Kisah Imam Abdullah Bin Alwi Al-Haddad, Pengarang Ratib Al-Haddad
loading...
A
A
A
KisahImam Abdullah Bin Alwi Al-Haddad, pengarang Ratib Al-Haddad (1634-1720) layak kita jadikan hikmah. Beliau dikenal sebagai ulama besar di Yaman pada zamannya.
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Alawi bin Muhammad binAli Al-Tarimi Al-Haddad Al-Husaini Al-Yamani. Beliau dilahirkan di Subir, sebuah perkampungan pinggiran Kota Tarim di Wadi Hadhramaut, selatan negeri Yaman pada hari Ahad tanggal 5 Safar 1044 Hijriyah bertepatan 30 Juli 1634.
Al-Habib diasuh dan dididik di Kota Tarim ketika beliau berusia umur empat tahun. Beliau pernah terkena penyakit cacar yang mengakibatkan kehilangan penglihatan. Namun, Allah menggantinya dengan mata hati (cahaya ilmu dan pengetahuan serta keyakinan dan kewalian). Beliau memiliki dedikasi dan kegigihan untuk menuntut ilmu dari sejumlah besar para ulama di Yaman.
Imam Al-Haddad memiliki perawakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berwibawa dan tidak pula di wajahnya kesan maupun parut cacar. Wajahnya senantiasa menggembirakan orang lain di dalam majelisnya. Apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya. Begitulah Allah memuliakan salah satu aulinya.
Ketika berkomunikasi dengan orang lain beliau berbicara menurut kadar akal mereka dan memberi hak sesuai dengan tingkat kedudukan masing-masing. Jika didatangi orang lemah atau fakir miskin, beliau melayaninya dengan penuh mulia.
Akhlak yang Mengagumkan
Berikut sepenggal kisah beliau yang mengagumkan diceritakan oleh Al-Habib Ali Zainal Abidin Al-Kaff. Suatu ketika di bulan Dzulhijjah, seorang anak yang sedikit lemah pemikirannya disuruh menajamkan pisau oleh ayahnya.
"Nak, berangkatlah untuk menajamkan pisau ini ke Haddad (tukang pandai besi) untuk menyembelih kurban nanti."
Anak ini pun berfikir dimana dia bisa menemukan Haddad. Dia pun ingat tentang haddad yang sering dibicarakan orang-orang. Dia pun berangkat kesana. Setelah sampai, ketika itu Imam Al-Haddad sedang mengisi pengajian, ditunggulah oleh anak itu. Ketika sudah selesai ditemuilah Imam Haddad oleh anak itu.
"Apakah engkau Kaddad?" tanya anak itu.
"Iya, ada perlu apa engkau datang ke sini, Nak?" jawab seseorang yang dipanggil Haddad tadi.
"Ini ada Salam dari ayahku. Minta ditajamkan pisau ini. Cepat ya. Soalnya mau dibuat menyembelih kurban," ucap sang anak dengan menyerahkan uang bayarnya.
"Oh baiklah. Besok datanglah lagi kemari untuk mengambilnya."
Anak inipun pulang. Sesampainya di rumah ayahnya bertanya,"Mana pisaunya?" "Besok" kata Imam Al-Haddad."
Ayahnya pun heran. Mengapa sampai satu hari, tidak langsung dikerjakan. Namun hal itu tidak ditanyakannya lagi.
Hingga keesokan harinya, setelah anak itu pulang mengambil pisau, ayahnya bertanya, "Mana pisaunya?"
"Ini. Uangnya dikembalikan oleh Haddad. Dia tidak mau dibayar."
Ayahnya pun semakin heran dan bertanya: "Memangnya dimana tempat Haddad itu?" "Jauuh. Di Alhawi sana."
Ayahnya keheranan: "Alhawi? Haddad siapa disana?" "Iya haddad di Alhawi."
"Haddad di Alhawi? Abdullah bin Alwi Al-Haddad ?"
"Iya. Abdullah Al-Haddad."
"Astagfirullah! Itu Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad ulama besar, bukan tukang pandai besi."
Malu bukan main ayah si anak tersebut. Dia pun bergegas menemui Imam Haddad.
"Wahai Imam, maafkanlah anakku. Dia memang sedikit lambat pemikirannya."
Dan apa jawaban beliau? "Tidak apa-apa. Kami malah berterima kasih. Dengan ini kami jadi ikut mengambil bagian dari acara kurban nanti."
Subhanallah, begitulah indahnya akhlak Imam Abdullah Al-Haddad. Beliau benar-benar tawadhu dan tetap berusaha membantu orang lain padahal beliau bukan tukang pandai besi.
Untuk diketahui, yang pertama kali dijuluki Al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu Al-Faqih.
Waliyullah Ahmad Al-Haddad dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Alwi. Imam Abdullah Bin Alwi Al-Haddad (Sohibur Ratib Al-Haddad) merupakan keturunan ke-31 dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad dijuluki sebagai "pandai besi" karena beliau mampu melunakkan hati yang keras seperti besi (hadatul qulub), berkat ketinggian ilmu dan kebijaksanaannya yang luar biasa.
