Masjid Agung Demak, dibangun hanya 1 malam

Kamis, 26 Juli 2012 - 11:22 WIB
Masjid Agung Demak, dibangun hanya 1 malam
Masjid Agung Demak, dibangun hanya 1 malam
A A A
Sindonews.com - Masjid Agung Demak, Jawa Tengah (Jateng), merupakan bangunan masjid pertama di Pulau Jawa yang dibangun pada 1479 Masehi. Masjid tersebut dibangun oleh Raden Patah, Raja Demak pertama bersama para Wali Songo.

Konon, masjid ini dibangun hanya dalam waktu semalam. Masjid Agung Demak juga menyiratkan berbagai makna filosofis. Sebagian masyarakat meyakini kesakralan Masjid Agung Demak tak kalah dengan Masjidil Haram di Mekkah.

Masjid yang berlokasi di pusat Kota Demak ini merupakan cikal bakal berdirinya Kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Menurut cerita, Raden Patah bersama wali Songo mendirikan masjid tertua di tanah Jawa ini. Hanya dalam waktu semalam, di bagian mihrab atau pengimaman terdapat prasasti bergambar bulus.

Gambar bulus tersebut diartikan sebagai petunjuk waktu dibangunnya masjid. Bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1, kaki 4 berarti angka 4, badan bulus berarti angka 0, dan ekor bulus berarti angka 1. Dari simbol tersebut bisa disimpulkan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 saka atau 1479 masehi.

Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis dan arsitektur tradisional khas Jawa. Atap masjid berupa tiga susun limas piramida yang menunjukkan aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian yakni iman, Islam dan ihsan. Masjid ini juga perpaduan dari tiga budaya yakni Hindu, Islam, dan China.

Bagian Masjid Agung Demak yang fenomenal lainnya adalah satu dari empat tiang utama penyangga masjid terbuat dari soko tatal (serpihan kayu). Empat tiang ini masing-masing memiliki tinggi 17 meter.

Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Tiang di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga, Demak.

Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal. Disebut tatal karena tingginya tiang utama belum mencapai ukuran yang sesuai sehingga disambung dengan sejumlah patahan kayu. Kendati disambung dan hanya diikat, namun hingga kini tiang tersebut masih berdiri kokoh.

Di bagian atas pengimaman juga terdapat gambar hiasan segi delapan yang disebut sebagai Surya Majapahit. Lambang Kerajaan Majapahit tersebut memperkuat ahli purbakala yang menafsirkan Masjid Agung Demak dibuat pada masa Kerajaan Majapahit atau 1479 M.

Artefak bangunan yang berukir peninggalan masa lampau di deretan shaf pertama itu disebut maksurah. Ruangan tersebut pada awalnya digunakan para raja untuk berdoa. Pada saat sekarang, maksurah dipergunakan imam masjid sembari menunggu para jemaat salat fardhu.

Di samping maksurah, terdapat dampar kencana. Benda cagar budaya ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV sebagai hadiah untuk Raden Patah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi. Hingga saat ini dampar kencana masih terawat dengan baik dan dipergunakan saat khotib berkhotbah.

Ketua Takmir Masjid Agung Demak Muhammad Asyiq mengatakan, bagian pintu masuk masjid ini disebut sebagai lawang bledeg. Pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo.

"Delapan tiang yang berjumlah delapan di serambi masjid juga masuk dalam benda cagar budaya yang merupakan pemberian Raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Sejumlah keramik asal China juga masih terpasang di sejumlah dinding masjid," ujar Asyiq menjelaskan.

Setiap Ramadan, Masjid Agung Demak tak pernah sepi dari pengunjung. Bahkan sebagian masyarakat berkeyakinan ibadah di bulan Ramadan baik puasa, salat, itikaf hingga tadarus terasa kurang jika belum dilaksanakan di Masjid Agung Demak.
(azh)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5080 seconds (0.1#10.140)