Tarawih di Masa Abu Bakar, Anak-anak Dijadikan Imam
Senin, 13 April 2020 - 07:56 WIB
BERKAITAN dengan salat malam ramadhan, tidak ada perubahan pada masa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu (RA), menjabat sebagai khalifah. Di kalangan sahabat maupun di masjid Nabawi masih mempratikkan seperti yang dilakukan Rasulullah.
Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatho’, beliau meriwayatkan anjuran Nabi SAW tentang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah akan tetapi anjuran itu tidak mantap. Bahasa Fiqih-nya; bighairi ‘azimah.
Kemudian anjuran tersebut disambung dengan pernyataan Ibn Syihab yang menyebut bahwa apa yang terjadi di masa Nabi hidup itu berlaku juga juga tidak berubah di masa Sayyidina Abu Bakar menjabat sebagai khalifah sampai pada masa awal-awal Sayyidina Umar RA menjabat. Dan bahkan riwayat ini pun termaktub dalam kitab sahih-nya Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim dengan redaksi yang sama.
Ibn Syihab berkata: Nabi SAW wafat dan keadaan (salat malam Ramadhan) begitu saja di masa Abu Bakar RA dan masa awal-awal menjabatnya Sayyidina Umar RA (HR Malik)
Hanya saja, ada riwayat yang disebutkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk oleh Imam al-Marwadzi dalam kitabnyanya Qiyam Ramadhan, tentang Sayyidah ‘Aisyah yang memasakkan qaliyyah 14 dan juga khusykar 15; yakni sejenis roti untuk anak-anak yang menjadi Imam mereka.
Dari sayyidah ‘Aisyah, kami menjadikan anak-anak dari kuttab 16 (pondok Qur’an) untuk kami jadikan imam salat kami di bulan Ramadhan, lalu kami masakan untuk mereka qaliyyah dan juga khusykar.
Sheikh ‘Athiyah Salim dalam kitabnya al-Tarawih Aktsar min Alfi ‘Aam, menyebut bahwa riwayat Sayyidah ‘Aisyah yang menjadikan anak-anak penghafal Qur’an menjadi Imam untuk salat malam mereka di Ramadhan ini terjadi di zaman Abu Bakar RA menjabat sebagai khalifah. Karena itu tidak terjadi di zaman Nabi.
Menurut Ahmad Zarkasih Lc, dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Tarawih", kejadian ini mungkin berangkat dari apa yang pernah disebutkan oleh Nabi SAW untuk mengangkat imam, orang yang paling banyak hafalan Qur’annya. Dan mungkin ketika itu, anak-anak dari Kuttab itulah yang paling banyak hafalan Qur’annya dibanding yang lain. Maka jadilah mereka imam.
Di samping itu, kata Syaikh ‘Athiyah Salim, di masjid Nabawi muncul fenomena saling membagus-baguskan bacaan agar banyak diikuti oleh makmum. Karena memang tidak ada komando satu jamaah. Jamaah mengikuti siapa yang bagi mereka bagus bacaannya.
Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatho’, beliau meriwayatkan anjuran Nabi SAW tentang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah akan tetapi anjuran itu tidak mantap. Bahasa Fiqih-nya; bighairi ‘azimah.
Kemudian anjuran tersebut disambung dengan pernyataan Ibn Syihab yang menyebut bahwa apa yang terjadi di masa Nabi hidup itu berlaku juga juga tidak berubah di masa Sayyidina Abu Bakar menjabat sebagai khalifah sampai pada masa awal-awal Sayyidina Umar RA menjabat. Dan bahkan riwayat ini pun termaktub dalam kitab sahih-nya Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim dengan redaksi yang sama.
Ibn Syihab berkata: Nabi SAW wafat dan keadaan (salat malam Ramadhan) begitu saja di masa Abu Bakar RA dan masa awal-awal menjabatnya Sayyidina Umar RA (HR Malik)
Hanya saja, ada riwayat yang disebutkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk oleh Imam al-Marwadzi dalam kitabnyanya Qiyam Ramadhan, tentang Sayyidah ‘Aisyah yang memasakkan qaliyyah 14 dan juga khusykar 15; yakni sejenis roti untuk anak-anak yang menjadi Imam mereka.
Dari sayyidah ‘Aisyah, kami menjadikan anak-anak dari kuttab 16 (pondok Qur’an) untuk kami jadikan imam salat kami di bulan Ramadhan, lalu kami masakan untuk mereka qaliyyah dan juga khusykar.
Sheikh ‘Athiyah Salim dalam kitabnya al-Tarawih Aktsar min Alfi ‘Aam, menyebut bahwa riwayat Sayyidah ‘Aisyah yang menjadikan anak-anak penghafal Qur’an menjadi Imam untuk salat malam mereka di Ramadhan ini terjadi di zaman Abu Bakar RA menjabat sebagai khalifah. Karena itu tidak terjadi di zaman Nabi.
Menurut Ahmad Zarkasih Lc, dalam bukunya yang berjudul "Sejarah Tarawih", kejadian ini mungkin berangkat dari apa yang pernah disebutkan oleh Nabi SAW untuk mengangkat imam, orang yang paling banyak hafalan Qur’annya. Dan mungkin ketika itu, anak-anak dari Kuttab itulah yang paling banyak hafalan Qur’annya dibanding yang lain. Maka jadilah mereka imam.
Di samping itu, kata Syaikh ‘Athiyah Salim, di masjid Nabawi muncul fenomena saling membagus-baguskan bacaan agar banyak diikuti oleh makmum. Karena memang tidak ada komando satu jamaah. Jamaah mengikuti siapa yang bagi mereka bagus bacaannya.
(mith)