Batasan Aurat Muslimah di Hadapan Wanita Non-Muslim
loading...
A
A
A
Batasan aurat Muslimah di hadapan wanita non Muslim penting diketahui. Terlebih bagi para Muslimah yang mungkin masih bingung terhadap perkara tersebut.
Dalam Islam, hakikat berpakaian adalah untuk menutup aurat , yaitu menutupi bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat orang lain. Islam sendiri telah mengatur terhadap siapa saja aurat seorang Muslim maupun Muslimah boleh terlihat, lengkap dengan batasannya.
Dari sekian perintah untuk menutup aurat, salah satu yang paling populer tercantum di dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 31.
Artinya: Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.
Bicara soal aurat Muslimah di hadapan wanita non Muslim, ada beberapa pendapat berbeda. Satu mengatakan Muslimah tidak boleh menampakkan aurat dihadapan wanita non muslim, lalu pendapat kedua menyatakan boleh sebagaimana wanita muslim boleh menampakkan aurat yang biasa ditampilkan di hadapan sesama muslimah.
Pada sebuah hadis, Rasulullah Saw pernah menyinggung perkara aurat. Nabi Saw bersabda:
"Tidak diperbolehkan bagi orang laki-laki melihat aurat laki-laki dan perempuan melihat aurat perempuan. Dan, tidak boleh seorang laki-laki dengan orang laki-laki lain dalam satu selimut dan perempuan dengan perempuan lain dalam satu selimut." (HR Muslim).
Imam Nawawi menjelaskan larangan dalam hadis tersebut bersifat mutlak. Sabda Rasulullah SAW mengenai "perempuan bergabung dengan perempuan lain dalam satu selimut" adalah larangan tidur bersama jika tidak ada pemisah.
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni kemudian menguatkan pendapat tentang batasan aurat wanita di hadapan wanita adalah dari pusar hingga lutut.
"Aurat seorang wanita yang wajib ditutupi di depan kaum wanita lainnya, sama dengan aurat lelaki di depan kaum lelaki lainnya, yaitu daerah antara pusar hingga lutut," jelas Ibnu Qudamah.
Batas aurat wanita di hadapan wanita lain cukup antara pusar hingga lutut dengan asumsi awal syahwat tidak akan muncul sesama wanita. Namun, jika dikhawatirkan terjadi dan menimbulkan fitnah keji berupa tindakan penyuka sesama jenis, maka Muslimah diwajibkan untuk menutup seluruh auratnya, seperti halnya di hadapan laki-laki yang bukan muhrim.
Pada Durus Wa Fatawa Haramil Makki, seseorang pernah bertanya kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. “Bolehkah wanita membuka rambutnya di hadapan wanita non muslim, sedangkan mereka menceritakan kondisinya kepada kerabat laki-laki mereka yang juga bukan muslim?”
Beliau menjawab ada dua pendapat menurut ulama. Pertama, diperbolehkan bagi wanita untuk menampakkan rambutnya dan wajahnya di hadapan para wanita non muslim. Lalu pendapat kedua, mutlak tidak diperbolehkan
Pada perbedaan pandangan ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin cenderung memilih pendapat pertama (diperbolehkan bagi perempuan untuk menampakkan rambutnya dan wajahnya di hadapan para perempuan kafir). Alasannya karena dirasa lebih mendekati kebenaran jika melihat status seluruh perempuan itu sama, tidak berbeda antara kafir dan muslimah, namun dengan catatan apabila tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Apabila dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah, misalnya wanita yang melihat akan memberitahukan kondisinya kepada kerabat laki-laki-lakinya, maka kekhawatiran timbulnya fitnah lebih didahulukan. Dengan itu, maka tidak diperbolehkan bagi wanita untuk menampakkan sesuatu dari tubuhnya, baik itu ke wanita muslimah atau non-muslimah.
Sementara Imam al-Qurtubi (Jâmi Ahkam al-Qur’an; 12:233) juga mengatakan aurat wanita Muslim tidak boleh dilihat oleh perempuan non-Muslim, kecuali oleh ibunya sendiri, meskipun ibunya itu seorang kafir/musyrikah.
Demikian ulasan mengenai batasan aurat Muslimah di hadapan wanita non Muslim yang bisa diketahui. Semoga bermanfaat.
Dalam Islam, hakikat berpakaian adalah untuk menutup aurat , yaitu menutupi bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat orang lain. Islam sendiri telah mengatur terhadap siapa saja aurat seorang Muslim maupun Muslimah boleh terlihat, lengkap dengan batasannya.
Dari sekian perintah untuk menutup aurat, salah satu yang paling populer tercantum di dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 31.
