Bilangan Rakaat Sholat Tarawih, Begini Pendapat Imam Mazhab dan Ulama

Rabu, 14 April 2021 - 18:17 WIB
Ilustrasi/Ist
BERBEDA dengan ibadah puasa , ibadah tarawih membuka berbagai perbedaan cara (kaifiyah) di antara berbagai golongan umat Islam yang ada. Imam mazhab seperti Imam Syafi’i , Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal misalnya melakukan salat tarawih dengan 20 rakaat dengan satu witir. Sementara itu Imam Malik melakukan 36 rakaat dengan ditutup salat witir.



Beberapa ulama atsar dan sahabat Nabi bahkan ada yang tidak membatasi jumlah rakaat salat tarawih.

Berikut pendapat empat Imam Mazhab serta para ulama:

Mazhab Hanafi



Imam Hanafi pernah ditanya tentang apa yang telah dilakukan Umar radiaullahu anhu (melakukan shalat Tarawih dua puluh rakaat), maka beliau menjawab: “Salat Tarawih itu sunnah muakad. Apa yang dilakukan Umar bukanlah berdasarkan kemauan sendiri, ia juga tidak dianggap melakukan bid’ah dalam hal ini. Ia tidak memerintahkan hal itu (salat Tarwih dua puluh rakaat) kecuali berdasarkan sumber yang ia miliki dan berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW.”.

Imam Hanafi juga dalam kitab Fathul Qadir bahwa disunahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadan sesudah Isya’, lalu mereka salat bersama imamnya lima istirahat, setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir.



Mazhab Maliki

Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.

Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk salat bersama umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan salat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadan 23 rakaat”.

Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.

Mazhab As-Syafi’i

Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “Salat malam bulan Ramadan itu, secara sendirian lebih aku sukai, dan saya melihat umat di Madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di Makkah dan mereka witir 3 rakaat.

Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa salat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadan.

Mazhab Hanbali

Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni suatu masalah, ia berkata, “Salat malam Ramadan itu 20 rakaat, yakni salat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.

Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia salat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia salat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan salat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu salat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

Pendapat Ulama
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Amalah apakah yang paling utama? Beliau menjawab: Shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Berjuang pada jalan Allah. Kemudian aku tidak menambah pertanyaan lagi karena menjaga perasaan beliau.

(HR. Bukhari No. 5513)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More