. Ilmu Kedokteran dan Anatomi : Membahas dasar-dasar medis dalam dua makalah.
2. Obat-obatan dan Nutrisi: Terdiri dari 27 makalah yang mengupas berbagai jenis obat dan makanan.
3. Pembedahan : Bagian khusus yang berisi satu makalah mendalam tentang teknik operasi.
Dalam buku tersebut, Al-Zahrawi menjelaskan secara detail tentang ilmu bedah, ortopedi, oftalmologi, farmakologi, hingga bidang kosmetika. Menariknya, ia turut berkontribusi besar dalam dunia kosmetika. Berbagai produk seperti deodorant, losion tangan, hingga pewarna rambut yang populer saat ini merupakan hasil pengembangan dari ide-ide inovatif Al-Zahrawi.
Sebagai pendidik, Al-Zahrawi dikenal penuh perhatian terhadap murid-muridnya. Dalam At-Tashrif, ia menekankan pentingnya menjaga kesejahteraan siswa dan mengajarkan nilai-nilai budi pekerti kepada calon dokter. Salah satu pesannya adalah pentingnya membangun hubungan baik dengan pasien dan memberikan pelayanan terbaik tanpa memandang status sosial.
Selain itu, Al-Zahrawi juga menggarisbawahi pentingnya observasi mendalam dalam menangani setiap kasus medis, menjadikan pendekatannya sebagai panduan bagi generasi dokter selanjutnya. At-Tashrif tidak hanya menjadi buku panduan, tetapi juga bukti nyata dari kontribusi Al-Zahrawi terhadap perkembangan ilmu kedokteran dunia.
Al-Zahrawi, Penemu Berbagai Alat Bedah
Al Zahrawi, sosok yang dikenal sebagai "Bapak Ilmu Bedah" ini memperkenalkan lebih dari 200 alat bedah dan banyak di antaranya menjadi dasar peralatan medis modern.Salah satu kontribusinya yang paling revolusioner adalah penggunaan ligature atau benang pengikat luka, untuk mengendalikan pendarahan arteri. Ia juga menciptakan jarum bedah dan berbagai alat lainnya yang dijelaskan secara rinci dalam At-Tashrif.
Beberapa alat penting yang ia temukan antara lain pisau bedah (scalpel), curette, retractor, sendok bedah, pengait bedah (surgical hook), hingga specula.
Tak berhenti di situ, Al-Zahrawi juga menciptakan peralatan untuk memeriksa uretra, mengeluarkan benda asing dari tenggorokan, dan memeriksa kondisi telinga.
Salah satu penemuannya yang luar biasa adalah penggunaan catgut, yang berfungsi sebagai benang jahit untuk rongga dalam. Benang yang terbuat dari lapisan usus hewan ini, mampu diserap tubuh, sehingga tidak memerlukan operasi kedua untuk mengangkat jahitan.
Inovasi lainnya termasuk penggunaan forsep dalam proses persalinan, sebuah alat yang membantu mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Gagasan ini dituangkan dalam At-Tashrif dan menjadi salah satu penemuan penting dalam bidang obstetri.
Al-Zahrawi juga melakukan tonsilektomi (pengangkatan amandel) dengan alat seperti penjepit lidah, kait, dan gunting, yang mirip dengan peralatan yang digunakan dokter modern saat ini. Dengan warisan penemuannya, Al-Zahrawi tidak hanya memperluas wawasan ilmu kedokteran pada masanya, tetapi juga memberikan dasar bagi praktik medis yang terus digunakan hingga kini.
Al-Zahrawi, Bapak Ilmu Bedah Modern yang Mendunia
Al-Zahrawi meninggalkan jejak dalam sejarah kedokteran. Pemikirannya yang revolusioner dan karyanya, terutama dalam bidang bedah, diadopsi luas oleh para dokter di dunia Barat.Dr. Campbell dalam History of Arab Medicine bahkan mencatat, "Prinsip-prinsip kedokteran yang diajarkan Al-Zahrawi menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di Eropa."
Popularitas Al-Zahrawi meluas ke seluruh Eropa. Bukti nyata keistimewaannya adalah penerjemahan karyanya, At-Tashrif, ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke-12. Selama lima abad berikutnya, ensiklopedi ini menjadi referensi utama perkembangan ilmu kedokteran khususnya bedah di Eropa.
Pengaruh Al-Zahrawi terasa hingga abad ke-14, saat ahli bedah Prancis Guy de Chauliac mengutip At-Tashrif lebih dari 200 kali dalam karyanya.
Bahkan hingga abad ke-16, Jacques Delechamps, ahli bedah Prancis lainnya masih menjadikan karya ini sebagai panduan utama.
Menurut Hallery, seorang pakar anatomi Eropa, "Seluruh ahli bedah Eropa setelah abad ke-16 belajar dan berpatokan pada pembahasan Al-Zahrawi."
Akhir Kehidupan Al-Zahrawi
Al-Zahrawi wafat pada tahun 1013 M di Cordoba, dua tahun setelah kota kelahirannya dijarah dan dihancurkan. Meskipun Cordoba kini bukan lagi menjadi pusat peradaban Islam, warisan Al-Zahrawi tetap dihormati. Sebuah jalan di kota itu dinamai "Calle Albucasis" untuk mengenang kontribusinya.Rumah Al-Zahrawi kini dilestarikan sebagai cagar budaya oleh Badan Kepariwisataan Spanyol, menjadi pengingat akan sosok yang telah mengubah dunia kedokteran untuk selamanya. MG/Marine Lugina
Baca juga: 5 Ilmuwan Muslim, Peletak Ilmu Dasar Teknologi Kecantikan Masa Kini
(wid)