وَقُلْ لِّـلۡمُؤۡمِنٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ اَبۡصَارِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوۡجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِيۡنَ زِيۡنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَلۡيَـضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوۡبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِيۡنَ زِيۡنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوۡلَتِهِنَّ اَوۡ اٰبَآٮِٕهِنَّ اَوۡ اٰبَآءِ بُعُوۡلَتِهِنَّ اَوۡ اَبۡنَآٮِٕهِنَّ اَوۡ اَبۡنَآءِ بُعُوۡلَتِهِنَّ اَوۡ اِخۡوَانِهِنَّ اَوۡ بَنِىۡۤ اِخۡوَانِهِنَّ اَوۡ بَنِىۡۤ اَخَوٰتِهِنَّ اَوۡ نِسَآٮِٕهِنَّ اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيۡنَ غَيۡرِ اُولِى الۡاِرۡبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفۡلِ الَّذِيۡنَ لَمۡ يَظۡهَرُوۡا عَلٰى عَوۡرٰتِ النِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِاَرۡجُلِهِنَّ لِيُـعۡلَمَ مَا يُخۡفِيۡنَ مِنۡ زِيۡنَتِهِنَّ ؕ وَتُوۡبُوۡۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيۡعًا اَيُّهَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
Artinya: Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.
Batasan Aurat Muslimah di Hadapan Wanita Non Muslim
Menurut mayoritas ulama, batasan aurat wanita dengan orang yang bukan mahram adalah wajah dan telapak tangannya saja. Sedangkan ulama dari Mazhab Hambali bahkan mengatakan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, bahkan sampai kukunya.Bicara soal aurat Muslimah di hadapan wanita non Muslim, ada beberapa pendapat berbeda. Satu mengatakan Muslimah tidak boleh menampakkan aurat dihadapan wanita non muslim, lalu pendapat kedua menyatakan boleh sebagaimana wanita muslim boleh menampakkan aurat yang biasa ditampilkan di hadapan sesama muslimah.
Pada sebuah hadis, Rasulullah Saw pernah menyinggung perkara aurat. Nabi Saw bersabda:
"Tidak diperbolehkan bagi orang laki-laki melihat aurat laki-laki dan perempuan melihat aurat perempuan. Dan, tidak boleh seorang laki-laki dengan orang laki-laki lain dalam satu selimut dan perempuan dengan perempuan lain dalam satu selimut." (HR Muslim).
Imam Nawawi menjelaskan larangan dalam hadis tersebut bersifat mutlak. Sabda Rasulullah SAW mengenai "perempuan bergabung dengan perempuan lain dalam satu selimut" adalah larangan tidur bersama jika tidak ada pemisah.
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni kemudian menguatkan pendapat tentang batasan aurat wanita di hadapan wanita adalah dari pusar hingga lutut.
"Aurat seorang wanita yang wajib ditutupi di depan kaum wanita lainnya, sama dengan aurat lelaki di depan kaum lelaki lainnya, yaitu daerah antara pusar hingga lutut," jelas Ibnu Qudamah.
Batas aurat wanita di hadapan wanita lain cukup antara pusar hingga lutut dengan asumsi awal syahwat tidak akan muncul sesama wanita. Namun, jika dikhawatirkan terjadi dan menimbulkan fitnah keji berupa tindakan penyuka sesama jenis, maka Muslimah diwajibkan untuk menutup seluruh auratnya, seperti halnya di hadapan laki-laki yang bukan muhrim.
Pada Durus Wa Fatawa Haramil Makki, seseorang pernah bertanya kepada Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. “Bolehkah wanita membuka rambutnya di hadapan wanita non muslim, sedangkan mereka menceritakan kondisinya kepada kerabat laki-laki mereka yang juga bukan muslim?”
Beliau menjawab ada dua pendapat menurut ulama. Pertama, diperbolehkan bagi wanita untuk menampakkan rambutnya dan wajahnya di hadapan para wanita non muslim. Lalu pendapat kedua, mutlak tidak diperbolehkan
Pada perbedaan pandangan ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin cenderung memilih pendapat pertama (diperbolehkan bagi perempuan untuk menampakkan rambutnya dan wajahnya di hadapan para perempuan kafir). Alasannya karena dirasa lebih mendekati kebenaran jika melihat status seluruh perempuan itu sama, tidak berbeda antara kafir dan muslimah, namun dengan catatan apabila tidak dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Apabila dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah, misalnya wanita yang melihat akan memberitahukan kondisinya kepada kerabat laki-laki-lakinya, maka kekhawatiran timbulnya fitnah lebih didahulukan. Dengan itu, maka tidak diperbolehkan bagi wanita untuk menampakkan sesuatu dari tubuhnya, baik itu ke wanita muslimah atau non-muslimah.
Sementara Imam al-Qurtubi (Jâmi Ahkam al-Qur’an; 12:233) juga mengatakan aurat wanita Muslim tidak boleh dilihat oleh perempuan non-Muslim, kecuali oleh ibunya sendiri, meskipun ibunya itu seorang kafir/musyrikah.
Demikian ulasan mengenai batasan aurat Muslimah di hadapan wanita non Muslim yang bisa diketahui. Semoga bermanfaat.
(wid)