PCINU Jerman kaji konsep politik Quraish Shihab
A
A
A
Sindonews.com - Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman kembali menggelar acara pengkajian. Acara yang diadakan pada 20 Juli 2013 ini bertempat di kediaman Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Berlin, Prof. Dr. Agus Rubiyanto.
Topik yang diangkat pada pengajian minggu kedua Ramadan 1434 H ini adalah Konsep Politik dalam Perspektif Islam: Kajian Pemikiran Prof. Quraish Shihab. Dengan pembicara pengkajian adalah Munirul Ikhwan, Lc, M.A, Alumni Universitas Al-Azhar Kairo dan Universitas Leiden yang sekarang menjadi kandidat doktor Studi Islam di Freie Universität Berlin.
Menurut koordinator IT PCINU Jerman Anggit Prashida, acara pengkajian selain dimaksudkan untuk mendiskusikan topik-topik keIslaman dan keIndonesiaan, juga untuk mempererat silaturrahim warga Indonesia di Berlin dan sekitarnya.
"Acara dimulai pada puku 20.10 waktu Berlin dan dihadiri oleh sekitar 40 orang warga Indonesia di Berlin baik dari kalangan mahasiswa maupun unsur masyarakat lainnya. Acara ini juga terhubung dengan jaringan online (www.nujerman.de). Tujuannya agar bisa diikuti peserta dari luar Berlin, bahkan dari negara-negara lain di luar Jerman," jelasnya.
Dalam pemaparannya, Munir menjelaskan bahwa Prof. Quraish Shihab merupakan mufassir (Ahli tafsir) Alquran terkenal asal Indonesia. Beliau menulis banyak buku, salah satunya yang kemudian menjadi karya monumental adalah Tafsir al-Misbah.
Quraish Shihab berpendapat bahwa Alquran hanya mengatur secara detail dan tegas urusan aqidah dan hal-hal yang tidak mengalami perubahan atau perkembangan.
Sementara itu, dalam hal-hal yang mengalami perubahan dan perkembangan, Alquran hanya memberikan garis-garis besar sebagai petunjuk bagi keberlangsungan perubahan itu sendiri.
Oleh karena itu, Qurasih Shihab menekankan perlunya memahami wahyu Illahi Alquran secara kontekstual dan tidak semata-mata terpukau pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung didalamnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Menurut Munir, Quraish Shihab mendiskusikan politik berangkat dari kata hukm dalam Alquran yang pada mulanya berarti “menghalangi atau melarang dalam rangka kebaikan.”
Ayat seperti “inil hukmu illa lillahi” (hukm, putusan, itu hanya milik Allah) yang sering dijadikan dalil oleh kelompok Islam tertentu untuk menegaskan agenda mereka tentang kewajiban untuk mendirikan negara khilafah, menurut Quraish Shihab, tidak senada dengan konteks ayat tersebut berbicara.
Penggunaan kata itu dalam surat Al Anam ayat 56-57, misalnya, berbicara dalam konteks ibadah. Sedangkan kata yang sama pada surat Yusuf ayat 40 tentang mengesakan Allah dan Surat Yusuf ayat 67 tentang kewajiban berusaha dan menyerahkan putusan hanya kepada Allah.
Lebih lanjut menurut Munir, Quraish Shihab cenderung memasukkan urusan politik pada urusan shura (permufakatan). Khilafah adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang pernah dikenal sejarah kaum Muslim, namun bukan satu-satunya sistem yang wajib diadopsi oleh umat Islam di generasi selanjutnya.
Quraish Shihab menegaskan argumennya dengan tidak adanya petunjuk yang pasti dari teks agama, dan bukti historis proses suksesi yang berbeda pada 4 khalifah (Abu Bakar, Umar Ibn Khathab, Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib) setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Setelah pemaparan dilanjutkan dengan tanya-jawab, baik dengan peserta yang datang langsung ke acara pengkajian maupun peserta yang terhubung dengan jaringan online.
Hamzah Ritchi, kandidat doktor bidang Sistim Informasi dari Humbolt Universitat Berlin menanyakan bahwa ada kelompok Islam tertentu yang menganggap agama (Islam) itu mengatur setiap detail permasalahan.
Munir menjawab bahwa menurut Quraish Shihab dalam masalah aqidah dan ibadah mahdhah (langsung) agama mengatur secara langsung, sedangkan untuk masalah mu’amalah yang bervariasi dan selalu mengalami perubahan, agama memberikan prinsip-prinsip umum dengan menghormati praktek dan tradisi dalam masyarakat, selama hal-hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip umum agama.
Acara Pengkajian ditutup pada pukul 21.21 waktu Berlin dan dilanjutkan dengan buka-puasa bersama, salat Maghrib dan diskusi informal seputar pengalaman riset, publikasi dan pengalaman sehari-hari hidup jauh dari tanah air.