Wallahu A'lam
Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Alawi bin Muhammad binAli Al-Tarimi Al-Haddad Al-Husaini Al-Yamani. Beliau dilahirkan di Subir, sebuah perkampungan pinggiran Kota Tarim di Wadi Hadhramaut, selatan negeri Yaman pada hari Ahad tanggal 5 Safar 1044 Hijriyah bertepatan 30 Juli 1634.
Al-Habib diasuh dan dididik di Kota Tarim ketika beliau berusia umur empat tahun. Beliau pernah terkena penyakit cacar yang mengakibatkan kehilangan penglihatan. Namun, Allah menggantinya dengan mata hati (cahaya ilmu dan pengetahuan serta keyakinan dan kewalian). Beliau memiliki dedikasi dan kegigihan untuk menuntut ilmu dari sejumlah besar para ulama di Yaman.
Imam Al-Haddad memiliki perawakan badan yang tinggi, berdada bidang, tidak terlalu gempal, berkulit putih, sangat berwibawa dan tidak pula di wajahnya kesan maupun parut cacar. Wajahnya senantiasa menggembirakan orang lain di dalam majelisnya. Apabila beliau gembira dan girang, wajahnya bercahaya. Begitulah Allah memuliakan salah satu aulinya.
Ketika berkomunikasi dengan orang lain beliau berbicara menurut kadar akal mereka dan memberi hak sesuai dengan tingkat kedudukan masing-masing. Jika didatangi orang lemah atau fakir miskin, beliau melayaninya dengan penuh mulia.
Akhlak yang Mengagumkan
Berikut sepenggal kisah beliau yang mengagumkan diceritakan oleh Al-Habib Ali Zainal Abidin Al-Kaff. Suatu ketika di bulan Dzulhijjah, seorang anak yang sedikit lemah pemikirannya disuruh menajamkan pisau oleh ayahnya.
"Nak, berangkatlah untuk menajamkan pisau ini ke Haddad (tukang pandai besi) untuk menyembelih kurban nanti."
Anak ini pun berfikir dimana dia bisa menemukan Haddad. Dia pun ingat tentang haddad yang sering dibicarakan orang-orang. Dia pun berangkat kesana. Setelah sampai, ketika itu Imam Al-Haddad sedang mengisi pengajian, ditunggulah oleh anak itu. Ketika sudah selesai ditemuilah Imam Haddad oleh anak itu.
"Apakah engkau Kaddad?" tanya anak itu.
"Iya, ada perlu apa engkau datang ke sini, Nak?" jawab seseorang yang dipanggil Haddad tadi.
"Ini ada Salam dari ayahku. Minta ditajamkan pisau ini. Cepat ya. Soalnya mau dibuat menyembelih kurban," ucap sang anak dengan menyerahkan uang bayarnya.
"Oh baiklah. Besok datanglah lagi kemari untuk mengambilnya."
Anak inipun pulang. Sesampainya di rumah ayahnya bertanya,"Mana pisaunya?" "Besok" kata Imam Al-Haddad."
Ayahnya pun heran. Mengapa sampai satu hari, tidak langsung dikerjakan. Namun hal itu tidak ditanyakannya lagi.
Hingga keesokan harinya, setelah anak itu pulang mengambil pisau, ayahnya bertanya, "Mana pisaunya?"
"Ini. Uangnya dikembalikan oleh Haddad. Dia tidak mau dibayar."
Ayahnya pun semakin heran dan bertanya: "Memangnya dimana tempat Haddad itu?" "Jauuh. Di Alhawi sana."
Ayahnya keheranan: "Alhawi? Haddad siapa disana?" "Iya haddad di Alhawi."
"Haddad di Alhawi? Abdullah bin Alwi Al-Haddad ?"
"Iya. Abdullah Al-Haddad."
"Astagfirullah! Itu Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad ulama besar, bukan tukang pandai besi."
Malu bukan main ayah si anak tersebut. Dia pun bergegas menemui Imam Haddad.
"Wahai Imam, maafkanlah anakku. Dia memang sedikit lambat pemikirannya."
Dan apa jawaban beliau? "Tidak apa-apa. Kami malah berterima kasih. Dengan ini kami jadi ikut mengambil bagian dari acara kurban nanti."
Subhanallah, begitulah indahnya akhlak Imam Abdullah Al-Haddad. Beliau benar-benar tawadhu dan tetap berusaha membantu orang lain padahal beliau bukan tukang pandai besi.
Untuk diketahui, yang pertama kali dijuluki Al-Haddad ialah waliyullah Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu Al-Faqih.
Waliyullah Ahmad Al-Haddad dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Alwi. Imam Abdullah Bin Alwi Al-Haddad (Sohibur Ratib Al-Haddad) merupakan keturunan ke-31 dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad dijuluki sebagai "pandai besi" karena beliau mampu melunakkan hati yang keras seperti besi (hadatul qulub), berkat ketinggian ilmu dan kebijaksanaannya yang luar biasa.
Wallahu A'lam
(rhs)