Sejarah Pensyariatan Puasa Ramadhan Ternyata Lewat 3 Tahapan
loading...
A
A
A
Sebelum kita memasuki bulan suci Ramadhan 2022 ada baiknya kita mengetahui sejarah pensyariatan puasa. Seperti apa sejarahnya dan bagaimana perintah berpuasa ini diturunkan dalam Al-Qur'an, mari simak ulasan berikut.
Untuk diketahui, ibadah puasa diwajibkan sebulan penuh kepada umat muslim sebagaimana telah diwajibkan kepada umat terdahulu. Allah Ta'ala menurunkan 2 ayat tentang Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an yang menjadi pijakan dan dalilnya.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184) }
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui." (QS Al-Baqarah ayat 183-184)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Allah memerintahkan orang-orang mukmin dari kalangan umat ini untuk berpuasa. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah. Di dalam berpuasa terkandung hikmah membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskannya dari endapan-endapan yang buruk (bagi kesehatan tubuh) dan akhlak yang rendah.
TigaTahapan
Dinukil dari Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Mu'az ibnu Jabal menceritakan bahwa ibadah puasa diwajibkan (difardhukan) melalui tiga tahapan sebagaimana sholat juga lewat tiga tahapan.
Adapun tahapan sholat ialah ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) tiba di Madinah, beliau sholat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 17 bulan. Kemudian Allah menurunkan ayat yang artinya "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai." (Al-Baqarah: 144), hingga akhir ayat.
Maka Allah memalingkannya ke arah Mekkah. Inilah tahapan pertama. Mu'az ibnu Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa pada mulanya mereka berkumpul menunaikan sholat dengan cara sebagian dari mereka mengundang sebagian lainnya hingga akhirnya mereka membuat kentong atau hampir saja mereka membuat kentong untuk tujuan tersebut.
Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Anshar yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Zaid ibnu Abdu Rabbih datang kepada Rasulullah SAW. Lelaki itu berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku suatu peristiwa yang jika aku tidak tidur, niscaya aku percaya kepada apa yang kulihat itu.
Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba aku melihat seseorang yang memakai baju rangkap yang kedua-duanya berwarna hijau. Lelaki itu menghadap ke arah kiblat, lalu mengucapkan. "Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar), asyhadu alia ilaha illallah (aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah).' Ia membacanya dua kali-dua kali hingga selesai azannya. Kemudian berhenti sesaat. Setelah itu ia mengucapkan hal yang sama, hanya kali ini dia menambahkan kalimat qad qamatis salah (sesungguhnya salat akan didirikan) sebanyak dua kali."
Maka Rasulullah bersabda: "Ajarkanlah itu kepada Bilal, maka Bilal menyerukan Azan dengan kalimat ini. Maka Bilal adalah orang yang mula-mula menyerukan azan dengan kalimat ini."
Mu'az ibnu Jabar melanjutkan kisahnya, lalu datanglah Umar ibnul Khattab dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pun pernah bermimpi melihat seperti apa yang dilihatnya, hanya dia lebih dahulu dariku." Inilah tahapan pertama dan kedua.
Mu'az ibnu Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa pada mulanya para sahabat sering datang terlambat di tempat sholat; mereka datang ketika Nabi telah menyelesaikan sebagian dari sholatnya. Maka seorang lelaki dari mereka bertanya kepada salah seorang yang sedang sholat melalui isyarat yang maksudnya ialah berapa rakaat sholat yang telah dikerjakan.
Lelaki yang ditanya menjawabnya dengan isyarat satu atau dua rakaat. Lalu dia mengerjakan sholat yang tertinggal itu sendirian, setelah itu ia baru masuk ke dalam jamaah, menggabungkan diri bermakmum kepada Nabi. Lalu datanglah Mu'az dan berkata, "Tidak sekali-kali ada suatu tahapan yang baru yang dialami oleh Nabi melainkan aku terlibat di dalamnya."
Pada suatu hari ia datang, sedangkan Nabi telah mendahuluinya dengan sebagian sholatnya. Maka Mu'az langsung ikut bermakmum kepada Nabi. Setelah Nabi menyelesaikan sholatnya, bangkitlah Mu'az melanjutkan sholatnya yang ketinggalan. Maka Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Mu'az telah membuat suatu peraturan bagi kalian, maka tirulah oleh kalian perbuatannya itu (yakni langsung masuk ke dalam berjamaah; apabila imam selesai dari salatnya, baru ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal sendirian). Yang ketiga ini merupakan tahapan terakhir dari sholat.
