QS. Al-Anfal Ayat 31

وَاِذَا تُتۡلٰى عَلَيۡهِمۡ اٰيٰتُنَا قَالُوۡا قَدۡ سَمِعۡنَا لَوۡ نَشَآءُ لَـقُلۡنَا مِثۡلَ هٰذَٓا‌ ۙ اِنۡ هٰذَاۤ اِلَّاۤ اَسَاطِيۡرُ الۡاَوَّلِيۡنَ
Wa izaa tutlaa 'alaihim Aayaatunaa qooluu qad sami'naa law nashaaa'u laqulnaa misla haazaaa in haazaaa illaaa asaatiirul awwaliin
Dan apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepada mereka, mereka berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat seperti ini), jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini. (Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu."
Juz ke-9
Tafsir
Begitulah rencana makar mereka terhadap Rasulullah, dan masih ada lagi sikap buruk mereka terhadap apa yang diturunkan kepada beliau. Dan perhatikanlah sikap permusuhan yang diperlihatkan oleh orang-orang kafir apabila ayat-ayat Kami, yakni ayat-ayat Al-Qur'an, dibacakan atau disampaikan oleh siapa pun kepada mereka. Kebodohan dan keangkuhan mereka yang sangat, mendorong mereka untuk berkata, "Sesungguhnya kami telah mendengar ayat-ayat seperti ini. Ia biasa biasa saja, tidak memiliki keistimewaan, jika kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan atau membuat yang seperti ini. Yang dibacakan dari ayat-ayat Al-Qur`an ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang terdahulu."
Allah menjelaskan keingkaran orang-orang Quraisy serta kesombongan mereka terhadap seruan Nabi, terutama ketika mendengar ayat-ayat yang dibacakan oleh Nabi. Mereka menanggapinya dengan sikap yang sombong. Mereka menganggap diri mereka dapat membacakan seperti itu. Perkataan ini adalah perkataan yang ditandaskan oleh an-Nadhar bin al-Haris dari Bani Abdid Dar. Ia pulang pergi ke Persia dan mendengar dari mereka tentang Rustam dan Isfandiar dari beberapa orang ajam yang terkemuka. Dia sering bertemu dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka dia mendengar dari mereka isi Kitab Taurat dan Injil.

Lalu Allah menerangkan sebab-sebab mengapa orang-orang Quraisy itu mengemukakan anggapan demikian, yaitu lantaran mereka menganggap ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya menyerupai kisah-kisah yang terdapat dalam Kitab Taurat dan Injil. Itulah sebabnya, mengapa mereka merasa sanggup untuk membacakan ayat-ayat yang dibacakan oleh Nabi. Mereka beranggapan bahwa ayat-ayat yang dibaca oleh Muhammad itu bukanlah wahyu, melainkan dongengan-dongengan orang-orang purbakala.

Namun demikian, boleh jadi yang mengeluarkan kata-kata itu ialah an-Nadhar, kemudian diikuti oleh yang lain. Tetapi mereka itu tidak meyakini bahwa ayat-ayat yang dibaca itu adalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu, yang bersimpang-siur dan tidak pula beranggapan bahwa Muhammad yang membuat-buatnya, karena mereka tidak pernah menuduh Muhammad seorang pendusta.

Allah berfirman:

Karena sebenarnya mereka bukan mendustakan engkau, tetapi orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. (al-Anam/6: 33)

Dan firman Allah:

Dan mereka berkata, "(Itu hanya) dongeng-dongeng orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang." (al-Furqan/25: 5)

Sebenarnya mereka bukan tidak meyakini kebenaran ayat-ayat itu, karena mereka sebenarnya telah mengetahui bahwa Nabi Muhammad itu adalah ummi, tetapi mereka mengatakan demikian itu hanyalah untuk merintangi orang-orang agar tidak mau mendengarkan Al-Quran.

Ada pula yang beranggapan bahwa pemimpin-pemimpin Quraisy seperti an-Nadhar bin al-Haris, Abu Jahal, dan al-Walid bin Mugirah sama-sama bersepakat untuk menyuruh orang agar tidak mendengarkan Al-Quran. Kemudian mereka datang ke rumah Nabi pada waktu malam untuk mendengarkannya dan mereka tertarik kepada Al-Quran itu. Karena begitu berkesannya bacaan Al-Quran pada hati mereka sehingga al-Walid bin Mugirah mengucapkan kata-kata yang terkenal, "Sesungguhnya Al-Quran bernilai tinggi". Itulah sebabnya mereka menghalang-halangi orang-orang Arab mendengarkan ayat-ayat Al-Quran dan menjauhkan orang-orang Arab dari Al-Quran, mereka mengatakan bahwa Al-Quran itu sihir.
sumber: kemenag.go.id
Keterangan mengenai QS. Al-Anfal
Surat Al Anfaal terdiri atas 75 ayat dan termasuk golongan surat-surat Madaniyyah, karena seluruh ayat-ayatnya diturunkan di Madinah. Surat ini dinamakan Al Anfaal yang berarti harta rampasan perang berhubung kata Al Anfaal terdapat pada permulaan surat ini dan juga persoalan yang menonjol dalam surat ini ialah tentang harta rampasan perang, hukum perang dan hal-hal yang berhubungan dengan peperangan pada umumnya. Menurut riwayat Ibnu Abbas r.a. surat ini diturunkan berkenaan dengan perang Badar Kubra yang terjadi pada tahun kedua hijrah. Peperangan ini sangat penting artinya, karena dialah yang menentukan jalan sejarah Perkembangan Islam. Pada waktu itu umat Islam dengan berkekuatan kecil untuk pertama kali dapat mengalahkan kaum musyrikin yang berjumlah besar, dan berperlengkapan yang cukup, dan mereka dalam peperangan ini memperoleh harta rampasan perang yang tidak sedikit. Oleh sebab itu timbullah masalah bagaimana membagi harta-harta rampasan perang itu, maka kemudian Allah menurunkan ayat pertama dari surat ini.