Puasa aman bagi lansia
A
A
A
ORANG lanjut usia (lansia) tetap bisa berpuasa. Asalkan tubuh sehat, kondisi fisik stabil, penyakitnya terkontrol, kebutuhan asupan makanan dan cairan terpenuhi, puasa pun aman dilakukan.
Bagi remaja atau mereka yang masih berusia produktif, puasa mungkin tidak menjadi masalah. Namun, lain halnya dengan lansia, menunaikan ibadah puasa menjadi tantangan tersendiri. Ada banyak hal yang harus diperhatikan agar mereka bisa menjalankan ibadah dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan. Konsultan Geriatri dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/- RSCM,dr Purwita Wijaya Laksmi SpPD Kger,mengatakan, pada dasarnya lansia boleh berpuasa.
Syaratnya, lansia tersebut kondisi fisiknya stabil, penyakitnya terkontrol, kebutuhan asupan makanan dan cairannya terpenuhi. Namun, menurut dia, apabila lansia tersebut sedang mengalami penyakit akut atau penyakitnya tidak terkontrol, maka disarankan untuk tidak berpuasa. “Tidak dianjurkan memaksakan diri untuk tetap berpuasa manakala kondisi fisik tidak memungkinkan,” kata Purwita.
Berbicara dalam acara Simposium Awam PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) Forum Puasa di Ruang Kuliah Penyakit Dalam FKUI Jakarta, Purwita menuturkan, proses menua adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi pribadi yang lemah kondisi fisiknya (frail). Hal ini, dia menyebutkan, merupakan proses normal yang waktunya bervariasi antarindividu, tetapi tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ dan penyakit.
”Namun, cadangan sistem fisiologis tubuh menurun sehingga rentan terhadap berbagai penyakit dan risiko kematian,” papar Purwita. Pasien lansia yang berobat ke dokter, umumnya memiliki karakteristik tertentu. Di antaranya multipatologi, yakni satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Lalu, menurunnya daya cadangan fungsional menyebabkan pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih.
Lansia juga mempunyai tampilan klinis yang menyimpang dan terganggunya status fungsional, yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Dan, karakteristik terakhir adalah kerap terdapat gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk. Purwita menuturkan, bila diet seimbang yang mengandung makronutrien dan mikronutrien yang dijalankan lansia tidak dapat dipertahankan, maka mereka dapat terkena malanutrisi.
Malanutrisi adalah suatu keadaan kekurangan, kelebihan atau ketidakseimbangan protein,energi, dan zat gizi lain. Penyebab malanutrisi, menurut dia, bermacam-macam, di antaranya karena perubahan terkait usia seperti nafsu makan dan asupan makan berkurang, penyakit dan efek samping obat, iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan) atau karena masalah psikologik, sosio-ekonomi dan budaya.
Apa dampak puasa bagi yang menjalankannya? Purwita menyebutkan, selama puasa, tentunya asupan makanan berkurang 12% daripada biasanya. Setelah bulan Ramadan, biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, dan asam urat akan menurun. “Bagi lansia yang puasa tidak perlu khawatir akan mengalami gangguan fungsi ginjal selama asupan cairan terpenuhi,” ungkapnya.
Agar tetap sehat dan bugar, Purwita menyampaikan kiat untuk lansia yang berpuasa. Hal yang utama adalah mengonsumsi air putih yang cukup sekitar 8-10 gelas setiap hari. Air diminum secara bertahap saat bangun sahur, setelah sahur, saat berbuka, saat makan malam, setelah salat tarawih, dan menjelang tidur malam. Dianjurkan pula para lansia untuk mengonsumsi jus buah dan menghindari minum teh saat sahur.
Dia menyebutkan, teh memiliki sifat diuretik atau bersifat menambah kecepatan pembentukan urine, terutama pada lansia. “Ini tidak baik karena tubuh mengeluarkan energi ekstra akibat organ-organ dalam tubuh terus mengeluarkan cairan,” kata Purwita. Meningkatnya jumlah cairan urine yang dikeluarkan tubuh, menurut dia, tidak seimbang dengan jumlah cairan yang didapatkan tubuh pada saat berpuasa sehingga tubuh cepat lemas dan dapat menyebabkan dehidrasi.
Bagaimana dengan pola makan? Sama seperti orang dewasa lainnya, kebutuhan kalori yang mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan individu harus terpenuhi seperti saat tidak berpuasa. Pembagiannya, 40% saat sahur, 50% saat berbuka (makanan ringan sebelum salat magrib dan makanan besar setelah salat magrib), dan 10% setelah salat tarawih. Purwita menyatakan, lansia sebaiknya mengonsumsi jenis makanan yang lebih lama dicerna dan tinggi serat.
Adapun saat berbuka dianjurkan mengonsumsi kurma dan membatasi makanan berlemak atau digoreng. Jangan lupa, tidak disarankan untuk ”balas dendam” saat berbuka dengan makan berlebihan.
