Masuk Angin, Raja Minta Abu Nawas Menangkap dan Memenjarakan Angin

Kamis, 30 April 2020 - 03:29 WIB
loading...
Masuk Angin, Raja Minta Abu Nawas Menangkap dan Memenjarakan Angin
Begitu terbuka Baginda mencium bau busuk. Ilustrasi/Ist
A A A
ABU-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami (756-814) dikenal sebagai Abu-Nawas. Ia seorang pujangga Arab. Dilahirkan di kota Ahvaz, Persia. Darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya.

Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik ia digambarkan sosok yang bijaksana sekaligus kocak. Dia juga dianggap sebagai sufi. Cerita berikut dinukil dari Kisah Seribu Satu Malam. ( )

Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok- kapoknya. Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.

Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. "Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin," kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil," tanya Abu Nawas.

"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya," kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.

Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.

Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja.

Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan, ia yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Ia benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir, kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda, ia berjalan gontai menuju istana.

Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana.

Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas. "Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?"

"Sudah Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu. "Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda.

"Di dalam, Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas penuh takzim.

"Aku tak melihat apa-apa," kata Baginda Raja.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2476 seconds (0.1#10.140)