Syekh Yusuf, menyiarkan Islam hingga ke Afrika
A
A
A
Sindonews.com - Kebesaran nama Syekh Yusuf tidak hanya diakui oleh orang-orang di tanah kelahirannya, Makassar-Gowa. Ketokohan ulama yang bergelar Tuanta Salamaka melintasi benua. Namanya harum hingga ke Afrika Selatan.
Bagi warga Cape Town, Afrika Selatan, Syekh Yusuf merupakan sosok peletak dasar hadirnya komunitas Muslim di negara itu. Sosoknya tidak hanya diakui sebagai ulama besar, namun juga dianggap sebagai bapak bangsa rakyat Afrika Selatan karena perjuangannya menentang penindasan dan perbedaan warna kulit di negara di ujung selatan Benua Afrika itu.
Selain diberi gelar sebagai pahlawan nasional pada 2005 oleh pemerintah Afrika Selatan, mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela juga menjuluki Syekh Yusuf sebagai ‘Salah Seorang Putra Afrika Terbaik’. Syekh Yusuf Tajul Khalwati lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 1626. Dia meninggal dunia di Cape Town pada 23 Mei 1699 pada usia 72 tahun.
Ulama ini adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah dengan nama MuhammadYusuf.Konon, nama ini diberikan oleh Sultan Alauddin,raja Gowa, yang juga adalah kerabat ibu SyekhYusuf. Saat dewasa,dia memiliki nama lengkap Tuanta’ Salama’ ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.
Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru Kerajaan Gowa.SyekhYusuf juga berguru pada Sayyid Ba-lawi bin Abdul Al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin Al-Aidid. Ilmu agama telah didalami Syekh Yusuf saat dia berusia muda. Semasa kanak-kanak, tepatnya pada 1640, Syekh Yusuf belajar ilmu di salah satu ulama terkenal di Cikoang, yakni Syekh Jalaluddin al-Aidit.
Setelah belajar dasar-dasar agama Islam, dia kemudian memperdalam ilmunya ke beberapa tempat,termasuk hingga keluar negeri. Pada usia 18 tahun dia telah mengembara untuk mencari ilmu. Selama kurang lebih 20 tahun dia merantau ke banyak tempat untuk mencari ilmu agama. Dia mengawalinya dengan berlayar dari Makassar ke Banten, lalu ke Aceh. Tidak berhenti di situ, Syekh Yusuf menyeberang meninggalkan kepulauan Nusantara menuju Timur Tengah.
Di sana dia menuntut ilmu di beberapa kota, antara lain Yaman, Mekah, Madinah dan Damaskus. Pada usia 38 tahun dia mendalami tasawuf dan mengajar di Masjidil Haram. Sejumlah literatur menyebutkan, diYaman,SyekhYusuf berguru pada Sayed Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syekh al-Kabir Mazjaji al-Yamani Zaidi al-Naqsyabandi.
Setelah itu dia mendapat ijazah tarekat Naqsyabandi. SyekhYusuf kemudian lanjut ke Zubaid di negeri Yaman, di sana dia menemui Syekh Maulana Sayed Ali Al- Zahli dan sempat berguru. Kemudian dia menunaikan haji di tanah suci Mekah. Saat di Madinah, dia berguru pada syekh terkenal masa itu yakni Syekh Ibrahim Hasan bin Syihabuddin Al- Kurdi Al-Kaurani.
Dari Syekh ini dia mendapat ijazah tarekat Syattariyah.Belum juga puas dengan ilmu yang didapat, Syekh Yusuf pergi ke negeri Syam (Damaskus) menemui Syekh Abu Al Barakat Ayyub Al-Khalwati Al- Qurasyi. Gurunya ini memberikan ijazah tarekat Khalwatiyah dan Gelar tertinggi, Al-Taj Al-Khalawati Hadiatullah.
Luas dan tingginya ilmu pengetahuan yang dimiliki, serta dalamnya ilmu agama yang dipelajari, dalam lontara Gowa, ilmu Syekh Yusuf diandaikan tamparang tenaya sandakanna (lautan yang tidak diduga kedalamannya), langik tenaya birinna (langit tak bertepi),dan kappalak tenaya gulinna (kapal yang tak berkemudi).
Kesufian Tuanta Salamaka dikenal di kalangan masyarakat Gowa sebagai wali di bawah pemerintahan Raja Gowa ke-19, Abdul Djalil Tuemenanga ri Lakiung. Setelah hampir 20 tahun menimba ilmu agama di Jawa dan Timur Tengah,Syekh Yusuf akhirnya pulang ke kampung halamannya di Gowa. Di tanah kelahirannya, Syekh Yusuf rupanya harus menghadapi kenyataan yang tidak mengenakkan.