Kewajiban Berpuasa
Sedangkan tahapan puasa dikisahkan yaitu ketika bermula saat Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau puasa tiga hari setiap bulannya, juga puasa 'Asyura. Kemudian Allah mewajibkan puasa atasnya melalui firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa --sampai dengan firman-Nya-- Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin." (Al-Baqarah: 183-184).
Pada mulanya orang yang menghendaki puasa, ia boleh puasa; dan orang yang tidak ingin puasa, maka ia memberi makan seorang miskin sebagai ganti dari puasanya. Kemudian Allah menurunkan ayat lain yang artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an --sampai dengan firman-Nya--. Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah: 185).
Maka Allah menetapkan kewajiban puasa atas orang mukim yang sehat, dan memberikan keringanan kepada orang yang sakit dan orang yang sedang bepergian. Serta ditetapkan memberi makan orang miskin bagi lansia yang tidak kuat lagi melakukan puasa. Demikianlah dua tahapan yang dialami oleh puasa.
Pada mulanya mereka masih boleh makan, minum, dan mendatangi istri selagi mereka belum tidur; tetapi apabila telah tidur, mereka dilarang melakukan hal tersebut. Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Anshar yang dikenal dengan nama Sirmah. Dia bekerja di siang harinya sambil puasa hingga petang hari, lalu ia pulang ke rumah dan salat Isya, kemudian ketiduran dan belum sempat lagi makan dan minum karena terlalu lelah hingga keesokan harinya.
Esok harinya ia melanjutkan puasa-nya, maka Rasulullah SAW melihat dirinya dalam keadaan sangat kepayahan, lalu beliau bertanya: "Kulihat dirimu tampak sangat payah dan letih." Sirmah menjawab: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kemarin aku bekerja, setelah datang ke rumah aku langsung merebahkan diri karena sangat lelah, tetapi aku ketiduran hingga pagi hari dan aku terus dalam keadaan puasa."
Untuk diketahui, ibadah puasa diwajibkan sebulan penuh kepada umat muslim sebagaimana telah diwajibkan kepada umat terdahulu. Allah Ta'ala menurunkan 2 ayat tentang Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an yang menjadi pijakan dan dalilnya.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183) أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (184) }
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui." (QS Al-Baqarah ayat 183-184)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, Allah memerintahkan orang-orang mukmin dari kalangan umat ini untuk berpuasa. Yaitu menahan diri dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah. Di dalam berpuasa terkandung hikmah membersihkan jiwa, menyucikannya serta membebaskannya dari endapan-endapan yang buruk (bagi kesehatan tubuh) dan akhlak yang rendah.
TigaTahapan
Dinukil dari Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Mu'az ibnu Jabal menceritakan bahwa ibadah puasa diwajibkan (difardhukan) melalui tiga tahapan sebagaimana sholat juga lewat tiga tahapan.
Adapun tahapan sholat ialah ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) tiba di Madinah, beliau sholat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 17 bulan. Kemudian Allah menurunkan ayat yang artinya "Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai." (Al-Baqarah: 144), hingga akhir ayat.
Maka Allah memalingkannya ke arah Mekkah. Inilah tahapan pertama. Mu'az ibnu Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa pada mulanya mereka berkumpul menunaikan sholat dengan cara sebagian dari mereka mengundang sebagian lainnya hingga akhirnya mereka membuat kentong atau hampir saja mereka membuat kentong untuk tujuan tersebut.
Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Anshar yang dikenal dengan nama Abdullah ibnu Zaid ibnu Abdu Rabbih datang kepada Rasulullah SAW. Lelaki itu berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku suatu peristiwa yang jika aku tidak tidur, niscaya aku percaya kepada apa yang kulihat itu.
