Catatan Mualaf Jerman Wilfred Hoffman: Khurafat dalam Kajian Misteri Angka-Angka
loading...
A
A
A
Mualaf asal Jerman, Murad Wilfred Hoffman, menulis catatan harian bertajuk Khurafat dalam Kajian Misteri Angka-Angka dalam buku yang berjudul "Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman" (Gema Insani Press, 1998). Catatan tersebut ditulis tatkala ia berada di Brussel pada 16 Desember 1985. Berikut selengkapnya isi catatan harian tersebut:
Bagi seorang muslim, Al-Qur'an adalah penegasan wahyu Allah SWT untuk kemanusiaan yang diturunkan dalam bahasa Arab. Itulah latar belakang yang memungkinkan kita membaca tantangan yang terdapat dalam surat Hud ayat 13, "Apakah mereka mengatakan, "Dia (Muhammad)-lah yang membuat Al-Qur'an? Katakan (Hai Muhammad) datangkanlah oleh kalian sepuluh surat yang semisal dengannya (Al-Qur'an)...."
Karena itu, bisa dipahami jika umat Islam berusaha menyingkap "konstruksi dalam" dari desain bangunan Al-Qur'an, seperti halnya para astronom berupaya menyingkap misteri jagad raya berserta isinya.
Wajar jika mereka memecahkan rahasia yang dinamakan "teka-teki silang" yaitu susunan-susunan samar yang terdiri atas beberapa huruf yang terkadang mencapai lima huruf di muka banyak gambar.
Pembahasan rahasia makna di balik angka, dalam Islam, digunakan sebagai metode ketangkasan dalam memecahkan simbol-simbol dan problematika penafsiran lainnya.
Metode spiritual yang bersumber dari Qiblaniyah ini berasumsi bahwa kata-kata keadaannya sama dengan bilangan. Kata bisa mewakili bilangan tertentu, seperti halnya angka mengandung makna-makna rahasia.
Buktinya, tidak ada nomor 13 di pintu hotel-hotel. Fenomena ini juga tersebar di dunia Islam. Babus, Pemimpin Qiblaniyah, mendeskripsikan metode ini dengan ungkapan yang jelas, "Gantilah huruf dengan angka kemudian, balikkan, lalu buatlah proses perhitungan atas dasar ini," (al-Qiblaniyah; Fesbaden 1983).
Logislah bahwa simbol angka, walaupun dibungkus dengan cara ilmiah, tidak lebih dari rekaan-rekaan yang disandarkan pada hipotesis-hipotesis yang kosong dari nilai kualitatif dan kuantitatif huruf-huruf hijaiyah tertentu. Secara realita, kita bisa mengatakan bahwa aliran Teosofi Qiblaniyah, sebagai bagian dari rumus-rumus kimia atau tasawuf matematis, berusaha menggapai kekuatan-kekuatan magis.
Yang sangat mencengangkan, salah seorang pendeta Kristen akhir-akhir ini melakukan analisis angka terhadap Al-Qur'an dengan judul "Muhammad dan Almasih" --teks-teks yang berhubungan dengan karakter Almasih dalam Al-Qur'an (Wina: 1987).
Pendeta ini bernama Prof Klaus Scheidle. Ia menggunakan pendekatan memutar angka ala Qiblaniyah. Dalam buku setebal 500 halaman, ia menghitung, menambah, membuang, dan mengurut kumpulan angka-angka ganjil dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah sampai ia berkesimpulan, sebagai berikut.
1. Autentisitas Al-Qur'an sangat akurat.
2. Muhammad adalah seniman ulung dan penulis yang mencapai derajat kesempurnaan.
3. Riwayat Al-Qur'an tentang Almasih sangat mirip dengan yang terdapat dalam Perjanjian Baru yang mengisyaratkan kesuksesan dialog Islam-Kristen seputar risalah Almasih --dan bukan kedudukan atau jati dirinya.
