QS. Al-A’raf Ayat 144
Di dalam Al-Quran disebutkan cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah:
Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha tinggi, Mahabijaksana. (Asy-Syura/42: 51)
Jadi menurut ayat ini ada tiga macam cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya yaitu:
1.Dengan mewahyukan kepada Rasul yang bersangkutan, yaitu dengan menanamkan suatu pengertian ke dalam hati seseorang yang diturunkan wahyu kepadanya.
2.Berbicara langsung dengan memakai pembatas yang membatasi antara Allah dan hamba yang diajak berbicara. Cara yang kedua inilah yang dialami oleh Musa dalam menerima wahyu, sehingga ia dikenal dengan kalimullah.
3. Dengan perantaraan malaikat Jibril as. Al-Quran disampaikan melalui cara ini.
Mengenai persoalan dapatkah manusia melihat Allah dengan nyata, maka jika dipahami ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Mustahil manusia melihat Allah selama mereka hidup di dunia, sebagaimana ditegaskan Allah kepada Nabi Musa as.
2.Orang-orang yang beriman dapat melihat Allah di akhirat nanti, sesuai dengan :
a. Firman Allah :
"Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya." (Al-Qiyamah/75:22-23)
Dari ayat ini dipahami bahwa "melihat Tuhan" pada hari Kiamat itu termasuk nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman, karena itu mereka selalu mengharap-harapkannya.
b. Sabda Rasulullah saw :
Sesungguhnya manusia berkata (kepada Rasulullah saw), "Ya Rasulullah adakah kita melihat Tuhan kita pada hari Kiamat nanti?" Rasulullah menjawab, "Adakah yang menghalangi kalian melihat bulan pada bulan purnama?" Mereka berkata, "Tidak, ya Rasulullah." Rasulullah berkata, "Maka sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti melihat bulan purnama itu." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
c. Semua yang wujudnya dapat dilihat. Hanyalah yang tidak ada wujudnya yang tidak dapat dilihat. Tuhan adalah wajibul wujud, karena itu Tuhan dapat dilihat jika ia menghendaki-Nya. Dalam pada itu Tuhan melihat segala yang ada, termasuk melihat diri-Nya sendiri. Kalau Tuhan dapat melihat diri-Nya tentu Dia berkuasa pula menjadikan manusia melihat diri-Nya jika Dia menghendaki.
Pada potongan ayat berikutnya Nabi Musa dan kaumnya diperintahkan untuk menerima kitab suci yang Allah turunkan, dan syariat yang harus dijalankan untuk dijadikan pegangan hidup dan diamalkan di dunia. Hanya dengan cara inilah mereka baru bisa dianggap sebagai orang yang bersyukur dan menghargai pemberian nikmat Allah.
Surat Al A'raaf yang berjumlah 206 ayat termasuk golongan surat Makkiyah, diturunkan sebelum turunnya surat Al An'aam dan termasuk golongan surat Assab 'uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Dinamakan Al A'raaf karena perkataan Al A'raaf terdapat dalam ayat 46 yang mengemukakan tentang keadaan orang-orang yang berada di atas Al A'raaf yaitu: tempat yang tertinggi di batas surga dan neraka.
Bacaan selawat asyghil pertama kali dicetuskan oleh Jafar bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali Al-Murtadlo. Kata asyghil, dalam bahasa Arab berarti sibuk.
Bacaan doa agar tidak hujan bisa diamalkan jika turunnya hujan justru merugikan diri kita. Doa ini dikenal juga sebagai doa agar dihindarkan dari hujan yang merusak.
Surat Al Araf ayat 1-20 memberikan berbagai kandungan penting, mulai dari pengingat akan kebesaran Allah hingga panduan menjalani kehidupan yang penuh makna.
Ahmad Al-Badawi dituduh menyebarkan agama Kristen oleh orang Islam ia pun ditolak oleh orang Kristen karena tak mau menerima dogma-dogma Kristen secara harafiah. Ia pendiri tarekat Badawi Mesir.
Hukum tajwid Surat Yasin ayat 16-18 penting dipelajari kaum muslim. Tak sekadar menambah ilmu atau pengetahuan, namun juga ditujukan agar nantinya tidak keliru saat membacanya.