Setelah Kerajaan Gowa kalah perang dengan dengan Belanda, praktik maksiat ketika itu merajalela. Pada 1672, Tuanta Salamaka pun hijrah ke Banten di mana saat itu Sultan Ageng Tirtayasa sedang bertakhta. Di Banten,Syekh Yusuf diangkat menjadi guru untuk menyebarkan syiar Islam di sana. Sultan Banten kemudian menikahkan Syekh Yusuf dengan putrinya, Siti Syarifah. Penyebaran Islam di daerah itu pesat.
Bahkan, Banten dijadikan sebagai salah satu pusat pendidikan agama.Banyak yang datang menimba ilmu, termasuk pemuda dari Kerajaan Gowa. Tidak lama kemudian, Banten melakukan perlawanan terhadap penjajah. Perjuangan Syekh Yusuf gigih melawan Belanda. Saat Banten menyerah pada 1682,SyekhYusuf ditawan Belanda. Awalnya dia ditawan di Cirebon dan Batavia (Jakarta).
Namun, karena pengaruhnya masih dianggap masih membahayakan pemerintah kolonial, dia dan keluarga diasingkan ke Srilanka pada September 1684, sebelum akhirnya dibuang ke tempat yang lebih jauh, yakni ke Afrika Selatan. Bagi warga Cape Town, Syekh Yusuf adalah peletak dasar keberadaan Islam di negara itu. Meskipun Syekh Yusuf wafat pada 1699, namun para pengikut setianya masih tetap memilih tinggal di daerah itu hingga 1704.
Syekh Yusuf wafat pada 1699 di Desa Maccasar, 40 kilometer dari Kota Cape Town dalam usia 72 tahun. Dia dimakamkan di sebuah bukit desa di Teluk False. Karena desakan keluarga, maka enam tahun kemudian, pemerintah VOC yang berkuasa di Indonesia saat itu membawa kerandanya menyeberangi samudera lalu dimakamkan di kampung halamannya di Lakiung. Ketika itu keranda Syekh Yusuf dibawa oleh keluarganya dengan kapal De Spiegel yang berlayar langsung dari Kaap (Cape) ke Makassar.
Bagi warga Cape Town, Afrika Selatan, Syekh Yusuf merupakan sosok peletak dasar hadirnya komunitas Muslim di negara itu. Sosoknya tidak hanya diakui sebagai ulama besar, namun juga dianggap sebagai bapak bangsa rakyat Afrika Selatan karena perjuangannya menentang penindasan dan perbedaan warna kulit di negara di ujung selatan Benua Afrika itu.
Selain diberi gelar sebagai pahlawan nasional pada 2005 oleh pemerintah Afrika Selatan, mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela juga menjuluki Syekh Yusuf sebagai ‘Salah Seorang Putra Afrika Terbaik’. Syekh Yusuf Tajul Khalwati lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, pada 3 Juli 1626. Dia meninggal dunia di Cape Town pada 23 Mei 1699 pada usia 72 tahun.
Ulama ini adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir dari pasangan Abdullah dengan Aminah dengan nama MuhammadYusuf.Konon, nama ini diberikan oleh Sultan Alauddin,raja Gowa, yang juga adalah kerabat ibu SyekhYusuf. Saat dewasa,dia memiliki nama lengkap Tuanta’ Salama’ ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni.
Pendidikan agama diperolehnya sejak berusia 15 tahun di Cikoang dari Daeng Ri Tassamang, guru Kerajaan Gowa.SyekhYusuf juga berguru pada Sayyid Ba-lawi bin Abdul Al-Allamah Attahir dan Sayyid Jalaludin Al-Aidid. Ilmu agama telah didalami Syekh Yusuf saat dia berusia muda. Semasa kanak-kanak, tepatnya pada 1640, Syekh Yusuf belajar ilmu di salah satu ulama terkenal di Cikoang, yakni Syekh Jalaluddin al-Aidit.
Setelah belajar dasar-dasar agama Islam, dia kemudian memperdalam ilmunya ke beberapa tempat,termasuk hingga keluar negeri. Pada usia 18 tahun dia telah mengembara untuk mencari ilmu. Selama kurang lebih 20 tahun dia merantau ke banyak tempat untuk mencari ilmu agama. Dia mengawalinya dengan berlayar dari Makassar ke Banten, lalu ke Aceh. Tidak berhenti di situ, Syekh Yusuf menyeberang meninggalkan kepulauan Nusantara menuju Timur Tengah.
