QS. Al-Maidah Ayat 91
Pada ayat yang lain telah disebutkan bahwa minum khamar dan berjudi adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Artinya setanlah yang menggoda manusia untuk melakukannya agar timbul permusuhan dan rasa saling membenci antara mereka.
Timbulnya berbagai bahaya tersebut pada orang yang suka minum khamar dan berjudi, tak dapat dipungkiri. Kenyataan yang dialami oleh orang-orang semacam itu cukup menjadi bukti. Peminum khamar tentulah pemabuk. Orang yang mabuk tentu kehilangan kesadaran. Orang yang hilang kesadarannya mudah melakukan perbuatan yang tidak layak, atau mengucapkan kata-kata yang seharusnya tidak diucapkannya. Perbuatan dan perkataannya itu sering kali merugikan orang lain, sehingga menimbulkan permusuhan antara mereka. Di sisi lain, orang yang sedang mabuk tentu tidak ingat untuk melakukan ibadah dan zikir atau apabila ia melakukannya, tentu dengan cara yang tidak benar dan tidak khusyuk. Apalagi minum minuman keras menimbulkan kecanduan bahkan bisa menjadikan seseorang tergantung, yaitu ia tidak dapat bekerja jika tidak minum lebih dulu.
Orang yang suka berjudi biasanya selalu berharap akan menang. Oleh karena itu, ia tidak pernah jera dari perbuatan itu, selagi ia masih mempunyai uang, atau barang yang akan dipertaruhkannya. Ketika uang atau barangnya telah habis, ia akan berusaha untuk mengambil hak orang lain dengan jalan yang tidak sah. Betapa banyak ditemui pegawai atau karyawan perusahaan yang telah mengkorup uang yang dihabiskannya di meja judi. Di antara penjudi-penjudi itu sendiri timbul rasa permusuhan, karena masing-masing ingin mengalahkan lawannya, atau ingin membalas dendam kepada lawan yang telah mengalahkannya. Seorang penjudi tentu sering melupakan ibadah, karena mereka yang sedang asyik berjudi, tidak akan menghentikan permainannya untuk melakukan ibadah, sebab hati mereka sudah tunduk kepada setan yang senantiasa berusaha untuk menghalang-halangi manusia beribadah kepada Allah dan menghendakinya ke meja judi.
Pada ayat ini Allah hanya menyebutkan bahaya khamar dan berjudi, sedang bahaya mempersembahkan korban untuk berhala serta mengundi nasib tidak lagi disebutkan. Bila kita teliti, dapatlah dikatakan bahwa hal itu disebabkan oleh dua hal.
Pertama, karena kurban untuk patung dan mengundi nasib itu telah disebutkan hukumnya dalam firman Allah:
¦ dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. (al-Ma'idah/5: 3)
Kedua perbuatan itu, dalam ayat tersebut telah dinyatakan sebagai "Kefasikan".
Kedua, ialah karena khamar dan judi itu amat besar bahayanya. Itulah yang diutamakan pengharamannya dalam ayat ini, karena sebagian kaum Muslimin masih saja melakukannya sesudah turunnya ayat 219 Surah al-Baqarah/2 dan ayat 43 Surah an-Nisa'/4, terutama mengenai khamar.
Setelah menjelaskan bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, maka Allah, dengan nada bertanya memperingatkan orang-orang mukmin. "apakah mereka mau berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?" Maksudnya ialah bahwa setelah mereka diberi tahu tentang bahaya yang demikian besar dari perbuatan-perbuatan itu, maka hendaklah mereka menghentikannya, karena mereka sendirilah yang akan menanggung akibatnya, yaitu kerugian di dunia dan di akhirat. Di dunia ini mereka akan mengalami kerugian harta benda dan kesehatan badan serta permusuhan dan kebencian orang lain terhadap mereka; sedangkan di akhirat mereka akan ditimpa kemurkaan dan azab dari Allah.
Di samping minuman khamar yang memabukkan, kita juga dilarang mengkonsumsi beberapa zat yang memabukkan, seperti narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) serta obat-obat adiktif lainnya, karena dapat merusak jaringan tubuh, menimbulkan ketergantungan dan menghilangkan kesadaran pada pelakunya.
Di dalam kitab hadis Musnad Ahmad, dan Sunan Abi Daud serta at-Tirmidzi disebutkan satu riwayat bahwa 'Umar bin Khaththab pernah berdoa kepada Allah, "Ya Allah, berilah kami penjelasan yang memuaskan mengenai masalah khamar." Maka setelah turun ayat 219 Surah al-Baqarah/2, Rasulullah, membacakan ayat itu kepadanya, tetapi beliau masih saja belum merasa puas, dan beliau tetap berdoa seperti tersebut di atas. Demikian pula setelah turun ayat (43) Surah an-Nisa'/4. Tetapi setelah turun ayat-ayat 90 dan 91 Surah al-Ma'idah/5 ini, beliau dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat-ayat tersebut. Beliau merasa puas. Setelah bacaan itu sampai kepada firman Allah:
Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?
Para sahabat termasuk 'Umar bin Khaththab menjawab Artinya: "Kami berhenti, kami berhenti."
Surat Al Maa'idah terdiri dari 120 ayat; termasuk golongan surat Madaniyyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekah, namun ayat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Medinah, yaitu di waktu haji wadaa'. Surat ini dinamakan Al Maa'idah (hidangan) karena memuat kisah pengikut-pengikut setia Nabi Isa a.s. meminta kepada Nabi Isa a.s. agar Allah menurunkan untuk mereka Al Maa'idah (hidangan makanan) dari langit (ayat 112). Dan dinamakan Al Uqud (perjanjian), karena kata itu terdapat pada ayat pertama surat ini, dimana Allah menyuruh agar hamba-hamba-Nya memenuhi janji prasetia terhadap Allah dan perjanjian-perjanjian yang mereka buat sesamanya. Dinamakan juga Al Munqidz (yang menyelamatkan), karena akhir surat ini mengandung kisah tentang Nabi Isa a.s. penyelamat pengikut-pengikut setianya dari azab Allah.
Ahmad Al-Badawi dituduh menyebarkan agama Kristen oleh orang Islam ia pun ditolak oleh orang Kristen karena tak mau menerima dogma-dogma Kristen secara harafiah. Ia pendiri tarekat Badawi Mesir.
Hukum tajwid Surat Yasin ayat 16-18 penting dipelajari kaum muslim. Tak sekadar menambah ilmu atau pengetahuan, namun juga ditujukan agar nantinya tidak keliru saat membacanya.
Pada saat Daulah Mamalik berkuasa di Mesir, Sultan Baybars menjadikan kota Mesir sebagai arena kegiatan para ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sehingga berkembangkanlah ilmu pengetahuan di Mesir.
Dalam surat ke-107, termaktub dalam Al-Quran, Allah mengkritik orang-orang yang rajin melakukan ibadah salat lima waktu, namun tidak peduli terhadap perbaikan nasib mereka yang terpinggir, terasing, menderita dan tertindas.
Ali Al-Shahbuni dalam kitabnya mengatakan: Mereka yang mengikuti di sini dhamir kepada kelompok, yakni orang-orang dari Ahli kitab, dan mereka itu adalah kaum Yahudi.