Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.
Tafsir
71-74. Bila kamu sudah memahami siapa yang menurunkan air, maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan dari kayu bakar? Kamukah yang menumbuhkan pohon penghasil kayu bakar itu ataukah Kami yang menumbuhkannya? Ketahuilah, Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan bakar yang berguna bagi musafir di padang pasir. Dengan anugerah ini, maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Mahabesar.”75-76. Usai menjelaskan tanda-tanda kekuasan-Nya, Allah beralih menguraikan kemuliaan Al-Qur’an. Kemudian Aku bersumpah dengan salah satu tanda kekuasaan-Ku, yaitu tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya, bila manusia mau memikirkan betapa teraturnya bintang-bintang yang beredar pada posisinya itu, mereka akan tahu bahwa sumpah ini benar-benar sumpah yang besar, kalau kamu mengetahui.”
Dalam ayat ini Allah mengungkapkan tentang nikmat yang hampir dilupakan manusia. Ungkapan tersebut berbentuk pertanyaan untuk dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, apakah manusia mengetahui pentingnya fungsi api? Cara membuat api yang dilakukan pada zaman purba adalah dengan cara menggosokgosokkan dua batang kayu, hingga menyala, atau dengan cara menggoreskan baja di atas batu, sehingga memercikkan api dan ditampung percikan tersebut pada kawul (semacam kapuk berwarna kehitam-hitaman yang melekat pada pelepah aren) tersebut, yang kemudian dapat dipergunakan untuk menyalakan api di dapur guna memasak berbagai masakan yang akan dihidangkan untuk dinikmati oleh manusia, atau api yang dinyalakan menurut cara sekarang dengan menggoreskan batang geretan pada korek api, maka nyalalah ia. Atau dengan korek yang mempergunakan roda baja kecil sebagai alat pemutar untuk diputarkan pada batu api kemudian percikannya ditampung pada sumbu yang dibasahi dengan bensin, sehingga sumbu nyala. Atau seperti cara yang sekarang ini melalui kompor minyak tanah atau dengan gas. Membuat api dengan cara zaman dahulu maupun menurut cara zaman sekarang, yang menjadi pertanyaan ialah siapakah yang menyediakan kayunya atau batu apinya, bajanya, dan kawulnya atau minyak tanah dan gas? Juga siapakah yang menyediakan bahan bensin dan sebagainya? Bukankah bahan-bahan yang menjadi sebab api menyala baik berupa kayu bakar maupun minyak tanah, hanyalah Allah saja yang menjadikan-Nya? Meskipun tersedia beras, sayur-mayur dan lauk-pauknya, bila tidak ada api, tidak dapat kita memakannya karena masih mentah. Alangkah tidak enaknya, kalau makanan tersebut mentah seperti, daging mentah, dan nasinya masih berupa beras. Bagaimanakah selera bisa timbul, kalau segala-galanya serba mentah? Dengan gambaran tersebut, jelaslah bagaimana pentingnya api bagi keperluan manusia. Karena api itu didapat dengan mudah setiap hari, maka hampir-hampir tidak terpikirkan oleh manusia betapa api itu memberi kenikmatan. Hampir-hampir jarang orang bersyukur dan berterima kasih atas adanya api. Karena pentingnya api itu, Allah menegaskan bahwa api dijadikan untuk peringatan bagi manusia dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir, maka wajarlah manusia bertasbih dengan menyebut nama Tuhan Yang Mahabesar.
sumber: kemenag.go.id