Nabi Joshua, Pengganti Nabi Musa yang Merebut Baitul Maqdis
loading...
A
A
A
Nabi Yusya' AS atau Joshua (dalam Bahasa Inggris), atau Yehoshu (Bahasa Ibrani), atau Isho (Bahasa Aramaic) adalah nabi yang ditunjuk langsung Nabi Musa sebagai penggantinya. Dialah yang membawa Bani Israil memasuki Baitul Maqdis .
Nama Yusya' tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur'an. Namun, beliaulah yang mendampingi Nabi Musa AS ketika keduanya berjalan hingga bertemu dengan Nabi Khidir seperti yang tertuang dalam sebuah ayat di Surah Al-Kahfi:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." ( QS Al-Kahfi : 60)
Kalangan mufassir termasuk Ibnu Katsir menjelaskan bahwa murid Nabi Musa yang disebut dalam Al-Quran tersebut adalah Yusya' ibnu Nun.
Selanjutnya nama Yusya' juga disebut Al-Quran dalam surat Al-Maidah ayat 23. Allah SWT berfirman:
“Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, ‘Serbulah mereka melalui pintu gerbang itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” ( QS Al-Ma’idah : 23)
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa dua orang laki-laki di antara mereka tersebut adalah Yusya' dan Kalib. Ibnu Katsir juga mengatakan kedua orang tersebut menurut suatu pendapat bernama Yusya’ ibnu Nun dan Kalib ibnu Yufana. Demikian menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Tokoh Sentral
Di sisi lain, Nabi Yusya' disebut sebagai tokoh sentral di Kitab Yosua, Alkitab Perjanjian Lama. Dalam keterangan lain, seperti yang tercantum di Kitab Keluaran (Exodus), Bilangan dan Kitab Yosua, ia disebut sebagai abdi dan murid dari Nabi Musa yang menjadi pemimpin Bani Israil menggantikan Nabi Musa.
Nabi Musa dianugerahi mukjizat besar ketika membawa kaumnya keluar dari negeri Firaun di Mesir dalam sebuah pelarian yang spektakuler. Kala itu, dibentangkanlah jalan kering yang membelah Laut Merah dengan izin-Nya.
Namun, selepas peristiwa itu, kaum Bani Israil ternyata masih terikat dengan hawa nafsu, keadaan yang nyaman dan kemewahan negeri Mesir yang dulu — sehingga mereka lalu menyembah patung sapi emas yang dibuat dari leburan barang-barang berharga yang sempat mereka bawa selama pelarian.
Lama waktu berselang, Bani Israil kembali menentang perintah nabinya sendiri untuk berperang dan memasuki Yerusalem, tanah yang dijanjikan kepada mereka. Mereka berdalih bahwa kota itu dikelilingi oleh benteng yang sangat tebal dan kokoh, serta dijaga oleh sosok bangsa berperawakan besar. Rasa takut, yang bersumber dari kecintaan akan dunia ini, membuat Bani Israil enggan untuk berjihad di Jalan Allah.
Nabi Musa menyadari bahwa selama hati kaumnya masih tertawan pada kecintaan hidup di dunia, tidak akan mungkin bisa menduduki Yerusalem.
Hal serupa pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW tatkala Beliau menerangkan mengapa Bani Israil tertunda memasuki Baitul Maqdis. Rasulullah bersabda, "Tidak akan ada seorang pun penyembah berhala yang bisa memasuki Baitul Maqdis (Yerusalem)."
Karena keengganan mereka untuk berjihad ini, Bani Israil terhukum dengan melewati hidup terkatung-katung di padang gurun selama 40 tahun lamanya. Rentang 40 tahun ini menjadi rentang masa yang cukup untuk melahirkan sebuah generasi baru Bani Israil.
Menjelang akhir hayatnya, Nabi Musa menyadari bahwa saat-saat yang ditunggu telah tiba bagi kaumnya untuk memasuki tanah yang dijanjikan, meskipun tanpa kehadiran dirinya. Melalui bimbingan Allah SWT, Nabi Musa pun mempersiapkan Yusya' bin Nun, sebagai pemimpin Bani Israil menggantikan dirinya.