Di sana dia menuntut ilmu di beberapa kota, antara lain Yaman, Mekah, Madinah dan Damaskus. Pada usia 38 tahun dia mendalami tasawuf dan mengajar di Masjidil Haram. Sejumlah literatur menyebutkan, diYaman,SyekhYusuf berguru pada Sayed Syekh Abi Abdullah Muhammad Abdul Baqi bin Syekh al-Kabir Mazjaji al-Yamani Zaidi al-Naqsyabandi.
Setelah itu dia mendapat ijazah tarekat Naqsyabandi. SyekhYusuf kemudian lanjut ke Zubaid di negeri Yaman, di sana dia menemui Syekh Maulana Sayed Ali Al- Zahli dan sempat berguru. Kemudian dia menunaikan haji di tanah suci Mekah. Saat di Madinah, dia berguru pada syekh terkenal masa itu yakni Syekh Ibrahim Hasan bin Syihabuddin Al- Kurdi Al-Kaurani.
Dari Syekh ini dia mendapat ijazah tarekat Syattariyah.Belum juga puas dengan ilmu yang didapat, Syekh Yusuf pergi ke negeri Syam (Damaskus) menemui Syekh Abu Al Barakat Ayyub Al-Khalwati Al- Qurasyi. Gurunya ini memberikan ijazah tarekat Khalwatiyah dan Gelar tertinggi, Al-Taj Al-Khalawati Hadiatullah.
Luas dan tingginya ilmu pengetahuan yang dimiliki, serta dalamnya ilmu agama yang dipelajari, dalam lontara Gowa, ilmu Syekh Yusuf diandaikan tamparang tenaya sandakanna (lautan yang tidak diduga kedalamannya), langik tenaya birinna (langit tak bertepi),dan kappalak tenaya gulinna (kapal yang tak berkemudi).
Kesufian Tuanta Salamaka dikenal di kalangan masyarakat Gowa sebagai wali di bawah pemerintahan Raja Gowa ke-19, Abdul Djalil Tuemenanga ri Lakiung. Setelah hampir 20 tahun menimba ilmu agama di Jawa dan Timur Tengah,Syekh Yusuf akhirnya pulang ke kampung halamannya di Gowa. Di tanah kelahirannya, Syekh Yusuf rupanya harus menghadapi kenyataan yang tidak mengenakkan.
Setelah Kerajaan Gowa kalah perang dengan dengan Belanda, praktik maksiat ketika itu merajalela. Pada 1672, Tuanta Salamaka pun hijrah ke Banten di mana saat itu Sultan Ageng Tirtayasa sedang bertakhta. Di Banten,Syekh Yusuf diangkat menjadi guru untuk menyebarkan syiar Islam di sana. Sultan Banten kemudian menikahkan Syekh Yusuf dengan putrinya, Siti Syarifah. Penyebaran Islam di daerah itu pesat.
Bahkan, Banten dijadikan sebagai salah satu pusat pendidikan agama.Banyak yang datang menimba ilmu, termasuk pemuda dari Kerajaan Gowa. Tidak lama kemudian, Banten melakukan perlawanan terhadap penjajah. Perjuangan Syekh Yusuf gigih melawan Belanda. Saat Banten menyerah pada 1682,SyekhYusuf ditawan Belanda. Awalnya dia ditawan di Cirebon dan Batavia (Jakarta).
Namun, karena pengaruhnya masih dianggap masih membahayakan pemerintah kolonial, dia dan keluarga diasingkan ke Srilanka pada September 1684, sebelum akhirnya dibuang ke tempat yang lebih jauh, yakni ke Afrika Selatan. Bagi warga Cape Town, Syekh Yusuf adalah peletak dasar keberadaan Islam di negara itu. Meskipun Syekh Yusuf wafat pada 1699, namun para pengikut setianya masih tetap memilih tinggal di daerah itu hingga 1704.
Syekh Yusuf wafat pada 1699 di Desa Maccasar, 40 kilometer dari Kota Cape Town dalam usia 72 tahun. Dia dimakamkan di sebuah bukit desa di Teluk False. Karena desakan keluarga, maka enam tahun kemudian, pemerintah VOC yang berkuasa di Indonesia saat itu membawa kerandanya menyeberangi samudera lalu dimakamkan di kampung halamannya di Lakiung. Ketika itu keranda Syekh Yusuf dibawa oleh keluarganya dengan kapal De Spiegel yang berlayar langsung dari Kaap (Cape) ke Makassar.
(azh)