Kisah Ikhwanul Muslimin: Fase Pertama Bercorak Keagamaan dan Sosial
loading...
A
A
A
Al-Ikhwan al-Muslimun (IM) adalah sebuah gerakan Islam yang aktif menerapkan dan mempromosikan ajaran agama berdasarkan alQur’an dan Sunah secara ketat dalam kehidupan umat.
Al-Ikhwan al-Muslimun yang berarti “saudara-saudara Muslim“ di dirikan di kota Ismailiyah, Mesir pada tahun 1928 dengan nama Jam’iyat Al-Ikhwan al-Muslimin.
Pendirinya adalah Hasan al-Banna, yang kemudian menjadi figur kharismatik dan dikenal sebagai “Pembimbing Agung” (al-Mursyid al-‘Am).
Bermula dari sebuah kelompok keagamaan yang sederhana al-Ikhwan al-Muslimin cepat berkembang, bahkan pernah merupakan kekuatan politik yang sangat berperan, khususnya di Mesir.
Ghufron A. Mas’adi dalam Ensiklopedia Islam (ringkas) Cyril Glasse, (Raja Grafindo Persada, 1999) menyebut organisasi ini berusaha menentang rezim negeri-negeri muslim yang cenderung sekuler.
Namun setelah berhasilnya kelompok militer di bawah Jamal Abdul Nasser, al-Ikhwan al-Muslimin mengalami berbagai penekanan dan pembatasan untuk melakukan aktivitas secara terbuka.
Bagaimanapun ide-ide dan kepopuleran al-Ikhwan al-Muslimin tetap meluas bahkan mampu menjalin kerjasama secara tidak resmi dengan berbagai badan dan gerakan Islam di luar Mesir.
Musyarif dalam papernya berjudul "Hasan Al-Banna Al-Ikhwan Al-Muslimun" menyebut corak dan jenis aktivitas al-Ikhwan al-Muslimin dapat dibagi secara umum menjadi tiga fase:
Fase pertama tahun (1928-1936) merupakan masa konsolidasi yang bercorak keagamaan dan sosial. Sebagai seorang guru lulusan Perguruan Tinggi Dar al- Ulum (Cairo) al-Banna mempunyai bekal kuat untuk memperbaiki dan mempromosikan pendidikan agama.
Di samping terus memanfaatkan pendidikan formal al-Banna berusaha mendekati audience yang lebih kuat, masyarakat, melalui berbagai saluran yang konvensional, seperti masjid, pertemuan-pertemuan rutin dan kekeluargaan serta yang terorganisir, seperti cara-cara yang berkaitan dengan penumbuhan al-Ikhwan al-Muslimin.
Hal ini dilaksanakan secara efektif terutama semasa al-Banna masih tinggal di Ismailiyah tahun (1926-1933). Pada masa ini beberapa cabang al-Ikhwan alMuslimin telah di dirikan di kawasan sepanjang terusan Suez.
Pada tahun 1933 al-Banna memindahkan pusat kegiatannya ke Kairo. Dari sinilah al-Ikhwan al-Muslimin meluaskan sayap gerakannya dengan menggunakan manufer dan struktur organisasi yang lebih canggih.
Berbagai program termasuk dakwah, pendidikan, koperasi, industri dan perdagangan telah dilancarkan dengan hasil yang cukup menggembirakan.
Al-Ikhwan al-Muslimun yang berarti “saudara-saudara Muslim“ di dirikan di kota Ismailiyah, Mesir pada tahun 1928 dengan nama Jam’iyat Al-Ikhwan al-Muslimin.
Pendirinya adalah Hasan al-Banna, yang kemudian menjadi figur kharismatik dan dikenal sebagai “Pembimbing Agung” (al-Mursyid al-‘Am).
Bermula dari sebuah kelompok keagamaan yang sederhana al-Ikhwan al-Muslimin cepat berkembang, bahkan pernah merupakan kekuatan politik yang sangat berperan, khususnya di Mesir.
Ghufron A. Mas’adi dalam Ensiklopedia Islam (ringkas) Cyril Glasse, (Raja Grafindo Persada, 1999) menyebut organisasi ini berusaha menentang rezim negeri-negeri muslim yang cenderung sekuler.
Namun setelah berhasilnya kelompok militer di bawah Jamal Abdul Nasser, al-Ikhwan al-Muslimin mengalami berbagai penekanan dan pembatasan untuk melakukan aktivitas secara terbuka.
Bagaimanapun ide-ide dan kepopuleran al-Ikhwan al-Muslimin tetap meluas bahkan mampu menjalin kerjasama secara tidak resmi dengan berbagai badan dan gerakan Islam di luar Mesir.
Musyarif dalam papernya berjudul "Hasan Al-Banna Al-Ikhwan Al-Muslimun" menyebut corak dan jenis aktivitas al-Ikhwan al-Muslimin dapat dibagi secara umum menjadi tiga fase:
Fase pertama tahun (1928-1936) merupakan masa konsolidasi yang bercorak keagamaan dan sosial. Sebagai seorang guru lulusan Perguruan Tinggi Dar al- Ulum (Cairo) al-Banna mempunyai bekal kuat untuk memperbaiki dan mempromosikan pendidikan agama.
Di samping terus memanfaatkan pendidikan formal al-Banna berusaha mendekati audience yang lebih kuat, masyarakat, melalui berbagai saluran yang konvensional, seperti masjid, pertemuan-pertemuan rutin dan kekeluargaan serta yang terorganisir, seperti cara-cara yang berkaitan dengan penumbuhan al-Ikhwan al-Muslimin.
Hal ini dilaksanakan secara efektif terutama semasa al-Banna masih tinggal di Ismailiyah tahun (1926-1933). Pada masa ini beberapa cabang al-Ikhwan alMuslimin telah di dirikan di kawasan sepanjang terusan Suez.
Pada tahun 1933 al-Banna memindahkan pusat kegiatannya ke Kairo. Dari sinilah al-Ikhwan al-Muslimin meluaskan sayap gerakannya dengan menggunakan manufer dan struktur organisasi yang lebih canggih.
Berbagai program termasuk dakwah, pendidikan, koperasi, industri dan perdagangan telah dilancarkan dengan hasil yang cukup menggembirakan.
(mhy)