Ibnu Jarir mengutip Muhammad bin Ishaq, dalam Tarikhnya, menjelaskan kenabian itu diserahkan oleh Musa kepada Yusya’ pada akhir hayatnya. Kala itu, Musa menemui Yusya’ dan menanyakan kepadanya berbagai perintah dan larangan yang disampaikan Allah kepadanya (Musa).
Hingga akhirnya Yusya’ menjawab, ”Wahai Kalimullah (orang yang diajak berbicara langsung oleh Allah-ed), sesunguhnya aku tidak bertanya tentang apa yang diwahyukan Allah kepadamu sehingga engkau sendiri yang yang memberitahukannya kepadaku.”
Nabi Musa meninggal dunia sebelum berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Oleh karena itu, beliau menunjuk Yusya’ bin Nun sebagai pemimpin Bani Israil untuk melanjutkan visinya menaklukkan Baitul Maqdis.
Begitu Nabi Yusya’ bin Nun menjadi pemimpin, ia segera mengatur rencana untuk menembus Benteng Yerikho.
Ia kemudian mengirim dua orang pengintai untuk mengamati wilayah kota itu. Hampir saja kedua pengintai itu tertangkap oleh pasukan Yerikho jika tidak diselamatkan oleh seorang wanita tuna susila bernama Rahab.
Dari wanita ini pulalah diketahui bahwa penduduk Kota Yerikho sebenarnya lebih takut kepada kaum Bani Israil yang mereka anggap memiliki kesaktian atau kekuatan gaib lantaran dukungan dari Yang Maha Kuasa. Rahab, sang wanita itu, mengatakan, "Kengerian menghinggapi kami karena Tuhan telah mengeringkan Laut Merah bagi kalian. Ketika kami mendengarnya, ciutlah hati kami dan jatuhlah semangat tiap-tiap orang dari kami, sebab Tuhan kalian adalah Penguasa langit dan bumi."
Kemudian saat yang lama dinantikan itu pun tiba, Nabi Yusya' a.s. mempersiapkan kaumnya untuk berangkat menjelang takdir penaklukan Yerusalem. Rasulullah SAW pernah menjelaskan ihwal persiapan perang suci ini di dalam sebuah hadits:
Salah satu dari nabi telah melakukan perang suci. Ia berkata kepada kaumnya: 'Barangsiapa yang telah menikahi seorang perempuan dan berkehendak untuk bercampur dengannya namun belum terlaksana; lalu mereka yang sedang membangun rumah namun belum menegakkan atap rumahnya; juga mereka yang telah membeli kambing-kambing dan unta-unta yang hamil dan menunggu kelahirannya, mereka itu tidak akan ikut (untuk berperang) bersamaku.' — HR. Muslim 19/4327
Nabi Yusya' mempersyaratkan bahwa mereka yang ikut berperang bersamanya adalah mereka yang tidak tertawan hatinya kepada pernak-pernik dunia. Karena bukanlah jumlah prajurit yang dicari, melainkan keikhlasan dalam melaksanakan perang suci ini.
Ia berkata kepada kaumnya, "Sucikan dan teguhkanlah niatmu, sebab besok Tuhanmu akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu."
Nabi Yusya' berkata kepada para imam, "Bawa dan usung Tabut Perjanjian, berjalanlah kalian di depan."
Mengusung Tabut adalah simbol bahwasanya perjuangan ini adalah perintah-Nya dan hanya dapat dilakukan dengan kekuatan-Nya semata, bukan oleh kekuatan sendiri.
Sementara itu, Allah SWT telah mempersiapkan sebuah mukjizat yang tak disangka-sangka. Sesampai di tepi Sungai Yordan, tatkala para imam mulai mencelupkan kakinya ke dalam air untuk menyeberang, tiba-tiba aliran sungai terhenti dan terbukalah jalan kering melintasi sungai di depan mereka, persis seperti tatkala Allah SWT menyiapkan jalan kering bagi Musa dan pengikutnya membelah Laut Merah.
Pasukan Bani Israil pun menyeberangi sungai yang lebar dan dalam itu, tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Berita tentang kedatangan pasukan Bani Israil kian santer menyebar ke seluruh negeri. Mereka ketakutan.
