Kisah Ulama Terdahulu Menjauhi Keterkenalan dan Popularitas
Rabu, 01 Februari 2023 - 07:30 WIB
Salah satu penyakit di akhir zaman sekarang adalah gila popularitas dan ingin terkenal. Bahkan tak sedikit yang memburu dan berjuang mati-matian agar namanya dikenal dan populer di tengah masyarakat.
Fenomena ini tentu berbeda dengan zaman generasi salafus saleh. Para ulama terdahulu sangat malu dengan popularitas atau keterkenalan. Mereka tidak senang apabila mendapat pujian dari banyak orang.
Menurut KH Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur, gila popularitas dan senang pujian adalah penyakit ganas yang dapat menyebabkan seseorang menjadi celaka.
Diriwayatkan dalam shahih Al-Bukhari, ada seseorang memuji-muji seorang laki-laki di hadapan Rasulullah SAW, maka beliau bersabda:
وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا
Artinya: "Celaka kamu, kamu telah memenggal leher sahabatmu, kamu telah memenggal leher sahabatmu". Kalimat ini diucapkan oleh Beliau berulang kali."
Imam Munawi rahimahullah menjelaskan, "Karena senang dipuji itu akan menjadi penyakit bagi agama orang yang memuji ataupun yang dipuji. Disebut oleh Nabi ﷺ sebagai "disembelih", karena ini akan mematikan hati, sehingga mati pula agamanya. Juga orang yang dipuji seperti disembelih, karena ia akan tertipu dengan sifat ujub dan sombong." [Faidh al Qadir (3/129)]
Imam Ibnu Bathal rahimahulah berkata:
لم يأمن على الممدوح العُجْب؛ لظنِّه أنه بتلك المنزلة، فربَّما ضيَّع العمل والازدياد من الخير؛ اتِّكالاً على ما وُصف به
Artinya: "Karena pujian menyebabkan orang yang dipuji tidak akan selamat dari terkena penyakit ujub, ia mengira telah sampai pada kedudukan seperti isi pujian. Dan bisa jadi orang yang dipuji terhenti dari amal atau menambah dari berbuat kebaikan. Karena ia sudah mengira sampai di posisi pujian yang disifatkan kepadanya." [Fath al-Bari (10/477)]
Islam mengajarkan agar kita menjadi hamba yang menjauhi segala hiruk pikuk dunia, sanjung menyanjung dan keterkenalan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ
Artinya: "Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, berkecukupan, dan tersembunyi." (HR Muslim)
Teladan Para Ulama
Imam Hamad menceritakan tentang gurunya, Imam Ayyub:
كنت أمشي معه يعني أيوب فيأخذ في طرق إني لأعجب كيف يهتدي لها؛ فراراً من الناس أن يُقال: هذا أيوب
"Aku pernah membersamai guruku Ayyub, maka ia berjalan dengan cara yang membuatku takjub dalam mengikutinya. Yakni ia berusaha menghindar dari orang-orang agar tidak ada yang mengatakan kepadanya: Ini Ayyub." [Siyar A'lam Nubala (10/476)]
Imam Ahmad berkata: "Ingin rasanya aku tinggal di kampung terpencil yang ada di Mekkah hingga aku tidak dikenal. Sungguh sekarang aku ditimpa musibah keterkenalan." [Siyar A'lam Nubala]
Ketika Imam Ahmad dielu-elukan banyak orang, maka beliau berkata:
ليته لا يكون استدراجاً
Fenomena ini tentu berbeda dengan zaman generasi salafus saleh. Para ulama terdahulu sangat malu dengan popularitas atau keterkenalan. Mereka tidak senang apabila mendapat pujian dari banyak orang.
Menurut KH Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur, gila popularitas dan senang pujian adalah penyakit ganas yang dapat menyebabkan seseorang menjadi celaka.
Diriwayatkan dalam shahih Al-Bukhari, ada seseorang memuji-muji seorang laki-laki di hadapan Rasulullah SAW, maka beliau bersabda:
وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا
Artinya: "Celaka kamu, kamu telah memenggal leher sahabatmu, kamu telah memenggal leher sahabatmu". Kalimat ini diucapkan oleh Beliau berulang kali."
Imam Munawi rahimahullah menjelaskan, "Karena senang dipuji itu akan menjadi penyakit bagi agama orang yang memuji ataupun yang dipuji. Disebut oleh Nabi ﷺ sebagai "disembelih", karena ini akan mematikan hati, sehingga mati pula agamanya. Juga orang yang dipuji seperti disembelih, karena ia akan tertipu dengan sifat ujub dan sombong." [Faidh al Qadir (3/129)]
Imam Ibnu Bathal rahimahulah berkata:
لم يأمن على الممدوح العُجْب؛ لظنِّه أنه بتلك المنزلة، فربَّما ضيَّع العمل والازدياد من الخير؛ اتِّكالاً على ما وُصف به
Artinya: "Karena pujian menyebabkan orang yang dipuji tidak akan selamat dari terkena penyakit ujub, ia mengira telah sampai pada kedudukan seperti isi pujian. Dan bisa jadi orang yang dipuji terhenti dari amal atau menambah dari berbuat kebaikan. Karena ia sudah mengira sampai di posisi pujian yang disifatkan kepadanya." [Fath al-Bari (10/477)]
Islam mengajarkan agar kita menjadi hamba yang menjauhi segala hiruk pikuk dunia, sanjung menyanjung dan keterkenalan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ
Artinya: "Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, berkecukupan, dan tersembunyi." (HR Muslim)
Teladan Para Ulama
Imam Hamad menceritakan tentang gurunya, Imam Ayyub:
كنت أمشي معه يعني أيوب فيأخذ في طرق إني لأعجب كيف يهتدي لها؛ فراراً من الناس أن يُقال: هذا أيوب
"Aku pernah membersamai guruku Ayyub, maka ia berjalan dengan cara yang membuatku takjub dalam mengikutinya. Yakni ia berusaha menghindar dari orang-orang agar tidak ada yang mengatakan kepadanya: Ini Ayyub." [Siyar A'lam Nubala (10/476)]
Imam Ahmad berkata: "Ingin rasanya aku tinggal di kampung terpencil yang ada di Mekkah hingga aku tidak dikenal. Sungguh sekarang aku ditimpa musibah keterkenalan." [Siyar A'lam Nubala]
Ketika Imam Ahmad dielu-elukan banyak orang, maka beliau berkata:
ليته لا يكون استدراجاً