Bolehkah Merayakan Malam Tahun Baru Masehi?
loading...
A
A
A
Perayaan tahun baru Masehi selalu menjadi polemik tahunan yang diperbincangkan kaum muslimin. Ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya karena alasan syar'i.
Untuk diketahui, perhitungan tahun hanya ada dua macam. Pertama, kalender matahari (penanggalan Syamsiyah) didasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari (revolusi bumi). Kedua, 'kalender bulan' (penanggalan Qomariyah) yang didasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan). Kalender 'matahari' dipakai oleh umat Kristiani, sedangkan 'kalender bulan' dianut Islam yang dikenal dengan kalender Hijriyah.
(Baca Juga: Tahun Baru Masehi, Simbol Nasrani yang Diikuti Kaum Muslimin)
Bagi pihak yang membolehkan perayaan tahun baru Masehi beranggapan bahwa penyematan kata 'Masehi' pada kalender Matahari bukan berarti tahun Masehi hanya milik umat Kristiani. Sebab, penanggalannya dipakai oleh seluruh dunia. Lalu bagaimana sikap kita memandang hal ini?
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Buya Yahya, mengatakan, setiap malam tahun baru Masehi, banyak di antara kaum muslimin dari semua kalangan tua dan muda ikut berpartisipasi dalam meramaikan pergantian tahun itu. Berbagai kemaksiatan terjadi pada malam itu dari berbaurnya kaum laki-laki dan perempuan yang kadang dibarengi dengan minuman keras.
"Sungguh ini adalah musibah yang sangat menyedihkan bagi kaum muslimin karena saat ini kecintaan umat sudah banyak berubah, kecintaan dan kekaguman mereka mulai berubah. Banyak anak-anak muslim yang lebih gandrung dengan cara dan budaya orang-orang kafir. Mereka tenggelam dalam lautan kelalaian, sehingga mereka pun tidak menyadari dan merasakan makna hadis 'Engkau akan dikumpulkan bersama orang yang engkau cintai'. Jika demikian, artinya ummat terpuruk," kata Buya Yahya menyikapi perayaan tahun baru Masehi ini.
Sungguh sangat dikhawatirkan kelak kita tidak bisa berkumpul dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم di saat kita lebih cinta kepada tradisi yang bertentangan dengan syariat Rasulullah. Nabi pernah bersabda: "Man tasyabbaha biqoumin fa huwa minhum, yang artinya barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia akan masuk ke dalam golongan mereka."
Artinya, di saat kita cinta dan bangga kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan berusaha untuk membela dan mengkutinya, maka dijanjikan oleh beliau kelak kita akan menjadi orang yang berkumpul bersama rombongan Rasul. Namun, di saat kita mengikuti tradisi orang-orang kafir, berbangga dengan gaya hidup mereka, maka tanpa kita sadari kita sudah masuk ke dalam golongan mereka dan masuk ke wilayah kemurkaan Allah Ta'ala. Na'udzubillahi min dzalik.
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat mengatakan, mereka yang mengharamkan perayaan tahun baru berhujjah dengan beberapa argumen. Di antaranya:
1. Perayaan malam tahun baru adalah ibadah orang kafir.
2. Perayaan malam tahun baru menyerupai orang kafir.
3. Perayaan malam tahun baru penuh maksiat.
4. Perayaan malam tahun baru adalah bid'ah.
Adapun pendapat yang membolehkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi jika tidak ada niat mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.
Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun, jika yang dilakukan adalah hal-hal baik tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.
"Misalnya, umat Islam dapat memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya," kata Ustaz Ahmad Sarwat sebagaimana dikutip dari rumahfiqih.
(Baca Juga: Awali Tahun Baru 2021 dengan Doa Ini, Insya Allah Berkah)
Wallahu A'lam
Untuk diketahui, perhitungan tahun hanya ada dua macam. Pertama, kalender matahari (penanggalan Syamsiyah) didasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari (revolusi bumi). Kedua, 'kalender bulan' (penanggalan Qomariyah) yang didasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan). Kalender 'matahari' dipakai oleh umat Kristiani, sedangkan 'kalender bulan' dianut Islam yang dikenal dengan kalender Hijriyah.
(Baca Juga: Tahun Baru Masehi, Simbol Nasrani yang Diikuti Kaum Muslimin)
Bagi pihak yang membolehkan perayaan tahun baru Masehi beranggapan bahwa penyematan kata 'Masehi' pada kalender Matahari bukan berarti tahun Masehi hanya milik umat Kristiani. Sebab, penanggalannya dipakai oleh seluruh dunia. Lalu bagaimana sikap kita memandang hal ini?
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Buya Yahya, mengatakan, setiap malam tahun baru Masehi, banyak di antara kaum muslimin dari semua kalangan tua dan muda ikut berpartisipasi dalam meramaikan pergantian tahun itu. Berbagai kemaksiatan terjadi pada malam itu dari berbaurnya kaum laki-laki dan perempuan yang kadang dibarengi dengan minuman keras.
"Sungguh ini adalah musibah yang sangat menyedihkan bagi kaum muslimin karena saat ini kecintaan umat sudah banyak berubah, kecintaan dan kekaguman mereka mulai berubah. Banyak anak-anak muslim yang lebih gandrung dengan cara dan budaya orang-orang kafir. Mereka tenggelam dalam lautan kelalaian, sehingga mereka pun tidak menyadari dan merasakan makna hadis 'Engkau akan dikumpulkan bersama orang yang engkau cintai'. Jika demikian, artinya ummat terpuruk," kata Buya Yahya menyikapi perayaan tahun baru Masehi ini.
Sungguh sangat dikhawatirkan kelak kita tidak bisa berkumpul dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم di saat kita lebih cinta kepada tradisi yang bertentangan dengan syariat Rasulullah. Nabi pernah bersabda: "Man tasyabbaha biqoumin fa huwa minhum, yang artinya barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia akan masuk ke dalam golongan mereka."
Artinya, di saat kita cinta dan bangga kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan berusaha untuk membela dan mengkutinya, maka dijanjikan oleh beliau kelak kita akan menjadi orang yang berkumpul bersama rombongan Rasul. Namun, di saat kita mengikuti tradisi orang-orang kafir, berbangga dengan gaya hidup mereka, maka tanpa kita sadari kita sudah masuk ke dalam golongan mereka dan masuk ke wilayah kemurkaan Allah Ta'ala. Na'udzubillahi min dzalik.
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat mengatakan, mereka yang mengharamkan perayaan tahun baru berhujjah dengan beberapa argumen. Di antaranya:
1. Perayaan malam tahun baru adalah ibadah orang kafir.
2. Perayaan malam tahun baru menyerupai orang kafir.
3. Perayaan malam tahun baru penuh maksiat.
4. Perayaan malam tahun baru adalah bid'ah.
Adapun pendapat yang membolehkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi jika tidak ada niat mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.
Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun, jika yang dilakukan adalah hal-hal baik tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.
"Misalnya, umat Islam dapat memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya," kata Ustaz Ahmad Sarwat sebagaimana dikutip dari rumahfiqih.
(Baca Juga: Awali Tahun Baru 2021 dengan Doa Ini, Insya Allah Berkah)
Wallahu A'lam
(rhs)