Gerbang Yerikho yang besar dan kokoh itu pun ditutup rapat-rapat, tak seorang pun dapat keluar atau masuk.
Dalam Kitab Yosua dikisahkan bagaimana Nabi Yusya' dijanjikan kemenangan dan menerima petunjuk agar memerintahkan semua orang berjalan mengelilingi benteng kota itu selama enam hari, sementara para imam ditugaskan meniup trompet sangkakala yang terbuat dari tanduk domba. Di hari ketujuh, dinding benteng raksasa itu runtuh dan para prajurit Nabi Yusya' merangsek masuk ke dalam kota.
Syaikh Umar Sulaiman Al-Asyqor (Guru Besar Universitas Islam Yordania) dalam kitabnya "Kisah-kisah Shahih Seputar Para Nabi dan Rasul" menyampaikan hadits Rasulullah SAW, tatkala Nabi Yusya' menembus Benteng Yerikho, matahari sempat dibuat berhenti beredar oleh Allah SWT. Hari itu, yakni Hari Jumat, berlangsung lebih lama dari yang semestinya.
Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada Nabi Yusya' beserta kaumnya menyelesaikan amanahnya, karena keesokan harinya sudah masuk Hari Sabat (Sabtu) di mana di hari itu, sesuai syariat yang diturunkan melalui Nabi Musa, Bani Israil diperintahkan untuk berhenti beraktivitas.
Maka ia (Yusya') berangkat hingga mendekati kota kira-kira pada waktu Ashar. Ia kemudian berkata kepada matahari, 'Hai matahari, engkau tengah menjalankan tugasmu dan aku pun sedang menjalankan tugas dari Allah. Maka, wahai Tuhanku, hentikanlah matahari!' Dan matahari pun berhenti sejenak hingga Allah mengaruniakan kemenangan kepadanya." — HR Muslim 19/4327
Pada hari ketujuh, setelah tembok Yorikho runtuh, Nabi Yusya' dan pasukannya menyerbu masuk ke dalam kota, dan membumihanguskan seluruh isi kota tanpa tersisa, kecuali rumah yang dihuni oleh Rahab dan keluarganya.
Baca juga: Ini Doa Raja Bani Israil Uzia sehingga Allah Menunda Ajalnya
Nama Yusya' tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Qur'an. Namun, beliaulah yang mendampingi Nabi Musa AS ketika keduanya berjalan hingga bertemu dengan Nabi Khidir seperti yang tertuang dalam sebuah ayat di Surah Al-Kahfi:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَىهُ لَآ أَبْرَحُ حَتَّىٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ ٱلْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِىَ حُقُبًا
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." ( QS Al-Kahfi : 60)
Kalangan mufassir termasuk Ibnu Katsir menjelaskan bahwa murid Nabi Musa yang disebut dalam Al-Quran tersebut adalah Yusya' ibnu Nun.
Selanjutnya nama Yusya' juga disebut Al-Quran dalam surat Al-Maidah ayat 23. Allah SWT berfirman:
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, ‘Serbulah mereka melalui pintu gerbang itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” ( QS Al-Ma’idah : 23)
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan bahwa dua orang laki-laki di antara mereka tersebut adalah Yusya' dan Kalib. Ibnu Katsir juga mengatakan kedua orang tersebut menurut suatu pendapat bernama Yusya’ ibnu Nun dan Kalib ibnu Yufana. Demikian menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf.
Tokoh Sentral
Di sisi lain, Nabi Yusya' disebut sebagai tokoh sentral di Kitab Yosua, Alkitab Perjanjian Lama. Dalam keterangan lain, seperti yang tercantum di Kitab Keluaran (Exodus), Bilangan dan Kitab Yosua, ia disebut sebagai abdi dan murid dari Nabi Musa yang menjadi pemimpin Bani Israil menggantikan Nabi Musa.
Nabi Musa dianugerahi mukjizat besar ketika membawa kaumnya keluar dari negeri Firaun di Mesir dalam sebuah pelarian yang spektakuler. Kala itu, dibentangkanlah jalan kering yang membelah Laut Merah dengan izin-Nya.