Dalam konteks ini, Scheidle cukup jujur mengutip beberapa alinea dari "Karya Para Nabi" (3:13,26 dan 427,30) agar mengingatkan pembaca bahwa orang Kristen, Yahudi, dan Syria awalnya berbeda dengan yang berlatar belakang Helenisme dan Latin --memandang Almasih sebagai hamba Allah saja. Bahkan, ia juga mengakui bahwa Kristen Semit Asli sama dengan Islam.
Yang membuat optimistis, ia sebagai salah seorang pakar teologi Kristen, setelah kajiannya terhadap sejarah yang menyedihkan terhadap Gereja Nestoris, sampai pada kesimpulan ini. Sayangnya, berpijak dari khurafat angka-angka, ia mengurangi kredibilitas Nabi Muhammad dengan menganggapnya sebagai penulis dan seniman ulung. Itu karena, Allah-lah yang mendesain bangunan Al-Qur'an.
Jujur saja, setelah halaman 34 dari buku ini, tidak ada yang layak dibaca, tatkala ia berkata, "Dan ketika huruf-huruf adalah angka-angka, maka kita menambahkan nilai-nilai yang sepadan dengannya."
Sampai batas ini, hilanglah unsur ilmiah dan klenik pun dimulai. Alangkah sombongnya ia ketika mengatakan bahwa alfabet Ibrani tidak mewakili sistem nilai angka-angka yang datang dari Allah saja, akan tetapi juga membatasi sistem nilai angka dalam alfabet Arab.
Kalau boleh aku bertanya mengapa huruf alif bernilai 1, huruf ta bernilai 400, dan huruf ra bernilai 200, pada saat ia hanya bernilai 5? Lagi pula siapa yang memutuskan bahwa angka 55 menunjuk pada kesempurnaan yang tinggi? Demi Allah, beri aku jawaban.
Sungguh aneh apabila Anda perhatikan cara kerja para pakar linguistik Qiblaniyah. Salah satu permainan mereka adalah membuat ramalan-ramalan yang keterlaluan, yang kadang terwujud ketika mereka selalu mengubah gaya dan tolok ukur perhitungan sampai berhenti pada angka yang memiliki makna simbolis. Ini adalah hasil yang terjamin dari segi ilmiah, selama penganut-penganut Qiblaniyah memberikan perkiraan nilai simbolis bagi setiap susunan angka.
Hal berikut mungkin membantu menyingkap metode-metode mereka.
1. Terdapat 86 surat-surat Makiyah (dalam Al-Qur'an), maka konsep yang memaksa dirinya sendiri adalah bahwa simbol angka memainkan peranannya, karena 86 adalah nilai angka bagi "Ilahim", Allah dalam bahasa Ibrani (hlm. 38).
2. Menurut penilaian kami, bahwa teka-teki rahasia itu adalah ungkapan dari tanda-tanda "memutar-mutar otak" untuk melindungi ayat-ayat berikutnya. (hlm.205).
Jelaslah bahwa seperti itulah, orang-orang yang bergelut dengan ramalan-ramalan semacam ini akan maju terus dalam mewujudkan keberhasilannya dalam bidang kebatinan.
Pengikut Qiblaniyah pada abad ke-20 dan yang mempelajari seni mengolah angka dengan menggunakan kalkulator berkeinginan keras menganalisis ayat-ayat Al-Qur'an. Karenanya, seyogianya kita bersiap-siap menghadapi pencelaan dan pujian semu terhadap diri pribadi Muhammad dengan huruf-huruf tertentu.
Hal ini akan membuka pintu lebar-lebar terhadap permainan-permainan "mikro elektron" dalam penafsiran Al-Qur'an, dan memperkuat peribahasa Jerman, "Dimana iman berkurang, bertambahlah sesuatu selain iman (khurafat)."
Mualaf Jerman
Sekadar mengingatkan Wilfred Hoffman adalah nama sebelum ia masuk Islam. Begitu memeluk Islam, namanya ditambah menjadi Murad Wilfred Hoffman atau lebih populer dengan Murad Hoffman.
Dia terlahir pada 6 Juli 1931, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York. Dia Doktor dalam bidang Undang-Undang Jerman, juga magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-Undang Amerika.
