Sentimen Anti-Muslim di AS Meningkat 3 Kali Lipat Sejak 1995

Sabtu, 06 Mei 2023 - 13:02 WIB
loading...
Sentimen Anti-Muslim di AS Meningkat 3 Kali Lipat Sejak 1995
Muslim di AS sering dirasialisasi sebagai Arab atau Asia Selatan. Foto/Ilustrasi: Anadolu
A A A
JAKARTA - Research and Advocacy Coordinator at The Council on American-Islamic Relations (CAIR) mengungkap keluhan tentang sentimen anti-Muslim di Amerika Serikat telah meningkat tiga kali lipat sejak 1995, dibandingkan setelah serangan teror 9/11.

“Untuk pertama kalinya, terjadi penurunan jumlah total kasus, khususnya penurunan sebesar 23%,” ujar Koordinator CAIR, Ammar Ansari, sebagaimana dilansir Anadolu Sabtu (6/5/2023).

Menurutnya, ini menggembirakan. Namun ia mengingatkan secara global jumlah pengaduan yang CAIR terima setelah sejak 1995, bahwa pasca-serangan 9/11, angka pengaduan anti-Muslim meningkap tiga kali lipat.



Menurut laporan kejahatan kebencian FBI yang diterbitkan setiap tahun, "kejahatan kebencian di Amerika Serikat terhadap Muslim, melonjak segera setelah 9/11 dan masih menjadi tren yang meningkat di negara ini."

Islamofobia dilembagakan, diinstrumentasi dan diinternalisasi di AS. “Beberapa contoh di mana kita melihat Islamofobia dilembagakan adalah Patriot Act tak lama setelah 9/11, program CVE oleh pemerintahan Obama yang hampir secara eksklusif menargetkan Muslim melalui persepsi Islamofobia palsu, serta larangan Muslim oleh pemerintahan Trump,” ujarnya.

Islamophobia digunakan oleh politisi dan aktivis anti-Muslim, think tank, dan media. "Contoh klasik yang kita lihat adalah bahwa Trump akan mengatakan hal-hal seperti Islam membenci kita pada hari-hari awal kampanye kepresidenannya pada tahun 2015 sebagai strategi untuk memecah belah negara dan memenangkan kursi kepresidenan,” katanya.

Ansari mengatakan Muslim di AS sering dirasialisasi sebagai Arab atau Asia Selatan. “Jadi, pengalaman seorang Muslim Asia Selatan di Amerika jika dibandingkan dengan pengalaman seorang Muslim kulit hitam, misalnya, sementara mereka berdua dapat menghadapi diskriminasi serupa atas dasar agama. Kita juga harus mengakui bahwa identitas ras mereka dapat membuat mereka tunduk berbagai bentuk diskriminasi sistemik dan interpersonal di AS, seperti rasisme anti-kulit hitam,” lanjutnya.



Akan tetapi, di sisi lain Ansari mengatakan, hasil dari rasialisasi ini adalah bahwa komunitas non-Muslim pun menjadi sasaran Islamofobia. "Jadi, orang pertama yang dibunuh dalam kejahatan rasial setelah 9/11 adalah seorang pria Amerika Sikh Punjabi, Balbir Singh Sodhi, di Arizona, yang diprofilkan sebagai pria bertampang Arab oleh penembaknya,” ujarnya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1610 seconds (0.1#10.140)