Kisah Hikmah: Jodoh dan Alat Pemintal Rithah Al-Hamqa
loading...
A
A
A
Jodoh adalah rahasia Illahi, tak ada seorang pun yang bisa mengethui dan menentukannya. Namun, menyikapi datang jodoh bergantung pada ikhtiar dan doa-doa kita sendiri. Tentang menunggu jodoh ini, ada kisah yang syarat dengan hikmah . Meski terjadi di era sebelum Islam datang, namun kisah ini bisa menjadi cermin terutama bagi kalangan muslimah/
Kisahnya tentang seorang wanita kaya raya namun hidupnya sangat kesepian. Dialah Rithah Al Hamqa, wanita Arab dari Bani Makhzum. Hari-harinya dilanda kesedihan karena jodoh nya tak kunjung tiba. Padahal Rithah merupakan perempuan yang cukup jelita lagi banyak harta. Namun tetap saja tak ada pria yang bersedia meminangnya.
Dinukil dari “Kisah-kisah Al-Qur'an: Pelajaran dari Orang-orang Dahulu” karya Shalah A. Fattah Al-Khalidy, dikisahkan bahwa Rithah selalu dilanda kesedihan sepanjang hidupnya, karena jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal Rithah merupakan perempuan yang cukup jelita lagi banyak harta . Namun tetap saja tak ada pria yang bersedia meminangnya
Saat orang tuanya masih hidup, keduanya selalu mencari pasangan untuk Rithah. Ayahnya selalu mendatangi berhala dan meminta seorang mantu. Namun berhala yang hanya sebongkah batu berbentuk itu tentu tak bisa mengabulkannya. Ibunya sering pergi ke ahli nujum ingin melihat masa depan anaknya. Namun Ahli nujum tentu hanya bisa berdusta bahwa Rithah akan mendapat jodoh dalam waktu dekat.
Tahun demi tahun berlalu dengan amat sangat lambat dalam hidup Rithah. Musim demi musim dijalaninya dengan penantian yang tak berujung. Hingga orang tuanya meninggal, Rithah belum juga mendapat pasangan. Kini satu-satunya yang Rithah miliki hanyalah harta warisan . Tak ada yang bisa menyibukkan hari-hari Rithah. Hartanya terlalu banyak hingga membuatnya tak perlu bekerja. Ia pun tak punya sahabat untuk dikunjungi. Setiap hari yang ia lakukan hanyalah menunggu seorang pria mengetuk pintu rumahnya. Namun ratusan bahkan ribuan hari berlalu, penungguan itu tetap sia belaka. Hingga usia Rithah pun tak lagi muda.
Setelah menjadi perawan tua, Rithah tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah kabar. Seorang kerabatnya dari Bani Tamim akan berkunjung. Bukan kunjungan biasa, sang kerabat membawa serta seorang pria muda bernama Sukhr yang akan melamar Rithah. Betapa girang hati Rithah. Penantian panjangnya kini berbuah, kesendiriannya akan berakhir sudah. Rithah pun menikah dengan Sukhr dan menjadi perempuan paling bahagia.
Namun kebahagiaan Rithah hanya sekedipan mata. Suaminya menghilang bak di telan bumi. Sukhr kabur membawa harta yang sangat banyak milik Rithah. Suami muda itu pun dicarinya. Namun ternyata Sukhr telah diusir dari kampungnya karena berbuat jahat bersama sekumpulan pemuda.
Rithah tak masalah jika suaminya seorang penjahat, asalkan ia tak hidup seorang diri. Ia pun mencari dan terus mencari. Setelah sekian lama mencari, ia pun bertemu dengan Sukhr. Namun betapa menyakitkan hati, ternyata Sukhr justru menolak dengan alasan Rithah terlalu tua untuk dirinya. Si pemuda jahat mengaku menikahi Rithah hanya karena ingin mengambil hartanya.