Namun, selepas peristiwa itu, kaum Bani Israil ternyata masih terikat dengan hawa nafsu, keadaan yang nyaman dan kemewahan negeri Mesir yang dulu — sehingga mereka lalu menyembah patung sapi emas yang dibuat dari leburan barang-barang berharga yang sempat mereka bawa selama pelarian.
Lama waktu berselang, Bani Israil kembali menentang perintah nabinya sendiri untuk berperang dan memasuki Yerusalem, tanah yang dijanjikan kepada mereka. Mereka berdalih bahwa kota itu dikelilingi oleh benteng yang sangat tebal dan kokoh, serta dijaga oleh sosok bangsa berperawakan besar. Rasa takut, yang bersumber dari kecintaan akan dunia ini, membuat Bani Israil enggan untuk berjihad di Jalan Allah.
Nabi Musa menyadari bahwa selama hati kaumnya masih tertawan pada kecintaan hidup di dunia, tidak akan mungkin bisa menduduki Yerusalem.
Hal serupa pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW tatkala Beliau menerangkan mengapa Bani Israil tertunda memasuki Baitul Maqdis. Rasulullah bersabda, "Tidak akan ada seorang pun penyembah berhala yang bisa memasuki Baitul Maqdis (Yerusalem)."
Karena keengganan mereka untuk berjihad ini, Bani Israil terhukum dengan melewati hidup terkatung-katung di padang gurun selama 40 tahun lamanya. Rentang 40 tahun ini menjadi rentang masa yang cukup untuk melahirkan sebuah generasi baru Bani Israil.
Menjelang akhir hayatnya, Nabi Musa menyadari bahwa saat-saat yang ditunggu telah tiba bagi kaumnya untuk memasuki tanah yang dijanjikan, meskipun tanpa kehadiran dirinya. Melalui bimbingan Allah SWT, Nabi Musa pun mempersiapkan Yusya' bin Nun, sebagai pemimpin Bani Israil menggantikan dirinya.
Ibnu Jarir mengutip Muhammad bin Ishaq, dalam Tarikhnya, menjelaskan kenabian itu diserahkan oleh Musa kepada Yusya’ pada akhir hayatnya. Kala itu, Musa menemui Yusya’ dan menanyakan kepadanya berbagai perintah dan larangan yang disampaikan Allah kepadanya (Musa).
Hingga akhirnya Yusya’ menjawab, ”Wahai Kalimullah (orang yang diajak berbicara langsung oleh Allah-ed), sesunguhnya aku tidak bertanya tentang apa yang diwahyukan Allah kepadamu sehingga engkau sendiri yang yang memberitahukannya kepadaku.”
Nabi Musa meninggal dunia sebelum berhasil membebaskan Baitul Maqdis. Oleh karena itu, beliau menunjuk Yusya’ bin Nun sebagai pemimpin Bani Israil untuk melanjutkan visinya menaklukkan Baitul Maqdis.
Begitu Nabi Yusya’ bin Nun menjadi pemimpin, ia segera mengatur rencana untuk menembus Benteng Yerikho.
Ia kemudian mengirim dua orang pengintai untuk mengamati wilayah kota itu. Hampir saja kedua pengintai itu tertangkap oleh pasukan Yerikho jika tidak diselamatkan oleh seorang wanita tuna susila bernama Rahab.
Dari wanita ini pulalah diketahui bahwa penduduk Kota Yerikho sebenarnya lebih takut kepada kaum Bani Israil yang mereka anggap memiliki kesaktian atau kekuatan gaib lantaran dukungan dari Yang Maha Kuasa. Rahab, sang wanita itu, mengatakan, "Kengerian menghinggapi kami karena Tuhan telah mengeringkan Laut Merah bagi kalian. Ketika kami mendengarnya, ciutlah hati kami dan jatuhlah semangat tiap-tiap orang dari kami, sebab Tuhan kalian adalah Penguasa langit dan bumi."
