Catatan Mualaf Jerman Wilfred Hoffman tentang Injil dan Israel
Kamis, 01 Desember 2022 - 18:22 WIB
Mualaf asal Jerman Murad Wilfred Hoffman menulis catatan harian tentang mitos yang dihimpun dalam bukunya berjudul "Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman" (Gema Insani Press, 1998). Catatan ini ditulis saat dalam kereta menuju Hamburg, Jerman pada 4 Desember 1985.
Dalam catatan tersebut Hoffman mengkritisi Injil, Taurat , sampai Israel . Nah, sebelum menyajikan catatan mualaf ini kita perkenalkan dulu siapa Hoffman.
Nama sebelum ia masuk Islam adalah Wilfred Hoffman. Begitu memeluk Islam, namanya ditambah menjadi Murad Wilfred Hoffman atau lebih populer dengan Murad Hoffman.
Dia terlahir pada 6 Juli 1931, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York. Dia Doktor dalam bidang Undang-Undang Jerman, juga magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-Undang Amerika.
Ia bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Murad pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al-Qur'an. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya.
Setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketika ia menjadi duta besar Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia mempublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif).
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.
Berikut catatan tersebut selengkapnya:
Dalam perjalanan untuk menyampaikan presentasi di Akademi Pertahanan Angkatan Bersenjata Jerman di Hamburg Blanknitz, aku membaca buku karya Kamal Shalibi yaitu, "Dari Jazirah Arabia, Injil Datang" (London;1985). Ia menggunakan pendekatan analisis bahasa terhadap nama-nama daerah. Buku yang ditulis oleh Profesor Protestan asal Libanon ini menyodorkan konsep menarik tentang sejarah timbulnya Israel.
Berbeda dengan para pakar Injil konvensional, ia mengakui keabsahan riwayat-riwayat historis yang terdapat pada kitab suci (Injil). Hanya saja, ia berbeda dengan mereka dalam hal daerah geografis tempat kejadian berlangsung.
Metode baru ini membawakannya pada kesimpulan bahwa lokasi sejarah klan-klan Yahudi --awal sebelum tahun 500 SM-- berada di daerah antara Thaif dan Yaman Utara (di Provinsi Asir, sekarang Arab Saudi).
Ia berhasil membuktikan bahwa rangkaian huruf-huruf sukun (mati) ratusan nama-nama daerah pemukiman, sungai, dan gunung di Asir, bersesuaian dengan padanannya yang terdapat dalam Injil.
Begitu juga, panjang jarak yang memisahkan antara satu tempat dan yang lain cocok, seperti yang dilukiskan dalam Perjanjian Lama. Sebaliknya, Shalibi tidak menemukan bukti kuat yang sebanding dengan Palestina.
Jika benar pernyataan bahwa materi-materi berbahasa Ibrani dalam Injil diambil dari barat Jazirah Arabia, dalam hal-hal yang berkaitan dengan akidah tauhid dan bahwa Nabi Ibrahim dulu hidup di sana. Maka, riwayat-riwayat yang dibawa Islam sekitar perintisan kota Mekkah oleh Siti Hajar dan pembangunan dinding Kakbah pertama oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendapat justifikasi (pembenaran) yang mencengangkan.
Wajar jika para pakar Israel berusaha keras membantah pendapat Shalibi ini. Mereka khawatir dasar perundangan berdirinya negara Israel akan terusik. Penting pula bagi suatu bangsa yang telah hidup di suatu daerah, lebih dari 2500 tahun, sampai ia mampu mendirikan suatu negeri yang layak dihormati.
Dalam catatan tersebut Hoffman mengkritisi Injil, Taurat , sampai Israel . Nah, sebelum menyajikan catatan mualaf ini kita perkenalkan dulu siapa Hoffman.
Nama sebelum ia masuk Islam adalah Wilfred Hoffman. Begitu memeluk Islam, namanya ditambah menjadi Murad Wilfred Hoffman atau lebih populer dengan Murad Hoffman.
Dia terlahir pada 6 Juli 1931, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York. Dia Doktor dalam bidang Undang-Undang Jerman, juga magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-Undang Amerika.
Ia bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Murad pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al-Qur'an. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya.
Setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketika ia menjadi duta besar Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia mempublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif).
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.
Berikut catatan tersebut selengkapnya:
Dalam perjalanan untuk menyampaikan presentasi di Akademi Pertahanan Angkatan Bersenjata Jerman di Hamburg Blanknitz, aku membaca buku karya Kamal Shalibi yaitu, "Dari Jazirah Arabia, Injil Datang" (London;1985). Ia menggunakan pendekatan analisis bahasa terhadap nama-nama daerah. Buku yang ditulis oleh Profesor Protestan asal Libanon ini menyodorkan konsep menarik tentang sejarah timbulnya Israel.
Berbeda dengan para pakar Injil konvensional, ia mengakui keabsahan riwayat-riwayat historis yang terdapat pada kitab suci (Injil). Hanya saja, ia berbeda dengan mereka dalam hal daerah geografis tempat kejadian berlangsung.
Metode baru ini membawakannya pada kesimpulan bahwa lokasi sejarah klan-klan Yahudi --awal sebelum tahun 500 SM-- berada di daerah antara Thaif dan Yaman Utara (di Provinsi Asir, sekarang Arab Saudi).
Ia berhasil membuktikan bahwa rangkaian huruf-huruf sukun (mati) ratusan nama-nama daerah pemukiman, sungai, dan gunung di Asir, bersesuaian dengan padanannya yang terdapat dalam Injil.
Baca Juga
Begitu juga, panjang jarak yang memisahkan antara satu tempat dan yang lain cocok, seperti yang dilukiskan dalam Perjanjian Lama. Sebaliknya, Shalibi tidak menemukan bukti kuat yang sebanding dengan Palestina.
Jika benar pernyataan bahwa materi-materi berbahasa Ibrani dalam Injil diambil dari barat Jazirah Arabia, dalam hal-hal yang berkaitan dengan akidah tauhid dan bahwa Nabi Ibrahim dulu hidup di sana. Maka, riwayat-riwayat yang dibawa Islam sekitar perintisan kota Mekkah oleh Siti Hajar dan pembangunan dinding Kakbah pertama oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mendapat justifikasi (pembenaran) yang mencengangkan.
Wajar jika para pakar Israel berusaha keras membantah pendapat Shalibi ini. Mereka khawatir dasar perundangan berdirinya negara Israel akan terusik. Penting pula bagi suatu bangsa yang telah hidup di suatu daerah, lebih dari 2500 tahun, sampai ia mampu mendirikan suatu negeri yang layak dihormati.