Betapa hancur hati Rithah. Ia pulang ke rumahnya untuk kembali menjadi seorang wanita yang kesepian. Hari demi hari berlalu, Rithah menyendiri di rumahnya yang megah dengan harta yang tak kunjung habis meski sudah dicuri oleh suaminya. Setiap hari ia hanya bisa meratapi jalan hidupnya. Ia menangis siang dan malam tanpa henti.
Hingga suatu hari, Rithah memegang alat pintal milik ibunda. Ia kemudian memintal benang dengan alat tersebut. Keesokan harinya, Rithah nampak tak lagi berduka. Ia pergi ke pasar membeli banyak benang dan memanggil beberapa gadis ke rumahnya untuk memintal benang bersama. Para gadis dibayarnya sekian dirham untuk memintal benang di rumahnya. Demikian hari demi hari para gadis bekerja memintal benang untuk Rithah. Mereka selalu datang ke rumah Rithah dan menemaninya.
Namun siapa sangka, ternyata setiap malam, Rithah selalu mengurai benang yang telah dipintal kencang. Hasil pintalan itu tak pernah ia jual ataupun ia kenakan pribadi. Keesokan harinya, ia bersama para gadis memintalnya kembali. Namun malam hari Rithah akan menguraikan benang itu lagi dan lagi. Demikianlah aktivitas Rithah sehari-hari. Ia telah kehilangan akalnya. Kedukaan dan kesepiannya membuat Rithah menjadi wanita bodoh lagi gila. Ia pun kemudian dikenal sebagai Rithah Al Hamqa yang berarti si bodoh Rithah.
Keshahihan kisah Rithah masih diperdebatkan para ahli tafsir. Mereka berbeda pendapat mengenai kisah wanita pemintal benang yang disebut dalam Al Qur’an sebagai sebuah perumpamaan yang sangat indah. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi tercerai berai kembali.” (QS. An Nahl: 92).
Si wanita pemintal benang menjadi perumpamaan bagi dua perkara. Pertama yakni tentang kaum yang melakukan perjanjian dengan Rasulullah agar tak melanggarnya. Lalu kedua yakni umat Islam yang telah beribadah dan melakukan banyak amalan di siang hari, hendaknya jangan merusaknya dan menyiakannya dengan melakukan maksiat di malam hari. Sebagaimana Rithah si wanita bodoh yang mengurai benang yang telah dipintalnya kuat-kuat.
Wallahu A'lam
Kisahnya tentang seorang wanita kaya raya namun hidupnya sangat kesepian. Dialah Rithah Al Hamqa, wanita Arab dari Bani Makhzum. Hari-harinya dilanda kesedihan karena jodoh nya tak kunjung tiba. Padahal Rithah merupakan perempuan yang cukup jelita lagi banyak harta. Namun tetap saja tak ada pria yang bersedia meminangnya.
Dinukil dari “Kisah-kisah Al-Qur'an: Pelajaran dari Orang-orang Dahulu” karya Shalah A. Fattah Al-Khalidy, dikisahkan bahwa Rithah selalu dilanda kesedihan sepanjang hidupnya, karena jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal Rithah merupakan perempuan yang cukup jelita lagi banyak harta . Namun tetap saja tak ada pria yang bersedia meminangnya
Saat orang tuanya masih hidup, keduanya selalu mencari pasangan untuk Rithah. Ayahnya selalu mendatangi berhala dan meminta seorang mantu. Namun berhala yang hanya sebongkah batu berbentuk itu tentu tak bisa mengabulkannya. Ibunya sering pergi ke ahli nujum ingin melihat masa depan anaknya. Namun Ahli nujum tentu hanya bisa berdusta bahwa Rithah akan mendapat jodoh dalam waktu dekat.
Tahun demi tahun berlalu dengan amat sangat lambat dalam hidup Rithah. Musim demi musim dijalaninya dengan penantian yang tak berujung. Hingga orang tuanya meninggal, Rithah belum juga mendapat pasangan. Kini satu-satunya yang Rithah miliki hanyalah harta warisan . Tak ada yang bisa menyibukkan hari-hari Rithah. Hartanya terlalu banyak hingga membuatnya tak perlu bekerja. Ia pun tak punya sahabat untuk dikunjungi. Setiap hari yang ia lakukan hanyalah menunggu seorang pria mengetuk pintu rumahnya. Namun ratusan bahkan ribuan hari berlalu, penungguan itu tetap sia belaka. Hingga usia Rithah pun tak lagi muda.