Ia bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Murad pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al-Qur'an. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya.
Setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketika ia menjadi duta besar Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia mempublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif).
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.
Bagi seorang muslim, Al-Qur'an adalah penegasan wahyu Allah SWT untuk kemanusiaan yang diturunkan dalam bahasa Arab. Itulah latar belakang yang memungkinkan kita membaca tantangan yang terdapat dalam surat Hud ayat 13, "Apakah mereka mengatakan, "Dia (Muhammad)-lah yang membuat Al-Qur'an? Katakan (Hai Muhammad) datangkanlah oleh kalian sepuluh surat yang semisal dengannya (Al-Qur'an)...."
Karena itu, bisa dipahami jika umat Islam berusaha menyingkap "konstruksi dalam" dari desain bangunan Al-Qur'an, seperti halnya para astronom berupaya menyingkap misteri jagad raya berserta isinya.
Wajar jika mereka memecahkan rahasia yang dinamakan "teka-teki silang" yaitu susunan-susunan samar yang terdiri atas beberapa huruf yang terkadang mencapai lima huruf di muka banyak gambar.
Pembahasan rahasia makna di balik angka, dalam Islam, digunakan sebagai metode ketangkasan dalam memecahkan simbol-simbol dan problematika penafsiran lainnya.
Metode spiritual yang bersumber dari Qiblaniyah ini berasumsi bahwa kata-kata keadaannya sama dengan bilangan. Kata bisa mewakili bilangan tertentu, seperti halnya angka mengandung makna-makna rahasia.
Buktinya, tidak ada nomor 13 di pintu hotel-hotel. Fenomena ini juga tersebar di dunia Islam. Babus, Pemimpin Qiblaniyah, mendeskripsikan metode ini dengan ungkapan yang jelas, "Gantilah huruf dengan angka kemudian, balikkan, lalu buatlah proses perhitungan atas dasar ini," (al-Qiblaniyah; Fesbaden 1983).
Logislah bahwa simbol angka, walaupun dibungkus dengan cara ilmiah, tidak lebih dari rekaan-rekaan yang disandarkan pada hipotesis-hipotesis yang kosong dari nilai kualitatif dan kuantitatif huruf-huruf hijaiyah tertentu. Secara realita, kita bisa mengatakan bahwa aliran Teosofi Qiblaniyah, sebagai bagian dari rumus-rumus kimia atau tasawuf matematis, berusaha menggapai kekuatan-kekuatan magis.
Yang sangat mencengangkan, salah seorang pendeta Kristen akhir-akhir ini melakukan analisis angka terhadap Al-Qur'an dengan judul "Muhammad dan Almasih" --teks-teks yang berhubungan dengan karakter Almasih dalam Al-Qur'an (Wina: 1987).
Pendeta ini bernama Prof Klaus Scheidle. Ia menggunakan pendekatan memutar angka ala Qiblaniyah. Dalam buku setebal 500 halaman, ia menghitung, menambah, membuang, dan mengurut kumpulan angka-angka ganjil dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah sampai ia berkesimpulan, sebagai berikut.
1. Autentisitas Al-Qur'an sangat akurat.
2. Muhammad adalah seniman ulung dan penulis yang mencapai derajat kesempurnaan.
3. Riwayat Al-Qur'an tentang Almasih sangat mirip dengan yang terdapat dalam Perjanjian Baru yang mengisyaratkan kesuksesan dialog Islam-Kristen seputar risalah Almasih --dan bukan kedudukan atau jati dirinya.
Dalam konteks ini, Scheidle cukup jujur mengutip beberapa alinea dari "Karya Para Nabi" (3:13,26 dan 427,30) agar mengingatkan pembaca bahwa orang Kristen, Yahudi, dan Syria awalnya berbeda dengan yang berlatar belakang Helenisme dan Latin --memandang Almasih sebagai hamba Allah saja. Bahkan, ia juga mengakui bahwa Kristen Semit Asli sama dengan Islam.
