Tradisi lokal sirungguk, hiburan rakyat menunggu berbuka puasa
A
A
A
Sindonews.com - Tradisi Sirungguk (orang yang dibalut dengan akar dan rumput pohon) menjadi hiburan rakyat menjelang berbuka puasa di Kelurahan Parausorat, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel). Tradisi ini disebut-sebut sudah ada sejak zaman dulu. Nama Sirungguk diadopsi dari nama jenis rumput atau belukar yang biasa digunakan membalut orang atau gerbang untuk kepentingan adat dan pesta. Karena dibalut rerumputan itu, maka tradisi tersebut dinamakan tradisi Sirungguk.
Bagi warga setempat, Sirungguk mempunyai makna tersendiri bagi warga yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebab, tradisi tersebut dapat menghibur orang yang sedang berpuasa. Kondisi tubuh yang lemah dari menahan haus dan lapar, sedikit terlupakan dengan hiburan ini. Seperti yang terlihat pada Minggu (21/07), sejumlah remaja dari Parausorat berangkat menuju Bato Olang dekat perkampungan Pagaran Batu untuk mengambil rumput sirungguk.
Dengan kebersamaan–sesuai ciri khas asli masyarakat Sipirok–sekitar 10 remaja tersebut bergotong-royong mengumpulkan rumput belukar untuk bahan membuat Sirungguk. Setelah terkumpul, empat remaja kemudian dibalut dengan menggunakan tali plastik sebagai pengikat agar rerumputan tidak mudah lepas dari tubuh. Sedangkan pelepah bambu dijadikan topeng yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan lucu dan menghibur. Setelah selesai dibalut, keempat pemuda yang sudah menjadi badut pohon tersebut bersama-sama berjalan menuju perkampungan.
Spontan, warga yang melihat langsung berlari dan mendekati badut-badut Sirungguk itu. Namun, kehadirannya membuat beberapa anak-anak kecil ketakutan, namun tetap ingin menyaksikan langsung hiburan rakyat tersebut. Sobirin,31, warga setempat menyebutkan, keberadaan Sirungguk merupakan hiburan rakyat secara turun temurun. Hingga kini masih di pertahankan sekalipun telah banyak jenis hiburan yang lebih modern yang masuk ke kampung itu.
“Di namakan Sirungguk karena dibalut dengan rumput sirungguk. Tujuannya untuk menghibur warga yang berpuasa, terutama menjelang berbuka,”tuturnya kepada KORAN SINDO MEDAN ketika ditemui, kemarin. Dijelaskannya, seiring perkembangan zaman, keberadaan Si rungguk di Parausorat memang mulai mengalami perubahan. Sebab, badut tidak hanya dibalut dengan jenis rumput sirungguk, tetapi juga dengan ijuk. Tokoh masyarakat lainnya Amran Pohan mengatakan, tradisi hiburan ini akan tetap dilestarikan oleh masyarakat.
Bahkan menurutnya, tradisi ini merupakan khas kampungnya, dan menjadi salah satu ikon budaya.”Hanya di kampung ini saja yang ada, kalau di kampung lain tidak ada. Makanya, kami buat juga tradisi ini untuk penyambut tamu,”ujarnya.
Bagi warga setempat, Sirungguk mempunyai makna tersendiri bagi warga yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebab, tradisi tersebut dapat menghibur orang yang sedang berpuasa. Kondisi tubuh yang lemah dari menahan haus dan lapar, sedikit terlupakan dengan hiburan ini. Seperti yang terlihat pada Minggu (21/07), sejumlah remaja dari Parausorat berangkat menuju Bato Olang dekat perkampungan Pagaran Batu untuk mengambil rumput sirungguk.
Dengan kebersamaan–sesuai ciri khas asli masyarakat Sipirok–sekitar 10 remaja tersebut bergotong-royong mengumpulkan rumput belukar untuk bahan membuat Sirungguk. Setelah terkumpul, empat remaja kemudian dibalut dengan menggunakan tali plastik sebagai pengikat agar rerumputan tidak mudah lepas dari tubuh. Sedangkan pelepah bambu dijadikan topeng yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan lucu dan menghibur. Setelah selesai dibalut, keempat pemuda yang sudah menjadi badut pohon tersebut bersama-sama berjalan menuju perkampungan.
Spontan, warga yang melihat langsung berlari dan mendekati badut-badut Sirungguk itu. Namun, kehadirannya membuat beberapa anak-anak kecil ketakutan, namun tetap ingin menyaksikan langsung hiburan rakyat tersebut. Sobirin,31, warga setempat menyebutkan, keberadaan Sirungguk merupakan hiburan rakyat secara turun temurun. Hingga kini masih di pertahankan sekalipun telah banyak jenis hiburan yang lebih modern yang masuk ke kampung itu.
“Di namakan Sirungguk karena dibalut dengan rumput sirungguk. Tujuannya untuk menghibur warga yang berpuasa, terutama menjelang berbuka,”tuturnya kepada KORAN SINDO MEDAN ketika ditemui, kemarin. Dijelaskannya, seiring perkembangan zaman, keberadaan Si rungguk di Parausorat memang mulai mengalami perubahan. Sebab, badut tidak hanya dibalut dengan jenis rumput sirungguk, tetapi juga dengan ijuk. Tokoh masyarakat lainnya Amran Pohan mengatakan, tradisi hiburan ini akan tetap dilestarikan oleh masyarakat.
Bahkan menurutnya, tradisi ini merupakan khas kampungnya, dan menjadi salah satu ikon budaya.”Hanya di kampung ini saja yang ada, kalau di kampung lain tidak ada. Makanya, kami buat juga tradisi ini untuk penyambut tamu,”ujarnya.
(nfl)