QS. Al-Baqarah Ayat 256

لَاۤ اِكۡرَاهَ فِى الدِّيۡنِ‌ۙ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشۡدُ مِنَ الۡغَىِّ‌ۚ فَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِالطَّاغُوۡتِ وَيُؤۡمِنۡۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسۡتَمۡسَكَ بِالۡعُرۡوَةِ الۡوُثۡقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا‌‌ ؕ وَاللّٰهُ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ
Laaa ikraaha fid diini qat tabiyanar rushdu minal ghayy; famai yakfur bit Taaghuuti wa yu'mim billaahi faqadis tamsaka bil'urwatil wusqoo lan fisaama lahaa; wallaahu Samii'un 'Aliim
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Juz ke-3
Tafsir
Meski memiliki kekuasaan yang sangat luas, Allah tidak memaksa seseorang untuk mengikuti ajaran-Nya. Tidak ada paksaan terhadap seseorang dalam menganut agama Islam. Mengapa harus ada paksaan, padahal sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Oleh karena itu, janganlah kamu menggunakan paksaan apalagi kekerasan dalam berdakwah. Ajaklah manusia ke jalan Allah dengan cara yang terbaik. Barang siapa ingkar kepada Tagut, yaitu setan dan apa saja yang dipertuhankan selain Allah, dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada ajaran agama yang benar sehingga tidak akan terjerumus dalam kesesatan, sama halnya dengan orang yang berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus sehingga dia tidak akan terjatuh. Agama yang benar ibarat tali yang kuat dan terjulur menuju Allah, dan di situ terdapat sebab-sebab yang menyelamatkan manusia dari murka-Nya. Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan oleh hamba-Nya, Maha Mengetahui segala niat dan perbuatan mereka, sehingga semua itu akan mendapat balasannya di hari kiamat.
Tidak dibenarkan adanya paksaan untuk menganut agama Islam. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar, sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri (an-Nahl/16:125).

Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian, tetapi mereka tidak juga mau beriman, itu bukanlah urusan kita, melainkan urusan Allah. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain (Yunus/10:99) Allah berfirman yang artinya: "Apakah Engkau ingin memaksa mereka hingga mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?"

Dengan datangnya agama Islam, jalan yang benar sudah tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat. Maka tidak boleh ada pemaksaan untuk beriman, karena iman adalah keyakinan dalam hati sanubari dan tak seorang pun dapat memaksa hati seseorang untuk meyakini sesuatu, apabila dia sendiri tidak bersedia.

Ayat-ayat Al-Qur'an yang menerangkan kenabian Muhammad saw sudah cukup jelas. Maka terserah kepada setiap orang, apakah akan beriman atau kafir, setelah ayat-ayat itu sampai kepada mereka. Inilah etika dakwah Islam. Adapun suara-suara yang mengatakan bahwa agama Islam dikembangkan dengan pedang hanyalah tuduhan dan fitnah belaka. Umat Islam di Mekah sebelum berhijrah ke Medinah hanya melakukan salat dengan cara sembunyi, dan mereka tidak mau melakukannya secara demonstratif di hadapan kaum kafir.

Ayat ini turun kira-kira pada tahun ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat Islam memiliki kekuatan yang nyata dan jumlah mereka telah bertambah banyak, namun mereka tidak diperbolehkan melakukan paksaan terhadap orang-orang yang bukan Muslim, baik secara halus, apa lagi dengan kekerasan.

Adapun peperangan yang telah dilakukan umat Islam, baik di Jazirah Arab, maupun di negeri-negeri lain, seperti di Mesir, Persia dan sebagainya, hanyalah semata-mata suatu tindakan beladiri terhadap serangan-serangan kaum kafir kepada mereka. Selain itu, peperangan dilakukan untuk mengamankan jalannya dakwah Islam, sehingga berbagai tindakan kezaliman dari orang-orang kafir yang memfitnah dan mengganggu umat Islam karena menganut dan melaksanakan agama mereka dapat dicegah, dan agar kaum kafir itu dapat menghargai kemerdekaan pribadi dan hak-hak asasi manusia dalam menganut keyakinan.

Di berbagai daerah yang telah dikuasai kaum Muslimin, orang yang belum menganut agama Islam diberi hak dan kemerdekaan untuk memilih: apakah mereka akan memeluk agama Islam ataukah akan tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama semula, maka mereka diharuskan membayar "jizyah" yaitu semacam pajak sebagai imbalan dari perlindungan yang diberikan Pemerintah Islam kepada mereka. Keselamatan mereka dijamin sepenuhnya, asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang memusuhi Islam dan umatnya.37)

Ini merupakan bukti yang jelas bahwa umat Islam tidak melakukan paksaan, bahkan tetap menghormati kemerdekaan beragama, walaupun terhadap golongan minoritas yang berada di daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita lihat dari bukti-bukti sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern sekarang ini, betapa malangnya nasib umat Islam, apabila mereka menjadi golongan minoritas di suatu negara.

Ayat ini selanjutnya menerangkan bahwa barang siapa yang tidak lagi percaya kepada thagut, atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain, melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka dia telah mendapatkan pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat, yang tidak akan putus. Iman yang sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lidah dan diiringi dengan perbuatan. Itulah sebabnya maka pada akhir ayat, Allah berfirman yang artinya: "Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Artinya Allah senantiasa mendengar apa yang diucapkan, dan Dia selalu mengetahui apa yang diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Allah akan membalas amal seseorang sesuai dengan iman, perkataan dan perbuatan mereka masing-masing.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-Baqarah
Surat Al Baqarah yang 286 ayat itu turun di Madinah yang sebahagian besar diturunkan pada permulaan tahun Hijrah, kecuali ayat 281 diturunkan di Mina pada Hajji wadaa' (hajji Nabi Muhammad s.a.w. yang terakhir). Seluruh ayat dari surat Al Baqarah termasuk golongan Madaniyyah, merupakan surat yang terpanjang di antara surat-surat Al Quran yang di dalamnya terdapat pula ayat yang terpancang (ayat 282). Surat ini dinamai Al Baqarah karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67 sampai dengan 74), dimana dijelaskan watak orang Yahudi pada umumnya. Dinamai Fusthaatul-Quran (puncak Al Quran) karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. Dinamai juga surat alif-laam-miim karena surat ini dimulai dengan Alif-laam-miim.