Surat Yasin Ayat 23-25: Akhir Indah, Pemuda Mukmin

Jum'at, 26 November 2021 - 10:32 WIB
loading...
Surat Yasin Ayat 23-25: Akhir Indah, Pemuda Mukmin
Sura Yasin aya 23-25 menceritakan tentang akhir kisah indah seorang pemuda mukmin yang kukuh dengan keimanan dan tidak membeci kaumnya. (Foto/Ilustrasi : Dok. SINDOnews)
A A A
Surat Yasin ayat 23 -25 menjadi argumen untuk membantah kaum yang menyembah mahkluk-makhluk yang dekat dengan Allah SWT, seperti malaikat, jin, dan orang-orang suci dengan harapan bahwa melalui perantara makhluk-makhluk itu, mereka bisa meraih kebajikan atau menangkis kemudharatan.

Selain itu, ayat ini menceritakan tentang akhir kisah indah seorang pemuda mukmin yang kukuh dengan keimanan dan tidak membeci kaumnya.



Allah SWT berfirman:

ءَاَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِهٖٓ اٰلِهَةً اِنْ يُّرِدْنِ الرَّحْمٰنُ بِضُرٍّ لَّا تُغْنِ عَنِّيْ شَفَاعَتُهُمْ شَيْـًٔا وَّلَا يُنْقِذُوْنِۚ
اِنِّيْٓ اِذًا لَّفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
اِنِّيْٓ اٰمَنْتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُوْنِۗ


Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku dan mereka (juga) tidak dapat menyelamatkanku.

Sesungguhnya jika aku (berbuat) begitu, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata.

Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)-ku.” ( QS Yasin : 23-25 )

Laman Tafsir Al-Quran menyatakan secara umum, ayat ini mengisahkan ucapan pemuda mukmin yang disebutnya sebagai Habib an-Najjar. Ia beriman kepada Allah SWT dan juga kepada para utusan, tujuannya hanyalah untuk meyakinkan kaumnya agar percaya dan beriman kepada Allah SWT.

Menurut Wahbah Zuhaili, dalam tafsir Al-Munir, kata ءَاَتَّخِذً adalah kata istifham yang menunjukkan keingkaran, kecaman, dan keengganan. Konteks ayat ini menegaskan pernyataan Habib yang berbicara dengan kaumnya;

“Aku tidak akan pernah menjadikan Tuhan selain Allah SWT apalagi sampai menyembahnya. Bagaimana mungkin aku melepas kehambahaanku dari Dzat yang berhak untukku sembah? Padahal, Dia-lah yang telah menciptakanku dan menjadikan fitrah kesucian (menyembah-Nya dari yang lain)."

"Sungguh itu tidaklah layak. Seandainya Dia (yang Maha Rahman) menghendaki kepadaku musibah, maka berhala-berhala itu tidak akan bisa menolongku. Karena sembahan itu tidak bekuasa atas sesuatu, tidak pula bisa memberi mudharat atau manfaat.”

Mengutip pendapat Thaba’thaba’i, ayat ini juga menjadi argumen untuk membantah kaum yang menyembah mahkluk-makhluk yang dekat dengan Allah SWT seperti malaikat, jin, dan orang-orang suci dengan harapan bahwa melalui perantara makhluk-makhluk itu, mereka bisa meraih kebajikan atau menangkis kemudharatan. Kalaupun bisa memberi manfaat, maka itu adalah anugerah dari Allah SWT. Thaba’thba’i mengutip potongan QS Yunus: 3 :

مَا مِنْ شَفِيْعٍ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ اِذْنِهٖۗ


Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali setelah ada izin-Nya.



Selanjutnya, Habib berkata, jikalau ia menyembah kepada selain Allah SWT maka ia telah melakukan kesesatan yang nyata (fi dhalal al-mubin), seperti yang dilakukan oleh kaumnya.

Zuhaili menilai kata ini sebagai penegasan bahwa ia tidak ragu kepada Tuhan yang diimani oleh para utusan itu.

Ayat ke-25 menjelaskan ucapan lugas pemuda itu dalam mengimani Tuhan yang disembah oleh para utusan.

Menurut Ibnu Katsir kata fasma’un dalam ayat tersebut ditujukan kepada ketiga utusan, bukan kepada kaum Antokiah. Ini merujuk pada kata birabbikum, yang menurut Thaba’tabai tidak wajar apabila ditujukan kepada kaum Antokiah, karena mereka tidak memercayai/mengimani ketuhanan Allah SWT.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4981 seconds (0.1#10.140)