Topik yang diangkat pada pengajian minggu kedua Ramadan 1434 H ini adalah Konsep Politik dalam Perspektif Islam: Kajian Pemikiran Prof. Quraish Shihab. Dengan pembicara pengkajian adalah Munirul Ikhwan, Lc, M.A, Alumni Universitas Al-Azhar Kairo dan Universitas Leiden yang sekarang menjadi kandidat doktor Studi Islam di Freie Universität Berlin.
Menurut koordinator IT PCINU Jerman Anggit Prashida, acara pengkajian selain dimaksudkan untuk mendiskusikan topik-topik keIslaman dan keIndonesiaan, juga untuk mempererat silaturrahim warga Indonesia di Berlin dan sekitarnya.
"Acara dimulai pada puku 20.10 waktu Berlin dan dihadiri oleh sekitar 40 orang warga Indonesia di Berlin baik dari kalangan mahasiswa maupun unsur masyarakat lainnya. Acara ini juga terhubung dengan jaringan online (www.nujerman.de). Tujuannya agar bisa diikuti peserta dari luar Berlin, bahkan dari negara-negara lain di luar Jerman," jelasnya.
Dalam pemaparannya, Munir menjelaskan bahwa Prof. Quraish Shihab merupakan mufassir (Ahli tafsir) Alquran terkenal asal Indonesia. Beliau menulis banyak buku, salah satunya yang kemudian menjadi karya monumental adalah Tafsir al-Misbah.
Quraish Shihab berpendapat bahwa Alquran hanya mengatur secara detail dan tegas urusan aqidah dan hal-hal yang tidak mengalami perubahan atau perkembangan.
Sementara itu, dalam hal-hal yang mengalami perubahan dan perkembangan, Alquran hanya memberikan garis-garis besar sebagai petunjuk bagi keberlangsungan perubahan itu sendiri.
Oleh karena itu, Qurasih Shihab menekankan perlunya memahami wahyu Illahi Alquran secara kontekstual dan tidak semata-mata terpukau pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung didalamnya dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Menurut Munir, Quraish Shihab mendiskusikan politik berangkat dari kata hukm dalam Alquran yang pada mulanya berarti “menghalangi atau melarang dalam rangka kebaikan.”
Ayat seperti “inil hukmu illa lillahi” (hukm, putusan, itu hanya milik Allah) yang sering dijadikan dalil oleh kelompok Islam tertentu untuk menegaskan agenda mereka tentang kewajiban untuk mendirikan negara khilafah, menurut Quraish Shihab, tidak senada dengan konteks ayat tersebut berbicara.
Penggunaan kata itu dalam surat Al Anam ayat 56-57, misalnya, berbicara dalam konteks ibadah. Sedangkan kata yang sama pada surat Yusuf ayat 40 tentang mengesakan Allah dan Surat Yusuf ayat 67 tentang kewajiban berusaha dan menyerahkan putusan hanya kepada Allah.
Lebih lanjut menurut Munir, Quraish Shihab cenderung memasukkan urusan politik pada urusan shura (permufakatan). Khilafah adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang pernah dikenal sejarah kaum Muslim, namun bukan satu-satunya sistem yang wajib diadopsi oleh umat Islam di generasi selanjutnya.
Quraish Shihab menegaskan argumennya dengan tidak adanya petunjuk yang pasti dari teks agama, dan bukti historis proses suksesi yang berbeda pada 4 khalifah (Abu Bakar, Umar Ibn Khathab, Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib) setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Setelah pemaparan dilanjutkan dengan tanya-jawab, baik dengan peserta yang datang langsung ke acara pengkajian maupun peserta yang terhubung dengan jaringan online.
Hamzah Ritchi, kandidat doktor bidang Sistim Informasi dari Humbolt Universitat Berlin menanyakan bahwa ada kelompok Islam tertentu yang menganggap agama (Islam) itu mengatur setiap detail permasalahan.
Munir menjawab bahwa menurut Quraish Shihab dalam masalah aqidah dan ibadah mahdhah (langsung) agama mengatur secara langsung, sedangkan untuk masalah mu’amalah yang bervariasi dan selalu mengalami perubahan, agama memberikan prinsip-prinsip umum dengan menghormati praktek dan tradisi dalam masyarakat, selama hal-hal tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip umum agama.
Acara Pengkajian ditutup pada pukul 21.21 waktu Berlin dan dilanjutkan dengan buka-puasa bersama, salat Maghrib dan diskusi informal seputar pengalaman riset, publikasi dan pengalaman sehari-hari hidup jauh dari tanah air.
(nfl)