Sejarah Masjid Kuno di Kaki Gunung Wilis
A
A
A
SEBUAH masjid kuno di kaki Gunung Wilis, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menjadi saksi bisu perjuangan ulama pada masa Kerajaan Mataram dalam menyebarkan agama Islam di bekas wilayah kekuasaan Majapahit.
Meski sudah berusia lebih dari 2,5 abad, namun karena tingginya nilai sejarah yang menyertai pendirian masjid tersebut, membuat corak dan bangunan khasnya yang kuno tetap dipertahankan hingga kini.
Dilihat dari corak dan arsitekturnya, masjid ini jelas bukan masjid biasa, karena pada tahun 1700-an, masjid ini pernah menjadi satu-satunya masjid utama dari Kadipaten Berbek yang masih dalam kekuasaan Kerajaan Mataram.
Disesuaikan dengan masa pendiriannya, corak dan arsitektur masjid ini merupakan penggabungan dari dua unsur budaya masa itu, yakni Hindu dan Islam. Terlihat dari berbagai ornamen yang menghiasinya, mulai dari tatanan batu-bata hingga ukiran di dalamnya.
Berdasarkan catatan sejarah, masjid ini didirikan oleh Kanjeng Raden Sosrokusumo, seorang kerabat keraton Mataram yang kemudian diangkat menjadi adipati atau bupati pertama di Kadipaten Berbek.
Kedatangan Sosrokusumo atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kanjeng Jimat, bukan hanya untuk memperkuat kekuasaan Mataram, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam di daerah-daerah pedalaman kaki Gunung Wilis yang merupakan bekas wilayah Kerajaan Majapahit.
Sebab saat itu. daerah ini hingga lereng Gunung Wilis menjadi daerah harapan baru bagi masyarakat Hindu setelah Majapahit runtuh. Namun dengan bantuan para ulama saat itu, Kanjeng Raden Sosrokusumo berhasil mengislamkan daerah gunung Wilis.
Hingga pada tahun 1745 masehi, mendirikan masjid Kadipaten Berbek yang diberi nama Almubarok sebagai pusat penyebaran agama Islam. Kanjeng Raden Sosrokusumo kemudian wafat dimakamkan di halaman belakang masjid.
Sementara masjid peninggalannya tetap dipertahankan dan kokoh berdiri, lengkap dengan arsitekturnya yang masih kuno agar menjadi saksi dan pengingat bagi generasi berikutnya.
Meski sudah berusia lebih dari 2,5 abad, namun karena tingginya nilai sejarah yang menyertai pendirian masjid tersebut, membuat corak dan bangunan khasnya yang kuno tetap dipertahankan hingga kini.
Dilihat dari corak dan arsitekturnya, masjid ini jelas bukan masjid biasa, karena pada tahun 1700-an, masjid ini pernah menjadi satu-satunya masjid utama dari Kadipaten Berbek yang masih dalam kekuasaan Kerajaan Mataram.
Disesuaikan dengan masa pendiriannya, corak dan arsitektur masjid ini merupakan penggabungan dari dua unsur budaya masa itu, yakni Hindu dan Islam. Terlihat dari berbagai ornamen yang menghiasinya, mulai dari tatanan batu-bata hingga ukiran di dalamnya.
Berdasarkan catatan sejarah, masjid ini didirikan oleh Kanjeng Raden Sosrokusumo, seorang kerabat keraton Mataram yang kemudian diangkat menjadi adipati atau bupati pertama di Kadipaten Berbek.
Kedatangan Sosrokusumo atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kanjeng Jimat, bukan hanya untuk memperkuat kekuasaan Mataram, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam di daerah-daerah pedalaman kaki Gunung Wilis yang merupakan bekas wilayah Kerajaan Majapahit.
Sebab saat itu. daerah ini hingga lereng Gunung Wilis menjadi daerah harapan baru bagi masyarakat Hindu setelah Majapahit runtuh. Namun dengan bantuan para ulama saat itu, Kanjeng Raden Sosrokusumo berhasil mengislamkan daerah gunung Wilis.
Hingga pada tahun 1745 masehi, mendirikan masjid Kadipaten Berbek yang diberi nama Almubarok sebagai pusat penyebaran agama Islam. Kanjeng Raden Sosrokusumo kemudian wafat dimakamkan di halaman belakang masjid.
Sementara masjid peninggalannya tetap dipertahankan dan kokoh berdiri, lengkap dengan arsitekturnya yang masih kuno agar menjadi saksi dan pengingat bagi generasi berikutnya.
(san)