Benarkah Haji Bisa Menghapus Dosa Besar? Begini Jawaban Syaikh Al-Utsaimin
Sabtu, 20 Mei 2023 - 09:32 WIB
Apakah ibadah haji menghapus dosa besar ? Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam "Fatawa Nur ‘alad Darb" mengatakan menilik hadis-hadis yang ada bahwa haji mabrur bisa menghapuskan dosa besar.
Sabda Rasulullah SAW :
Barangsiapa menunaikan ibadah haji lalu dia tidak melakukan rafats (perkataan atau perbuatan yang tidak seronok) dan tidak melakukan perbuatan fasiq, maka dia kembali (suci) sebagaimana hari dilahirkan oleh ibunya. [HR Al-Bukhâri, no. 1521 dan Muslim, no. 1350]
Juga sabda Rasulullah SAW :
Haji mabrur tidak ada balasannya selain surga. [HR Al-Bukhâri, no. 1773 dan Muslim, no. 1349]
Ini juga diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW:
Satu umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus (dosa-dosa) yang ada di antara keduanya dan haji mabrur tidak memiliki balasan selain surga.
Menurut al-Utsaimin, dosa-dosa di antara dua umrah akan terhapus dengan syarat dia menjauhi perbuatan-perbuatan dosa besar.
"Meski haji mabrur bisa menghapus dosa besar, namun tersisa sebuah permasalahan yaitu apakah ada orang yang yakin bahwa haji yang dilakukan itu mabrur? Ini merupakan perkara sulit, karena haji mabrur itu harus mabrur dalam dua hal yaitu tujuan dan perbuatan," jelas al-Utsaimin.
Mabrur dalam tujuan atau niat, maksudnya yaitu tujuannya melaksanakan ibadah haji hanya untuk beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dia bertujuan menghambakan diri kepada-Nya dengan melaksanakan manasik haji. Niatnya ikhlas, tidak dikotori riya’ juga tidak dengan niat sum’ah (pamer dengan didengar orang) juga tidak terkotori dengan keperluan dunia, kecuali keperluan dunia yang diperbolehkan oleh Allah Taala.
Allah SW berfirman:
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allâh di Masy’arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allâh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. [QS Al-Baqarah/2:198]
Adapun mabrur dalam perbuatan atau amalan, maksudnya adalah dia mengikuti Rasulullah SAW dalam menunaikan manasik haji, sambil terus menjauhi semua perkara yang diharamkan bagi setiap orang yang sedang berihram khususnya atau yang diharamkan untuk semua orang. "Ini adalah perkara yang susah, apalagi di zaman kita sekarang ini," ujar al-Utsaimin.
Menurutnya, hampir tidak ada satu pun jemaah haji yang luput dari kesalahan, baik kesalahan yang berupa kekurangan ataupun perbuatan yang berlebihan hingga melampaui batas, atau melakukan perbuatan buruk atau keikhlasannya kurang.
Berdasarkan fakta ini, maka tidak seyogyanya seseorang bertumpu pada ibadah haji kemudian dia melangkahkan kakinya dengan ringan untuk melakukan perbuatan dosa-dosa besar, sambil mengatakan, ‘Dosa besar bisa terhapus dengan ibadah haji.’
"Mestinya, dia segera bertobat kepada Allah dari perbuatan dosa besar itu, berhenti dan tidak berniat untuk mengulanginya lagi. Dengan demikian, ibadah hajinya akan menjadi tambahan kebaikan dalam amal-amal salehnya," ujar al-Utsaimin.
Sabda Rasulullah SAW :
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
Barangsiapa menunaikan ibadah haji lalu dia tidak melakukan rafats (perkataan atau perbuatan yang tidak seronok) dan tidak melakukan perbuatan fasiq, maka dia kembali (suci) sebagaimana hari dilahirkan oleh ibunya. [HR Al-Bukhâri, no. 1521 dan Muslim, no. 1350]
Juga sabda Rasulullah SAW :
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Haji mabrur tidak ada balasannya selain surga. [HR Al-Bukhâri, no. 1773 dan Muslim, no. 1349]
Ini juga diperkuat dengan sabda Rasulullah SAW:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Satu umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus (dosa-dosa) yang ada di antara keduanya dan haji mabrur tidak memiliki balasan selain surga.
Menurut al-Utsaimin, dosa-dosa di antara dua umrah akan terhapus dengan syarat dia menjauhi perbuatan-perbuatan dosa besar.
"Meski haji mabrur bisa menghapus dosa besar, namun tersisa sebuah permasalahan yaitu apakah ada orang yang yakin bahwa haji yang dilakukan itu mabrur? Ini merupakan perkara sulit, karena haji mabrur itu harus mabrur dalam dua hal yaitu tujuan dan perbuatan," jelas al-Utsaimin.
Mabrur dalam tujuan atau niat, maksudnya yaitu tujuannya melaksanakan ibadah haji hanya untuk beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dia bertujuan menghambakan diri kepada-Nya dengan melaksanakan manasik haji. Niatnya ikhlas, tidak dikotori riya’ juga tidak dengan niat sum’ah (pamer dengan didengar orang) juga tidak terkotori dengan keperluan dunia, kecuali keperluan dunia yang diperbolehkan oleh Allah Taala.
Allah SW berfirman:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Rabbmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allâh di Masy’arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allâh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. [QS Al-Baqarah/2:198]
Adapun mabrur dalam perbuatan atau amalan, maksudnya adalah dia mengikuti Rasulullah SAW dalam menunaikan manasik haji, sambil terus menjauhi semua perkara yang diharamkan bagi setiap orang yang sedang berihram khususnya atau yang diharamkan untuk semua orang. "Ini adalah perkara yang susah, apalagi di zaman kita sekarang ini," ujar al-Utsaimin.
Menurutnya, hampir tidak ada satu pun jemaah haji yang luput dari kesalahan, baik kesalahan yang berupa kekurangan ataupun perbuatan yang berlebihan hingga melampaui batas, atau melakukan perbuatan buruk atau keikhlasannya kurang.
Berdasarkan fakta ini, maka tidak seyogyanya seseorang bertumpu pada ibadah haji kemudian dia melangkahkan kakinya dengan ringan untuk melakukan perbuatan dosa-dosa besar, sambil mengatakan, ‘Dosa besar bisa terhapus dengan ibadah haji.’
"Mestinya, dia segera bertobat kepada Allah dari perbuatan dosa besar itu, berhenti dan tidak berniat untuk mengulanginya lagi. Dengan demikian, ibadah hajinya akan menjadi tambahan kebaikan dalam amal-amal salehnya," ujar al-Utsaimin.
(mhy)