Yang membuat optimistis, ia sebagai salah seorang pakar teologi Kristen, setelah kajiannya terhadap sejarah yang menyedihkan terhadap Gereja Nestoris, sampai pada kesimpulan ini. Sayangnya, berpijak dari khurafat angka-angka, ia mengurangi kredibilitas Nabi Muhammad dengan menganggapnya sebagai penulis dan seniman ulung. Itu karena, Allah-lah yang mendesain bangunan Al-Qur'an.
Jujur saja, setelah halaman 34 dari buku ini, tidak ada yang layak dibaca, tatkala ia berkata, "Dan ketika huruf-huruf adalah angka-angka, maka kita menambahkan nilai-nilai yang sepadan dengannya."
Sampai batas ini, hilanglah unsur ilmiah dan klenik pun dimulai. Alangkah sombongnya ia ketika mengatakan bahwa alfabet Ibrani tidak mewakili sistem nilai angka-angka yang datang dari Allah saja, akan tetapi juga membatasi sistem nilai angka dalam alfabet Arab.
Kalau boleh aku bertanya mengapa huruf alif bernilai 1, huruf ta bernilai 400, dan huruf ra bernilai 200, pada saat ia hanya bernilai 5? Lagi pula siapa yang memutuskan bahwa angka 55 menunjuk pada kesempurnaan yang tinggi? Demi Allah, beri aku jawaban.
Sungguh aneh apabila Anda perhatikan cara kerja para pakar linguistik Qiblaniyah. Salah satu permainan mereka adalah membuat ramalan-ramalan yang keterlaluan, yang kadang terwujud ketika mereka selalu mengubah gaya dan tolok ukur perhitungan sampai berhenti pada angka yang memiliki makna simbolis. Ini adalah hasil yang terjamin dari segi ilmiah, selama penganut-penganut Qiblaniyah memberikan perkiraan nilai simbolis bagi setiap susunan angka.
Hal berikut mungkin membantu menyingkap metode-metode mereka.
1. Terdapat 86 surat-surat Makiyah (dalam Al-Qur'an), maka konsep yang memaksa dirinya sendiri adalah bahwa simbol angka memainkan peranannya, karena 86 adalah nilai angka bagi "Ilahim", Allah dalam bahasa Ibrani (hlm. 38).
2. Menurut penilaian kami, bahwa teka-teki rahasia itu adalah ungkapan dari tanda-tanda "memutar-mutar otak" untuk melindungi ayat-ayat berikutnya. (hlm.205).
Jelaslah bahwa seperti itulah, orang-orang yang bergelut dengan ramalan-ramalan semacam ini akan maju terus dalam mewujudkan keberhasilannya dalam bidang kebatinan.
Pengikut Qiblaniyah pada abad ke-20 dan yang mempelajari seni mengolah angka dengan menggunakan kalkulator berkeinginan keras menganalisis ayat-ayat Al-Qur'an. Karenanya, seyogianya kita bersiap-siap menghadapi pencelaan dan pujian semu terhadap diri pribadi Muhammad dengan huruf-huruf tertentu.
Hal ini akan membuka pintu lebar-lebar terhadap permainan-permainan "mikro elektron" dalam penafsiran Al-Qur'an, dan memperkuat peribahasa Jerman, "Dimana iman berkurang, bertambahlah sesuatu selain iman (khurafat)."
Mualaf Jerman
Sekadar mengingatkan Wilfred Hoffman adalah nama sebelum ia masuk Islam. Begitu memeluk Islam, namanya ditambah menjadi Murad Wilfred Hoffman atau lebih populer dengan Murad Hoffman.
Dia terlahir pada 6 Juli 1931, dari sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York. Dia Doktor dalam bidang Undang-Undang Jerman, juga magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-Undang Amerika.
Ia bekerja di kementerian luar negeri Jerman, semenjak tahun 1961 hingga tahun 1994. Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Murad pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Duta Besar Jerman di Maroko, hingga tahun 1994.
Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya untuk mempelajari Islam, terutama Al-Qur'an. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya.
Setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Ketika ia menjadi duta besar Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia mempublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif).
Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.
(mhy)