Sesungguhnya ketika aku dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba aku melihat seseorang yang memakai baju rangkap yang kedua-duanya berwarna hijau. Lelaki itu menghadap ke arah kiblat, lalu mengucapkan. "Allahu Akbar, Allahu Akbar (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar), asyhadu alia ilaha illallah (aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah).' Ia membacanya dua kali-dua kali hingga selesai azannya. Kemudian berhenti sesaat. Setelah itu ia mengucapkan hal yang sama, hanya kali ini dia menambahkan kalimat qad qamatis salah (sesungguhnya salat akan didirikan) sebanyak dua kali."
Maka Rasulullah bersabda: "Ajarkanlah itu kepada Bilal, maka Bilal menyerukan Azan dengan kalimat ini. Maka Bilal adalah orang yang mula-mula menyerukan azan dengan kalimat ini."
Mu'az ibnu Jabar melanjutkan kisahnya, lalu datanglah Umar ibnul Khattab dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pun pernah bermimpi melihat seperti apa yang dilihatnya, hanya dia lebih dahulu dariku." Inilah tahapan pertama dan kedua.
Mu'az ibnu Jabal melanjutkan kisahnya, bahwa pada mulanya para sahabat sering datang terlambat di tempat sholat; mereka datang ketika Nabi telah menyelesaikan sebagian dari sholatnya. Maka seorang lelaki dari mereka bertanya kepada salah seorang yang sedang sholat melalui isyarat yang maksudnya ialah berapa rakaat sholat yang telah dikerjakan.
Lelaki yang ditanya menjawabnya dengan isyarat satu atau dua rakaat. Lalu dia mengerjakan sholat yang tertinggal itu sendirian, setelah itu ia baru masuk ke dalam jamaah, menggabungkan diri bermakmum kepada Nabi. Lalu datanglah Mu'az dan berkata, "Tidak sekali-kali ada suatu tahapan yang baru yang dialami oleh Nabi melainkan aku terlibat di dalamnya."
Pada suatu hari ia datang, sedangkan Nabi telah mendahuluinya dengan sebagian sholatnya. Maka Mu'az langsung ikut bermakmum kepada Nabi. Setelah Nabi menyelesaikan sholatnya, bangkitlah Mu'az melanjutkan sholatnya yang ketinggalan. Maka Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Mu'az telah membuat suatu peraturan bagi kalian, maka tirulah oleh kalian perbuatannya itu (yakni langsung masuk ke dalam berjamaah; apabila imam selesai dari salatnya, baru ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal sendirian). Yang ketiga ini merupakan tahapan terakhir dari sholat.
Kewajiban Berpuasa
Sedangkan tahapan puasa dikisahkan yaitu ketika bermula saat Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau puasa tiga hari setiap bulannya, juga puasa 'Asyura. Kemudian Allah mewajibkan puasa atasnya melalui firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa --sampai dengan firman-Nya-- Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin." (Al-Baqarah: 183-184).
Pada mulanya orang yang menghendaki puasa, ia boleh puasa; dan orang yang tidak ingin puasa, maka ia memberi makan seorang miskin sebagai ganti dari puasanya. Kemudian Allah menurunkan ayat lain yang artinya: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an --sampai dengan firman-Nya--. Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah: 185).
Maka Allah menetapkan kewajiban puasa atas orang mukim yang sehat, dan memberikan keringanan kepada orang yang sakit dan orang yang sedang bepergian. Serta ditetapkan memberi makan orang miskin bagi lansia yang tidak kuat lagi melakukan puasa. Demikianlah dua tahapan yang dialami oleh puasa.
Pada mulanya mereka masih boleh makan, minum, dan mendatangi istri selagi mereka belum tidur; tetapi apabila telah tidur, mereka dilarang melakukan hal tersebut. Kemudian ada seorang lelaki dari kalangan Anshar yang dikenal dengan nama Sirmah. Dia bekerja di siang harinya sambil puasa hingga petang hari, lalu ia pulang ke rumah dan salat Isya, kemudian ketiduran dan belum sempat lagi makan dan minum karena terlalu lelah hingga keesokan harinya.
Esok harinya ia melanjutkan puasa-nya, maka Rasulullah SAW melihat dirinya dalam keadaan sangat kepayahan, lalu beliau bertanya: "Kulihat dirimu tampak sangat payah dan letih." Sirmah menjawab: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kemarin aku bekerja, setelah datang ke rumah aku langsung merebahkan diri karena sangat lelah, tetapi aku ketiduran hingga pagi hari dan aku terus dalam keadaan puasa."