Bagi remaja atau mereka yang masih berusia produktif, puasa mungkin tidak menjadi masalah. Namun, lain halnya dengan lansia, menunaikan ibadah puasa menjadi tantangan tersendiri. Ada banyak hal yang harus diperhatikan agar mereka bisa menjalankan ibadah dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan. Konsultan Geriatri dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/- RSCM,dr Purwita Wijaya Laksmi SpPD Kger,mengatakan, pada dasarnya lansia boleh berpuasa.
Syaratnya, lansia tersebut kondisi fisiknya stabil, penyakitnya terkontrol, kebutuhan asupan makanan dan cairannya terpenuhi. Namun, menurut dia, apabila lansia tersebut sedang mengalami penyakit akut atau penyakitnya tidak terkontrol, maka disarankan untuk tidak berpuasa. “Tidak dianjurkan memaksakan diri untuk tetap berpuasa manakala kondisi fisik tidak memungkinkan,” kata Purwita.
Berbicara dalam acara Simposium Awam PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) Forum Puasa di Ruang Kuliah Penyakit Dalam FKUI Jakarta, Purwita menuturkan, proses menua adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi pribadi yang lemah kondisi fisiknya (frail). Hal ini, dia menyebutkan, merupakan proses normal yang waktunya bervariasi antarindividu, tetapi tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ dan penyakit.
”Namun, cadangan sistem fisiologis tubuh menurun sehingga rentan terhadap berbagai penyakit dan risiko kematian,” papar Purwita. Pasien lansia yang berobat ke dokter, umumnya memiliki karakteristik tertentu. Di antaranya multipatologi, yakni satu pasien terdapat lebih dari satu penyakit yang umumnya bersifat kronik degeneratif. Lalu, menurunnya daya cadangan fungsional menyebabkan pasien geriatri amat mudah jatuh dalam kondisi gagal pulih.
Lansia juga mempunyai tampilan klinis yang menyimpang dan terganggunya status fungsional, yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Dan, karakteristik terakhir adalah kerap terdapat gangguan nutrisi, gizi kurang, atau gizi buruk. Purwita menuturkan, bila diet seimbang yang mengandung makronutrien dan mikronutrien yang dijalankan lansia tidak dapat dipertahankan, maka mereka dapat terkena malanutrisi.
Malanutrisi adalah suatu keadaan kekurangan, kelebihan atau ketidakseimbangan protein,energi, dan zat gizi lain. Penyebab malanutrisi, menurut dia, bermacam-macam, di antaranya karena perubahan terkait usia seperti nafsu makan dan asupan makan berkurang, penyakit dan efek samping obat, iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan) atau karena masalah psikologik, sosio-ekonomi dan budaya.
Apa dampak puasa bagi yang menjalankannya? Purwita menyebutkan, selama puasa, tentunya asupan makanan berkurang 12% daripada biasanya. Setelah bulan Ramadan, biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida, dan asam urat akan menurun. “Bagi lansia yang puasa tidak perlu khawatir akan mengalami gangguan fungsi ginjal selama asupan cairan terpenuhi,” ungkapnya.
Agar tetap sehat dan bugar, Purwita menyampaikan kiat untuk lansia yang berpuasa. Hal yang utama adalah mengonsumsi air putih yang cukup sekitar 8-10 gelas setiap hari. Air diminum secara bertahap saat bangun sahur, setelah sahur, saat berbuka, saat makan malam, setelah salat tarawih, dan menjelang tidur malam. Dianjurkan pula para lansia untuk mengonsumsi jus buah dan menghindari minum teh saat sahur.
Dia menyebutkan, teh memiliki sifat diuretik atau bersifat menambah kecepatan pembentukan urine, terutama pada lansia. “Ini tidak baik karena tubuh mengeluarkan energi ekstra akibat organ-organ dalam tubuh terus mengeluarkan cairan,” kata Purwita. Meningkatnya jumlah cairan urine yang dikeluarkan tubuh, menurut dia, tidak seimbang dengan jumlah cairan yang didapatkan tubuh pada saat berpuasa sehingga tubuh cepat lemas dan dapat menyebabkan dehidrasi.
Bagaimana dengan pola makan? Sama seperti orang dewasa lainnya, kebutuhan kalori yang mengandung zat gizi seimbang sesuai kebutuhan individu harus terpenuhi seperti saat tidak berpuasa. Pembagiannya, 40% saat sahur, 50% saat berbuka (makanan ringan sebelum salat magrib dan makanan besar setelah salat magrib), dan 10% setelah salat tarawih. Purwita menyatakan, lansia sebaiknya mengonsumsi jenis makanan yang lebih lama dicerna dan tinggi serat.
Adapun saat berbuka dianjurkan mengonsumsi kurma dan membatasi makanan berlemak atau digoreng. Jangan lupa, tidak disarankan untuk ”balas dendam” saat berbuka dengan makan berlebihan.
(hyk)