Hukum Merayakan Isra Mikraj, Jangan Sampai Gagal Paham

Senin, 08 Maret 2021 - 16:27 WIB
loading...
Hukum Merayakan Isra Mikraj, Jangan Sampai Gagal Paham
Di Indonesia, Isra Mikraj diperingati setiap tahun dan menjadi salah satu hari libur nasional PBHI (peringatan Hari Besar Islam). Foto/dok SINDOnews
A A A
Isra Mikraj 27 Rajab tahun ini jatuh pada Kamis (11/3/2021). Isra Mikraj adalah kejadian luar biasa atau mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang di dalamnya terdapat hikmah dan pelajaran berharga.

Di Indonesia, Isra Mikraj ini diperingati setiap tahun dan menjadi salah satu hari libur nasional PBHI (peringatan Hari Besar Islam). Bagaimana hukum merayakan Isra Mikraj?

Baca Juga: Isra' Mikraj dan Kisah Nabi Melewati 7 Lapis Langit

Ustaz Farid Nu'man Hasan (Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia) mengatakan bahwa hal ini sering diperselisihkan para ulama. Perbedaan pendapat dalam hal ini sudah lama karena memang mustahil menghilangkan perbedaan pendapat fiqih. Bahkan perbedaan pendapat sudah terjadi sejak masa sahabat Nabi, di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Pihak yang Melarang
Di antaranya para ulama Arab Saudi dan pengikutnya di dunia. Termasuk para ulama di Asy-Syabakah Al-Islamiyyah, yang diketuai oleh Syekh Abdullah Al-Faqih hafizahullah. Mereka beralasan, bahwa hal ini tidak ada dasarnya dalam Islam. Jika memang baik niscaya umat terbaik sudah mencontohkannya.

Mereka mengatakan: "Sesungguhnya acara maulid yang dilaksanakan pada malam Isra Mi'raj adalah bid'ah, dan bukan berasal dari agama Islam yang mana Allah Ta'ala utus Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengannya. Hal ini karena beberapa alasan, pertama, Nabi dan para sahabatnya yang mulia, serta para imam Islam, tidak pernah membuat acara pada malam Isra dan Mi'raj.

Jika memang memperingatinya adalah hal yang disyariatkan niscaya mereka akan lebih dahulu melakukannya dibanding kita, karena mereka generasi yang paling bersemangat dibanding kita dalam melakukan kebaikan dan mengejar pahala yang besar. (Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 38815)

Pihak yang Membolehkan
Pihak yang membolehkan seperti Darul Ifta' al Mishriyyah, termasuk para ulama di Indonesia umumnya. Alasannya hal-hal baru yang sejalan dengan ajaran Islam itu tidak terlarang. Bukan termasuk bid'ah yang tercela. Betapa sering para sahabat nabi melalukan hal-hal atas inisiatif mereka namun tidak ada yang mengingkarinya.

Mereka memfatwakan:

فإن الاحتفال بهذه الذكرى في شهر رجب جائزٌ شرعًا ولا شيء فيه ما دام لم يشتمل على محرمٍ، بل على قرآن وذكر وتذكير؛ وذلك لعدم ورود النهي.
فإن قيل: إن هذا أمر مُحدَثٌ، وقد قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ».. [رواه مسلم]، قلنا: نعم، ولكن من أحدث فيه ما هو منه فليس بردٍّ، بل هو حسن مقبول؛ فهذا سيدنا بلال رضي الله تعالى عنه وأرضاه لم يتوضأ وضوءًا إلا وصلَّى بعده ركعتين، وهذا صحابي جليل يقول بعد الرفع من الركوع: ربنا ولك الحمد حمدًا كثيرًا طيبًا مباركًا فيه، وعلِم النبي صلى الله عليه وآله وسلم بذلك وسمعه؛ فبشَّرهما، بالرغم من أن الشرع لم يأمر بخصوص ذلك.وتلاوة القرآن الكريم وذكر الله تعالى من الدين، وإيقاع هذه الأمور في أيِّ وقت من الأوقات ليس هناك ما يمنعه، فالأمر في ذلك على السعة.

"Sesungguhnya peringatan ini ( Isra Mikraj ) di bulan Rajab, adalah boleh secara syar'i. Hal itu tidak apa-apa selama tidak terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan, tetapi di atas Al-Qur'an, dzikir, dan peringatan. Hal ini tidak ada dalil tentang larangannya.

Jika ada yang bilang: "Ini perkara baru, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan: "Siapa pun yang menciptakan hal baru dalam urusan agama ini, maka tertolak." (HR Muslim)."

Kami katakan: "Ya, tetapi apa-apa yang baru tapi ada dasarnya maka bukan termasuk yang tertolak, bahkan itu hal yang baik dan bisa diterima. Inilah Sayyidina Bilal radhiallahu 'anhu, beliau tidaklah berwudhu melainkan setelahnya sholat dua rakaat. Seorang sahabat yang mulia, membaca setelah bangkit dari ruku: "Rabbana wa lakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiih", dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar hal itu, justru Rasulullah memberikan kabar gembira kepada keduanya, meskipun secara khusus syariat tidak memerintahkan hal itu.

Al-Qur'an dan zikrullah termasuk bagian dari agama. Maka, Mewujudkan hal ini di waktu kapan pun tidak ada hal yang melarangnya, maka dalam hal ini kita harus berlapang dada.

Bagaimana Sikap Kita
Ustaz Farid Nu'man Hasan mengatakan, silakan pilih mana yang paling kuat, dengan timbangan ilmu, namun jangan inkari yang lain, dan jangan rusak persaudaraan. Apalagi sampai dituduh beda aqidah, beda manhaj. Sikapilah seorang muslim tetap muslim, walau dia berbeda dengan yang lainnya beberapa atau banyak masalah fiqih atau cabang.

Teladani Para Salaf Saat Berselisih Pendapat
Imam Yahya bin Sa'id Al-Qaththan rahimahullah berkata: "Para ahli fatwa sering berbeda fatwanya, yang satu menghalalkan yang ini dan yang lain justru mengharamkannya. Tapi, mufti yang mengharamkan tidaklah menganggap yang menghalalkan itu binasa karena penghalalannya itu. Mufti yang menghalalkan pun tidak menganggap yang mengharamkan telah binasa karena fatwa pengharamannya itu. (Imam Ibnu Abdil Bar, Jami' Bayanil 'Ilmi wa Fadhlih, 2/161)

Ada nasihat yang bagus sebagai berikut: "Bukanlah aib dan cela manakala kita berbeda pendapat. Tetapi yang aib dan cela adalah sikap fanatik (ta’ashub) dengan satu pendapat saja dan membatasi ruang lingkup berpikir manusia. Menyikapi khilafiyah dengan cara seperti inilah (toleran) yang akan menghimpun hati yang bercerai berai kepada satu pemikiran. Cukuplah manusia itu terhimpun atas sesuatu yang menjadikan seorang muslim adalah muslim, seperti yang dikatakan oleh Zaid radhiyallahu 'anhu. (Majmu'ah Ar-Rasail, Mu’tamar Khamis, hal. 187)



Wallahu A'lam
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3387 seconds (0.1#10.140)