Setelah menjadi perawan tua, Rithah tiba-tiba dikejutkan dengan sebuah kabar. Seorang kerabatnya dari Bani Tamim akan berkunjung. Bukan kunjungan biasa, sang kerabat membawa serta seorang pria muda bernama Sukhr yang akan melamar Rithah. Betapa girang hati Rithah. Penantian panjangnya kini berbuah, kesendiriannya akan berakhir sudah. Rithah pun menikah dengan Sukhr dan menjadi perempuan paling bahagia.
Namun kebahagiaan Rithah hanya sekedipan mata. Suaminya menghilang bak di telan bumi. Sukhr kabur membawa harta yang sangat banyak milik Rithah. Suami muda itu pun dicarinya. Namun ternyata Sukhr telah diusir dari kampungnya karena berbuat jahat bersama sekumpulan pemuda.
Rithah tak masalah jika suaminya seorang penjahat, asalkan ia tak hidup seorang diri. Ia pun mencari dan terus mencari. Setelah sekian lama mencari, ia pun bertemu dengan Sukhr. Namun betapa menyakitkan hati, ternyata Sukhr justru menolak dengan alasan Rithah terlalu tua untuk dirinya. Si pemuda jahat mengaku menikahi Rithah hanya karena ingin mengambil hartanya.
Betapa hancur hati Rithah. Ia pulang ke rumahnya untuk kembali menjadi seorang wanita yang kesepian. Hari demi hari berlalu, Rithah menyendiri di rumahnya yang megah dengan harta yang tak kunjung habis meski sudah dicuri oleh suaminya. Setiap hari ia hanya bisa meratapi jalan hidupnya. Ia menangis siang dan malam tanpa henti.
Hingga suatu hari, Rithah memegang alat pintal milik ibunda. Ia kemudian memintal benang dengan alat tersebut. Keesokan harinya, Rithah nampak tak lagi berduka. Ia pergi ke pasar membeli banyak benang dan memanggil beberapa gadis ke rumahnya untuk memintal benang bersama. Para gadis dibayarnya sekian dirham untuk memintal benang di rumahnya. Demikian hari demi hari para gadis bekerja memintal benang untuk Rithah. Mereka selalu datang ke rumah Rithah dan menemaninya.
Namun siapa sangka, ternyata setiap malam, Rithah selalu mengurai benang yang telah dipintal kencang. Hasil pintalan itu tak pernah ia jual ataupun ia kenakan pribadi. Keesokan harinya, ia bersama para gadis memintalnya kembali. Namun malam hari Rithah akan menguraikan benang itu lagi dan lagi. Demikianlah aktivitas Rithah sehari-hari. Ia telah kehilangan akalnya. Kedukaan dan kesepiannya membuat Rithah menjadi wanita bodoh lagi gila. Ia pun kemudian dikenal sebagai Rithah Al Hamqa yang berarti si bodoh Rithah.
Keshahihan kisah Rithah masih diperdebatkan para ahli tafsir. Mereka berbeda pendapat mengenai kisah wanita pemintal benang yang disebut dalam Al Qur’an sebagai sebuah perumpamaan yang sangat indah. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi tercerai berai kembali.” (QS. An Nahl: 92).
Si wanita pemintal benang menjadi perumpamaan bagi dua perkara. Pertama yakni tentang kaum yang melakukan perjanjian dengan Rasulullah agar tak melanggarnya. Lalu kedua yakni umat Islam yang telah beribadah dan melakukan banyak amalan di siang hari, hendaknya jangan merusaknya dan menyiakannya dengan melakukan maksiat di malam hari. Sebagaimana Rithah si wanita bodoh yang mengurai benang yang telah dipintalnya kuat-kuat.
Wallahu A'lam
(wid)