Manfaat Syukur Kembali kepada Orang yang Bersyukur, Begini Penjelasan Quraish Shihab
loading...
A
A
A
Prof Dr Quraish Shihab mengataan Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah SWT sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.
"Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia" ( QS An-Naml [27] : 40)
"Oleh karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih," tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri Rasulullah SAW) memberikan makanan yang mereka rencanakan menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,
"Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih)" ( QS Al-Insan [76] : 9).
Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, kata Quraish, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim ( QS Al-Baqarah [2] : 158), dan Syakiran Alima ( QS An-Nisa' [4] : 147), yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur.
Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14) : 7, "Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih."
"Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia" ( QS An-Naml [27] : 40)
"Oleh karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih," tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri Rasulullah SAW) memberikan makanan yang mereka rencanakan menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,
"Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih)" ( QS Al-Insan [76] : 9).
Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, kata Quraish, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun 'Alim ( QS Al-Baqarah [2] : 158), dan Syakiran Alima ( QS An-Nisa' [4] : 147), yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur.
Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14) : 7, "Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih."
(mhy)