Kemudian saat yang lama dinantikan itu pun tiba, Nabi Yusya' a.s. mempersiapkan kaumnya untuk berangkat menjelang takdir penaklukan Yerusalem. Rasulullah SAW pernah menjelaskan ihwal persiapan perang suci ini di dalam sebuah hadits:
Salah satu dari nabi telah melakukan perang suci. Ia berkata kepada kaumnya: 'Barangsiapa yang telah menikahi seorang perempuan dan berkehendak untuk bercampur dengannya namun belum terlaksana; lalu mereka yang sedang membangun rumah namun belum menegakkan atap rumahnya; juga mereka yang telah membeli kambing-kambing dan unta-unta yang hamil dan menunggu kelahirannya, mereka itu tidak akan ikut (untuk berperang) bersamaku.' — HR. Muslim 19/4327
Nabi Yusya' mempersyaratkan bahwa mereka yang ikut berperang bersamanya adalah mereka yang tidak tertawan hatinya kepada pernak-pernik dunia. Karena bukanlah jumlah prajurit yang dicari, melainkan keikhlasan dalam melaksanakan perang suci ini.
Ia berkata kepada kaumnya, "Sucikan dan teguhkanlah niatmu, sebab besok Tuhanmu akan melakukan perbuatan yang ajaib di antara kamu."
Nabi Yusya' berkata kepada para imam, "Bawa dan usung Tabut Perjanjian, berjalanlah kalian di depan."
Mengusung Tabut adalah simbol bahwasanya perjuangan ini adalah perintah-Nya dan hanya dapat dilakukan dengan kekuatan-Nya semata, bukan oleh kekuatan sendiri.
Sementara itu, Allah SWT telah mempersiapkan sebuah mukjizat yang tak disangka-sangka. Sesampai di tepi Sungai Yordan, tatkala para imam mulai mencelupkan kakinya ke dalam air untuk menyeberang, tiba-tiba aliran sungai terhenti dan terbukalah jalan kering melintasi sungai di depan mereka, persis seperti tatkala Allah SWT menyiapkan jalan kering bagi Musa dan pengikutnya membelah Laut Merah.
Pasukan Bani Israil pun menyeberangi sungai yang lebar dan dalam itu, tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Berita tentang kedatangan pasukan Bani Israil kian santer menyebar ke seluruh negeri. Mereka ketakutan.
Gerbang Yerikho yang besar dan kokoh itu pun ditutup rapat-rapat, tak seorang pun dapat keluar atau masuk.
Dalam Kitab Yosua dikisahkan bagaimana Nabi Yusya' dijanjikan kemenangan dan menerima petunjuk agar memerintahkan semua orang berjalan mengelilingi benteng kota itu selama enam hari, sementara para imam ditugaskan meniup trompet sangkakala yang terbuat dari tanduk domba. Di hari ketujuh, dinding benteng raksasa itu runtuh dan para prajurit Nabi Yusya' merangsek masuk ke dalam kota.
Syaikh Umar Sulaiman Al-Asyqor (Guru Besar Universitas Islam Yordania) dalam kitabnya "Kisah-kisah Shahih Seputar Para Nabi dan Rasul" menyampaikan hadits Rasulullah SAW, tatkala Nabi Yusya' menembus Benteng Yerikho, matahari sempat dibuat berhenti beredar oleh Allah SWT. Hari itu, yakni Hari Jumat, berlangsung lebih lama dari yang semestinya.
Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada Nabi Yusya' beserta kaumnya menyelesaikan amanahnya, karena keesokan harinya sudah masuk Hari Sabat (Sabtu) di mana di hari itu, sesuai syariat yang diturunkan melalui Nabi Musa, Bani Israil diperintahkan untuk berhenti beraktivitas.
Maka ia (Yusya') berangkat hingga mendekati kota kira-kira pada waktu Ashar. Ia kemudian berkata kepada matahari, 'Hai matahari, engkau tengah menjalankan tugasmu dan aku pun sedang menjalankan tugas dari Allah. Maka, wahai Tuhanku, hentikanlah matahari!' Dan matahari pun berhenti sejenak hingga Allah mengaruniakan kemenangan kepadanya." — HR Muslim 19/4327
Pada hari ketujuh, setelah tembok Yorikho runtuh, Nabi Yusya' dan pasukannya menyerbu masuk ke dalam kota, dan membumihanguskan seluruh isi kota tanpa tersisa, kecuali rumah yang dihuni oleh Rahab dan keluarganya.
Baca juga: Ini Doa Raja Bani Israil Uzia sehingga Allah Menunda Ajalnya
(mhy)