Saat Kaum Kafir Bersatu Padu, Ini yang Mesti Dilakukan Umat Islam

Selasa, 08 Desember 2020 - 05:00 WIB
Ilustrasi/SINDOnews
KAIDAH atau ungkapan Sayyid Rasyid Ridha yang populer antara lain, "Kita bantu-membantu (tolong-menolong) mengenai apa yang kita sepakati dan bersikap toleran dalam masalah yang kita perselisihkan". ( )


Pengarang tafsir, fatwa-fatwa, risalah-risalah, dan kitab-kitab yang mempunyai pengaruh besar terhadap dunia Islam tersebut telah mencetuskan kaidah al-Manar adz-Dzahabiyyah yang maksudnya ialah "tolong-menolong sesama ahli kiblat " secara keseluruhan dalam menghadapi musuh-musuh Islam.

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan beliau mencetuskan kaidah tersebut tidak sembarang, tetapi berdasarkan petunjuk Al-Qur'an , As-Sunnah , bimbingan salaf salih, karena kondisi dan situasi, dan karena kebutuhan umat Islam untuk saling mendukung dan membantu dalam menghadapi musuh mereka yang banyak.

"Meskipun di antara mereka terjadi perselisihan dalam banyak hal, tetapi mereka bersatu dalam menghadapi musuh," ujar Al-Qardhawi dalam bukunya yang berjudul " Fatwa-Fatwa Kontemporer ".

Inilah yang diperingatkan dengan keras oleh Al-Qur'an, yaitu: orang-orang kafir tolong-menolong antara sesama mereka, sementara orang-orang Islam tidak mau saling menolong antara sesamanya. ( )


Allah berfirman:

"Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (QS Al-Anfal 73)

Menurut Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, makna illaa taf'aluuhu (jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu) ialah: jika kamu tidak saling melindungi dan saling membantu antara sebagian dengan sebagian lain sebagaimana yang dilakukan orang-orang kafir. Jika itu tidak dilakukan, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan yang besar di muka bumi.

"Sebab, orang-orang kafir itu mempunyai sikap saling membantu, saling mendukung, dan saling melindungi yang sangat kuat di antara sesama mereka, terutama dalam menghadapi kaum muslimin yang berpecah-pecah dan saling merendahkan sesamanya," tuturnya. ( )


Karena itu, kata Al-Qardhawi, tidak ada cara lain bagi orang yang hendak memperbaiki Islam kecuali menyeru umat Islam untuk bersatu padu dan tolong-menolong dalam menghadapi kekuatan-kekuatan musuh Islam.

Apakah cendekiawan muslim yang melihat kerja sama dan persekongkolan Yahudi internasional, misionaris Barat, komunis dunia, dan keberhalaan Timur di luar dunia Islam, dapat merajut kelompok-kelompok dalam dunia Islam yang menyempal dari umat Islam?

Mampukah mereka menyeru ahli kiblat untuk bersatu dalam satu barisan guna menghadapi kekuatan musuh yang memiliki senjata, kekayaan, strategi, dan program untuk menghancurkan umat Islam, baik secara material maupun spiritual?

Begitulah, para muslih menyambut baik kaidah ini dan antusias untuk melaksanakannya. "Yang paling mencolok untuk merealisasikan hal itu ialah al-Imam asy-Syahid Hasan al-Bana, sehingga banyak orang al-Ikhwan yang mengira bahwa beliaulah yang menelorkan kaidah ini," ujar Al-Qardhawi.

Kerja Sama dengan Ahli Bid'ah

Adapun masalah bagaimana kita akan tolong-menolong dengan ahli-ahli bid'ah dan para penyeleweng, maka sudah dikenal bahwa bid'ah itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Ada bid'ah yang berat dan ada yang ringan, ada bid'ah yang menjadikan pelakunya kafir dan ada pula bid'ah yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, meskipun kita menghukuminya bid'ah dan menyimpang.

Al-Qardhawi melanjutkan, tidak ada larangan bagi kita untuk bantu-membantu dan bekerja sama dengan sebagian ahli bid'ah dalam hal-hal yang kita sepakati dari pokok-pokok agama dan kepentingan dunia, dalam menghadapi orang yang lebih berat bid'ahnya atau lebih jauh kesesatan dan penyimpangannya, sesuai dengan kaidah:

"Irtikaabu akhaffidh dhararain" (memilih/melaksanakan yang lebih ringan mudaratnya).

Bukan hanya bid'ah, menurut Al-Qardhawi, kafir pun bertingkat-tingkat, sehingga ada kekafiran di bawah kekafiran, sebagaimana pendapat yang diriwayatkan dari para sahabat dan tabi'in. Dalam hal ini tidak ada larangan untuk bekerja sama dengan ahli kafir yang lebih kecil kekafirannya demi menolak bahaya kekafiran yang lebih besar. ( )


"Bahkan kadang-kadang kita perlu bekerja sama dengan sebagian orang kafir dan musyrik - meskipun kekafiran dan kemusyrikannya sudah nyata - demi menolak kekafiran yang lebih besar atau kekafirannya sangat membahayakan umat Islam," tuturnya.

Dalam permulaan surat ar-Rum dan ababun-nuzul-nya diindikasikan bahwa Al-Qur'an menganggap kaum Nashara - meskipun mereka juga kafir menurut pandangannya Al-Qur'an - lebih dekat kepada kaum muslim daripada kaum Majusi penyembah api. Karena itu, kaum muslim merasa sedih ketika melihat kemenangan bangsa Persia yang majusi terhadap bangsa Rum Byzantium yang Nashara. Adapun kaum musyrik bersikap sebaliknya, karena mereka melihat kaum majusi lebih dekat kepada aqidah mereka yang menyembah berhala.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sering berdoa: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari empat perkara, yaitu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari jiwa yang tidak pernah puas, dan dari doa yang tidak didengar.

(HR. Ibnu Majah No. 3827)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More