Jadikan Ramadan Momen Pererat Ikatan Keluarga

Jum'at, 09 Juni 2017 - 13:53 WIB
Jadikan Ramadan Momen...
Jadikan Ramadan Momen Pererat Ikatan Keluarga
A A A
JAKARTA - Dibalik pemenuhan kewajiban sebagai umat muslim sekaligus menjaga kesehatan tubuh, faktanya berpuasa juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan antara anggota keluarga di rumah.

Selama bulan suci Ramadan kita seakan mengejar waktu untuk dapat berbuka puasa di rumah dengan keluarga tercinta. Padahal hari-hari biasa, umumnya baru pulang kerja seusai Magrib, bahkan lembur hingga malam hari.

Tak heran jika Ramadan menjadi momen yang tepat untuk semakin mempererat ikatan keluarga, terutama bonding antara orangtua dengan sang buah hati.

"Saya setiap sore selama puasa bela-belain desak-desakan di kereta demi bisa buka (puasa) di rumah bersama anak dan suami lanjut taraweh di masjid. Capek memang tapi enggak apa toh sebulan sekali," kata Wulandari, karyawan swasta di Jakarta Pusat ini.

Padahal di bulan-bulan yang biasa, dia enggan pulang sore hari, mengingat okupansi kereta yang membludak. Wulan pun lebih memilih pulang kantor usai menunaikan salat Isya.

Apa yang dilakukan Wulan ini disetejui oleh Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo SPsi Psi dari Lembaga Psikologi Terapan UI. Menurut dia, ada banyak kegiatan di bulan Ramadan yang dapat meningkatkan bonding atau keakraban antara orangtua dengan anak, sebut saja saat sahur, berbuka puasa, salat tarawih, menyiapkan makanan untuk santap sahur dan berbuka, hingga membaca Alquran bersama.

Momen-momen inilah yang biasanya dimanfaatkan para anggota keluarga untuk meningkatkan kualitas komunikasi antar anggota keluarga. "Misalnya, orangtua dapat mengajarkan sahur yang baik kepada anak. Memang, kapanpun bisa dijadikan family time, tetapi dengan sahur dan buka puasa bersama ini tentu bisa menjadi momen untuk menyatukan kebersamaan keluarga, apalagi jika dilakukan selama sebulan penuh," kata Vera.

Orangtua, terutama ibu juga bisa memanfaatkan waktu bersama anak saat menunggu salat Subuh setelah sahur. Ini adalah waktu santai untuk bisa ngobrol lebih dalam dengan anggota keluarga lainnya.

"Bisa juga dengan cara mengajak anak untuk sholat tarawih bareng. Ini juga menjadi cara untuk meningkatkan kebersamaan," ujar dia.

Ya, bulan suci Ramadan memungkinkan anggota keluarga untuk berkumpul secara lengkap sehingga jalinan komunikasi yang sempat terganggu selama 11 bulan yang lalu dapat direkatkan kembali.

Vera juga menjelaskan bahwa konflik dalam keluarga dapat dikelola dan diminimalisir dampak negatifnya. Salah satunya dengan cara melakukan family time secara rutin agar keluarga tetap kompak.
Vera menjelaskan, family time merupakan waktu yang dihabiskan bersama keluarga, di mana semua anggota keluarga secara bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas interaktif yang menyenangkan.

“Untuk melakukan family time tidak perlu mahal, yang penting menyenangkan dan berkesan,” bebernya.

Kegiatan family time yang sederhana itu, misalnya bermain kartu, bermain ular tangga, melakukan tugas rumah tangga bersama seperti membersihkan rumah, memasak, dan lainnya. Membaca buku cerita yang bisa dilakukan orangtua kepada anak, jogging, atau olahraga bersama, menonton film, dan lainnya juga merupakan aktivitas bersama yang tidak menyedot biaya.

Psikolog ini juga mencermati fenomena keluarga yang mengalami kesulitan dalam memulai komunikasi dengan sesama anggota keluarganya. Dampaknya, komunikasi yang renggang sehingga keinginan masing-masing anggota keluarga menjadi tidak klop. Dia menjelaskan, ada beberapa cara untuk menyatukan keinginan dari masing-masing anggota keluarga. Pertama, saat hendak memulai sebuah aktivitas berkomunikasi diperlukan media yang berfungsi sebagai ice breaking, misalnya menggunakan snack.

Kedua, saat komunikasi sudah mulai cair, selanjutnya adalah mencari win-win solution. Dan terakhir diperlukannya family time yang dilakukan secara rutin. “Jika ketiga hal itu dilakukan, diharapkan akan tercipta komunikasi yang baik, hangat, santai, dan terbuka dalam keluarga sehingga dampak negatif dari konflik dapat diminimalisir,” terang Vera.

Lebih jauh dia menilai, dewasa ini hubungan antar anggota keluarga semakin kompleks. Umumnya keluarga modern menganut paham demokrasi sehingga setiap anggota keluarga memiliki kebebasan mengungkapkan keinginan masing-masing.

Keinginan yang berbeda-beda merupakan hal yang wajar, tapi sayangnya berpotensi memicu konflik. Terlebih era digitalisasi saat ini juga berpotensi memicu konflik karena masing-masing anggota keluarga terlalu sibuk denga gawainya. Maka itu komunikasi langsung yang hangat dan terbuka sangat dibutuhkan oleh keluarga modern untuk mengklopkan beragam keinginan dari anggota keluarga.
(tdy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0776 seconds (0.1#10.140)