Ramadan di Swedia, berpuasa 21 jam
A
A
A
Sindonews.com - Umat muslim di negara tropis seperti Indonesia layaknya bersyukur karena hanya berpuasa selama 12 hingga 13 jam per hari. Kenapa? Lihat saja muslim di Swedia yang dapat harus menahan lapar dan haus selama Ramadan minimal 21 jam, bahkan hingga 24 jam.
Matahari pun tak tenggelam di wilayah Swedia yang berdekatan dengan Artik atau kutub utara. Di Kota Kiruna, wilayah paling utara di Swedia, umat Islam bingung matahari tidak tenggelam. Padahal, puasa Ramadan diawali saat matahari terbit hingga matahari tenggelam.
“Kiruna merupakan wilayah paling utara di Swedia. Matahari tidak pernah tenggelam selama bulan ini,” kata Ali Melhen (45), kepada situs berita Swedia, The Local.
Melhen telah tinggal di Kiruna selama 24 tahun. Melhen bercerita saat dia pertama pindah ke Kiruna, Ramadan terjadi pada musim semi. Tapi, Ramadan kali ini jatuh pada musim panas. Itu yang membuat siang terasa lebih lama dibandingkan malam hari.
Berpuasa di musim panas menjadi tantangan tersendiri bagi umat muslim yang berpuasa sejak 10 Juli lalu. Bagi Melhen, berpuasa selama 24 jam selama satu hari merupakan tantangan yang sangat sulit untuk dilakukan.
“Tapi, saya dan istri saya tidak memiliki pilihan lain,” kata Melhen yang menganut Syiah.
Sebagai solusi, dia sudah berkonsultasi dengan para ulama di Irak dan Iran. “Ulama Syiah menyatakan kita dapat mengganti puasa Ramadan pada musim gugur saja.” Sementara warga muslim Sunni di Kiruna justru memiliki alternatif lain. Mereka memilih berbuka puasa setelah matahari tenggelam di Mekkah. Itu dianggap sebagai solusi atas dilema yang dihadapi warga muslim di dekat Artik. “Jika saya mengikuti tenggelamnya matahari di Swedia, puasa bisa mencapai 23 jam. Itu sangat menyulitkan,” ucap Melhen.
Dilema umat muslim di Swedia memang belum terpecahkan. Belum ada solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan puasa Ramadan. “Beberapa imam dan organisasi memiliki opini yang berbeda,” kata Ketua Liga Islam di Swedia Omar Mustafa.
Mustafa mengungkapkan, semua persoalan diserahkan kepada masing-masing individu untuk memutuskan. “Itu tidak berarti Anda harus berpuasa sepanjang waktu. Islam menyediakan banyak waktu.”
Selain di Kiruna, hal senada juga dialami warga muslim di Lulea, Swedia. Selama Ramadan kali ini warga muslim itu memiliki jeda antara berbuka dan sahur hanya tiga jam. Jadi, mereka harus bersiap untuk salat tarawih selama 38 menit. Fatma Bora dan Tulay Imdat telah menikmati puasa di Lulea selama 10 tahun terakhir.
Mereka juga mengaku telah terbiasa berpuasa di iklim yang dingin sepanjang hari. “Kita terbiasa beribadah dalam waktu yang pendek antara sahur dan berbuka,” kata Bora dan Imdat, dikutip World Bulletin.
Warga muslim di Lulea telah memiliki masjid yang terletak di belahan bumi paling utara. Masjid itu dibangun oleh komunitas muslim di kota tersebut. “Masjid kecil ini digunakan untuk salat Jumat dan kegiatan ceramah lainnya,” kata imam masjid, Mohammed Amri. Masjid itu dibangun sejak 2011. Jumlah muslim di Swedia mencapai 200.000 dari total sembilan juta warga.
Sebagian besar warga muslim Swedia berasal dari Turki, Afghanistan, Pakistan, Iran, Irak, Suriah, dan Tunisia. Permasalahan yang sama dengan di Swedia juga dihadapi muslim di Skandinavia seperti Finlandia.
