Kemenag Akan Desain Ulang 3 Skenario Penyelenggaraan Haji
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) telah mempelajari banyak hal teknis untuk mendesain ulang skenario penyelenggaraan haji di tahun mendatang agar menjadi lebih baik.
Hal ini seiring dengan berakhirnya pemulangan haji gelombang pertama ke Indonesia dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah pada 19 Juli 2023. Bersamaan dengan itu, segera dimulai tahap pemulangan jemaah haji gelombang kedua melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
"Alhamdulillah, saat ini kita sudah di tahap akhir untuk pengiriman jemaah haji melalui Bandara Jeddah. Kami mempelajari banyak hal terkait skenario untuk penataan dan perbaikan penyelenggaraan haji tahun-tahun berikutnya," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief, dikutip dalam laman resmi kemenag, Kamis (20/7/2023).
Hilman mengatakan, setidaknya ada sejumlah teknis penyelenggaraan haji yang akan dikaji dan didesain ulang. Pertama, soal keberangkatan dan kepulangan jemaah. Hal tersebut erat kaitannya dengan pengaturan ritme jadwal penerbangan pesawat.
"Soal kepulangan dan keberangkatan, saat ini tim kami sedang mereka-reka jadwal pesawat dan ritmenya, mau bagaimana? landai di awal, tinggi di tengah, landai di belakang, rata, atau kah naik turun itu ritmenya? sedang kita pelajari," kata dia.
Kedua, terkait durasi waktu jemaah tinggal di Makkah dan Madinah. Terkait hal ini, pihaknya mengaku mendapat amanah khusus dari Menteri Agama (Menag), Yaqut Chalil Qoumas, untuk melakukan kajian ulang.
Menag berharap lama tinggal jemaah di Saudi Arabia bisa diperpendek, tentunya dengan tetap mempertimbangkan regulasi yang berlaku di Saudi.
"Sebagaimana amanah dari bapak Menag, kami Ditjen PHU, diminta mendesain ulang tentang lama masa tinggal jemaah di Madinah dan di Makkah. Syukur-syukur bisa diperpendek. Tapi semua itu tergantung dengan regulasi yang ada di Saudi Arabia," ujar Hilman.
Ketiga, pelayanan jemaah di masa puncak haji atau Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) yang menjadi layanan pokok yang harus didesain ulang agar menjadi lebih baik.
"Ini adalah special force yang akan ditangani tim khusus. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik," tandasnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pihaknya akan membentuk tim khusus dan akan terus berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi.
"Kita juga mengomunikasikan hal ini dengan pemerintah Saudi Arabia, karena apa pun yang kita lakukan nanti terkait dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi,"ungkapnya.
Diketahui sebelumnya telah dilakukan investigasi bersama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi terkait kinerja Mashariq yang tidak optimal dalam memberikan layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina).
Terkait hal itu, Hilman mengatakan sampai saat laporan yang diperolehnya sebatas keterlambatan penjemputan di Muzdalifah selama 3 jam. Hasil menyeluruh masih menunggu laporan resmi.
"Untuk yang lain, masih dikaji oleh pemerintah Saudi, karena ada banyak faktor, bagaimana ketidakoptimalan itu terjadi, dan kita masih menunggu secara resmi," tuturnya.
Hal ini seiring dengan berakhirnya pemulangan haji gelombang pertama ke Indonesia dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah pada 19 Juli 2023. Bersamaan dengan itu, segera dimulai tahap pemulangan jemaah haji gelombang kedua melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
"Alhamdulillah, saat ini kita sudah di tahap akhir untuk pengiriman jemaah haji melalui Bandara Jeddah. Kami mempelajari banyak hal terkait skenario untuk penataan dan perbaikan penyelenggaraan haji tahun-tahun berikutnya," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief, dikutip dalam laman resmi kemenag, Kamis (20/7/2023).
Hilman mengatakan, setidaknya ada sejumlah teknis penyelenggaraan haji yang akan dikaji dan didesain ulang. Pertama, soal keberangkatan dan kepulangan jemaah. Hal tersebut erat kaitannya dengan pengaturan ritme jadwal penerbangan pesawat.
"Soal kepulangan dan keberangkatan, saat ini tim kami sedang mereka-reka jadwal pesawat dan ritmenya, mau bagaimana? landai di awal, tinggi di tengah, landai di belakang, rata, atau kah naik turun itu ritmenya? sedang kita pelajari," kata dia.
Kedua, terkait durasi waktu jemaah tinggal di Makkah dan Madinah. Terkait hal ini, pihaknya mengaku mendapat amanah khusus dari Menteri Agama (Menag), Yaqut Chalil Qoumas, untuk melakukan kajian ulang.
Menag berharap lama tinggal jemaah di Saudi Arabia bisa diperpendek, tentunya dengan tetap mempertimbangkan regulasi yang berlaku di Saudi.
"Sebagaimana amanah dari bapak Menag, kami Ditjen PHU, diminta mendesain ulang tentang lama masa tinggal jemaah di Madinah dan di Makkah. Syukur-syukur bisa diperpendek. Tapi semua itu tergantung dengan regulasi yang ada di Saudi Arabia," ujar Hilman.
Ketiga, pelayanan jemaah di masa puncak haji atau Armina (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) yang menjadi layanan pokok yang harus didesain ulang agar menjadi lebih baik.
"Ini adalah special force yang akan ditangani tim khusus. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik," tandasnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pihaknya akan membentuk tim khusus dan akan terus berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi.
"Kita juga mengomunikasikan hal ini dengan pemerintah Saudi Arabia, karena apa pun yang kita lakukan nanti terkait dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi,"ungkapnya.
Diketahui sebelumnya telah dilakukan investigasi bersama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi terkait kinerja Mashariq yang tidak optimal dalam memberikan layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina).
Terkait hal itu, Hilman mengatakan sampai saat laporan yang diperolehnya sebatas keterlambatan penjemputan di Muzdalifah selama 3 jam. Hasil menyeluruh masih menunggu laporan resmi.
"Untuk yang lain, masih dikaji oleh pemerintah Saudi, karena ada banyak faktor, bagaimana ketidakoptimalan itu terjadi, dan kita masih menunggu secara resmi," tuturnya.
(thm)