Hadis yang Melarang Meminta Jabatan
loading...
A
A
A
Jika meminta suatu jabatan saja sudah terlarang, lalu bagaimana dengan orang-orang yang berusaha meraih suatu jabatan dengan cara-cara yang melanggar norma-norma agama ?
Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: RasûlullâhSAW telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh).
Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu.
Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)”.
Hadis shahih. Telah dikeluarkan oleh al-Bukhâri (6622, 6722, 7146, & 7147) dan Muslim (1652) dan Abu Dâwud (2929 dan 3277 diringkas hanya dengan sumpah atau bagian kedua dari hadis) dan Tirmidzi (1529) dan an-Nasâ-i (5384 dan 3782, 3783, 3784 diringkas hanya berkaitan dengan sumpah atau bagian kedua dari hadits) dan yang selai mereka.
Al-Hâfizh Ibnu Hajar ketika mensyarahkan (menjelaskan) hadis ini dalam kitab beliau Fat-hul Bâri’ beliau mengatakan bahwa zahir hadits ini bertentangan dengan hadis yang dikeluarkan oleh Abu Dâwud dari jalan Abu Hurairah ra secara marfû’:
Barangsiapa meminta menjadi qadhi (hakim) bagi kaum Muslimin sampai dia memperoleh jabatannya itu, kemudian keadilannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan kecurangannya, maka baginya adalah surga. Dan barangsiapa kecurangannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan keadilannya, maka baginya adalah neraka.
Kemudian al-Hâfizh Ibnu Hajar mencoba untuk menjama’ (memadukan) di antara kedua hadis di atas yakni hadis Abdurrahman bin Samurah ra dengan hadis Abu Hurairah ra dengan mengatakan, “Tidak mesti orang yang meminta jabatan sampai kemudian berhasil meraihnya tidak bisa berlaku adil dengan sebab dia meminta jabatan…”
Hadis lainnya yang melarang meminta jabatan adalah sebagai berikut:
Dari Abu Musa ra dia berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata, “Jadikanlah (angkatlah) kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullâh!” Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu”
Hadits Shahih. Telah dikeluarkan oleh al-Bukhâri (2261, 6923, 7149, 7156 & 7157) dan Abu Dâwud (2930, 3579 & 4354) dan an-Nasâ-i (5382) dan yang lainnya.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ لِيْ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: RasûlullâhSAW telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh).
Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu.
Dan apabila kamu bersumpah dengan satu sumpah kemudian kamu melihat selainnya lebih baik darinya (dan kamu ingin membatalkan sumpahmu), maka bayarlah kaffârah (tebusan) dari sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)”.
Hadis shahih. Telah dikeluarkan oleh al-Bukhâri (6622, 6722, 7146, & 7147) dan Muslim (1652) dan Abu Dâwud (2929 dan 3277 diringkas hanya dengan sumpah atau bagian kedua dari hadis) dan Tirmidzi (1529) dan an-Nasâ-i (5384 dan 3782, 3783, 3784 diringkas hanya berkaitan dengan sumpah atau bagian kedua dari hadits) dan yang selai mereka.
Al-Hâfizh Ibnu Hajar ketika mensyarahkan (menjelaskan) hadis ini dalam kitab beliau Fat-hul Bâri’ beliau mengatakan bahwa zahir hadits ini bertentangan dengan hadis yang dikeluarkan oleh Abu Dâwud dari jalan Abu Hurairah ra secara marfû’:
مَنْ طَلَبَ قَضَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ حَتَّى يَنَالَهُ ثُمَّ غَلَبَ عَدْلُهُ جَوْرَهُ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَمَنْ غَلَبَ جَوْرُهُ عَدْلَهُ فَلَهُ النَّارُ
Barangsiapa meminta menjadi qadhi (hakim) bagi kaum Muslimin sampai dia memperoleh jabatannya itu, kemudian keadilannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan kecurangannya, maka baginya adalah surga. Dan barangsiapa kecurangannya (dalam memutuskan hukum) mengalahkan keadilannya, maka baginya adalah neraka.
Kemudian al-Hâfizh Ibnu Hajar mencoba untuk menjama’ (memadukan) di antara kedua hadis di atas yakni hadis Abdurrahman bin Samurah ra dengan hadis Abu Hurairah ra dengan mengatakan, “Tidak mesti orang yang meminta jabatan sampai kemudian berhasil meraihnya tidak bisa berlaku adil dengan sebab dia meminta jabatan…”
Hadis lainnya yang melarang meminta jabatan adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلاَنِ مِنْ قَوْمِي، فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ: أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَقَالَ الآخَرُ مِثْلَهُ، فَقَالَ: إِنَّا لاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ، وَلاَ مَنْ حَرَصَ عَلَيْه
Dari Abu Musa ra dia berkata, “Saya masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan dua orang dari kaumku, lalu salah seorang dari kedua orang itu berkata, “Jadikanlah (angkatlah) kami sebagai amir (pejabat) wahai Rasulullâh!” Kemudian yang seorang lagi juga meminta hal yang sama. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kami tidak akan mengangkat sebagai pejabat orang yang memintanya dan tidak juga orang yang tamak terhadap jabatan itu”
Hadits Shahih. Telah dikeluarkan oleh al-Bukhâri (2261, 6923, 7149, 7156 & 7157) dan Abu Dâwud (2930, 3579 & 4354) dan an-Nasâ-i (5382) dan yang lainnya.
(mhy)