Komite Fatwa Al-Azhar Mesir mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan muslim di negara- negara Skandinavia dan kutub utara untuk berpuasa sesuai waktu dan jadwal berpuasa di Mekkah.
Matahari pun tak tenggelam di wilayah Swedia yang berdekatan dengan Artik atau kutub utara. Di Kota Kiruna, wilayah paling utara di Swedia, umat Islam bingung matahari tidak tenggelam. Padahal, puasa Ramadan diawali saat matahari terbit hingga matahari tenggelam.
“Kiruna merupakan wilayah paling utara di Swedia. Matahari tidak pernah tenggelam selama bulan ini,” kata Ali Melhen (45), kepada situs berita Swedia, The Local.
Melhen telah tinggal di Kiruna selama 24 tahun. Melhen bercerita saat dia pertama pindah ke Kiruna, Ramadan terjadi pada musim semi. Tapi, Ramadan kali ini jatuh pada musim panas. Itu yang membuat siang terasa lebih lama dibandingkan malam hari.
Berpuasa di musim panas menjadi tantangan tersendiri bagi umat muslim yang berpuasa sejak 10 Juli lalu. Bagi Melhen, berpuasa selama 24 jam selama satu hari merupakan tantangan yang sangat sulit untuk dilakukan.
“Tapi, saya dan istri saya tidak memiliki pilihan lain,” kata Melhen yang menganut Syiah.
Sebagai solusi, dia sudah berkonsultasi dengan para ulama di Irak dan Iran. “Ulama Syiah menyatakan kita dapat mengganti puasa Ramadan pada musim gugur saja.” Sementara warga muslim Sunni di Kiruna justru memiliki alternatif lain. Mereka memilih berbuka puasa setelah matahari tenggelam di Mekkah. Itu dianggap sebagai solusi atas dilema yang dihadapi warga muslim di dekat Artik. “Jika saya mengikuti tenggelamnya matahari di Swedia, puasa bisa mencapai 23 jam. Itu sangat menyulitkan,” ucap Melhen.
Dilema umat muslim di Swedia memang belum terpecahkan. Belum ada solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan puasa Ramadan. “Beberapa imam dan organisasi memiliki opini yang berbeda,” kata Ketua Liga Islam di Swedia Omar Mustafa.
Mustafa mengungkapkan, semua persoalan diserahkan kepada masing-masing individu untuk memutuskan. “Itu tidak berarti Anda harus berpuasa sepanjang waktu. Islam menyediakan banyak waktu.”
Selain di Kiruna, hal senada juga dialami warga muslim di Lulea, Swedia. Selama Ramadan kali ini warga muslim itu memiliki jeda antara berbuka dan sahur hanya tiga jam. Jadi, mereka harus bersiap untuk salat tarawih selama 38 menit. Fatma Bora dan Tulay Imdat telah menikmati puasa di Lulea selama 10 tahun terakhir.
Mereka juga mengaku telah terbiasa berpuasa di iklim yang dingin sepanjang hari. “Kita terbiasa beribadah dalam waktu yang pendek antara sahur dan berbuka,” kata Bora dan Imdat, dikutip World Bulletin.
Warga muslim di Lulea telah memiliki masjid yang terletak di belahan bumi paling utara. Masjid itu dibangun oleh komunitas muslim di kota tersebut. “Masjid kecil ini digunakan untuk salat Jumat dan kegiatan ceramah lainnya,” kata imam masjid, Mohammed Amri. Masjid itu dibangun sejak 2011. Jumlah muslim di Swedia mencapai 200.000 dari total sembilan juta warga.
Sebagian besar warga muslim Swedia berasal dari Turki, Afghanistan, Pakistan, Iran, Irak, Suriah, dan Tunisia. Permasalahan yang sama dengan di Swedia juga dihadapi muslim di Skandinavia seperti Finlandia.
Komite Fatwa Al-Azhar Mesir mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan muslim di negara- negara Skandinavia dan kutub utara untuk berpuasa sesuai waktu dan jadwal berpuasa di Mekkah.
(hyk)