Dipukul Lelaki Berjubah Sufi, Seekor Anjing Menuntut Keadilan
loading...
A
A
A
PADA suatu hari seorang yang berpakaian sebagai sufi berjalan-jalan. ia melihat seekor anjing di jalan. Tanpa banyak cakap ia memukul anjing itu dengan tongkat.
Sembari melolong kesakitan, Anjing itu berlari menuju Abu Said, seorang ulama. Anjing itu minta keadilan karena telah diperlakukan secara kejam oleh sufi itu.
Anjing tersebut menjatuhkan dirinya di dekat kaki Guru Agung Abu Said sambil memegang moncongnya yang terluka.
Selanjutnya Abu Said mempertemukan keduanya. Kepada sufi Abu Said berkata, "O Saudara yang seenaknya, kenapa kau perlakukan binatang malang ini sekasar itu! Lihat akibat perbuatanmu!"
Sang Sufi menjawab,"itu sama sekali bukan salahku, tapi salahnya. Saya tidak memukulnya tanpa alasan. Saya memukulnya karena ia mengotori jubahku."
Tetapi Si Anjing tetap menyampaikan keluhannya. Kemudian Sang Bijaksana berbicara kepada Anjing, "Dari pada menunggu ganti rugi akhirat, baiklah saya berikan ganti rugi bagi rasa sakitmu itu."
"Sang Agung dan Bijaksana! Ketika saya melihat orang ini berpakaian sebagai sufi, saya bepikir bahwa ia tak akan menyakiti saya," ujar Anjing itu.
"Seandainya saya melihat orang yang berpakaian biasa saja, tentunya akan saya berikan keleluasaan padanya untuk lewat. Kesalahan utama saya adalah menganggap bahwa pakaian orang suci itu menandakan keselamatan," lanjut Anjing itu sembari menambahkan, "apabila Tuan ingin menghukumnya, rampaslah pakaian Sufinya itu. Campakkan dia dari pakaian kaum terpilih pencari kebenaran..."
Catatan: "Penciptaan keadaan" yang di sini ditampilkan oleh jubah sufi sering disalahtafsirkan oleh banyak orang sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kondisi yang nyata. Topi haji, sarung, dan baju koko seringkali dilekatkan pada orang-orang yang saleh.
Kisah ini, dari buku Attar Ilahi-Nama, sering diulang-ulang oleh para sufi "Jalan Salah," dan dianggap ciptaan Hamdun Si Pemutih Kain, pada abad kesembilan.
Sembari melolong kesakitan, Anjing itu berlari menuju Abu Said, seorang ulama. Anjing itu minta keadilan karena telah diperlakukan secara kejam oleh sufi itu.
Anjing tersebut menjatuhkan dirinya di dekat kaki Guru Agung Abu Said sambil memegang moncongnya yang terluka.
Selanjutnya Abu Said mempertemukan keduanya. Kepada sufi Abu Said berkata, "O Saudara yang seenaknya, kenapa kau perlakukan binatang malang ini sekasar itu! Lihat akibat perbuatanmu!"
Sang Sufi menjawab,"itu sama sekali bukan salahku, tapi salahnya. Saya tidak memukulnya tanpa alasan. Saya memukulnya karena ia mengotori jubahku."
Tetapi Si Anjing tetap menyampaikan keluhannya. Kemudian Sang Bijaksana berbicara kepada Anjing, "Dari pada menunggu ganti rugi akhirat, baiklah saya berikan ganti rugi bagi rasa sakitmu itu."
"Sang Agung dan Bijaksana! Ketika saya melihat orang ini berpakaian sebagai sufi, saya bepikir bahwa ia tak akan menyakiti saya," ujar Anjing itu.
"Seandainya saya melihat orang yang berpakaian biasa saja, tentunya akan saya berikan keleluasaan padanya untuk lewat. Kesalahan utama saya adalah menganggap bahwa pakaian orang suci itu menandakan keselamatan," lanjut Anjing itu sembari menambahkan, "apabila Tuan ingin menghukumnya, rampaslah pakaian Sufinya itu. Campakkan dia dari pakaian kaum terpilih pencari kebenaran..."
Catatan: "Penciptaan keadaan" yang di sini ditampilkan oleh jubah sufi sering disalahtafsirkan oleh banyak orang sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kondisi yang nyata. Topi haji, sarung, dan baju koko seringkali dilekatkan pada orang-orang yang saleh.
Kisah ini, dari buku Attar Ilahi-Nama, sering diulang-ulang oleh para sufi "Jalan Salah," dan dianggap ciptaan Hamdun Si Pemutih Kain, pada abad kesembilan.
(mhy)