Metode dan Problem Tafsir Al-Qur'an Menurut Quraish Shihab
Rabu, 31 Mei 2023 - 05:15 WIB
Pada bulan Januari 1960, Syaikh Al-Azhar, Mahmud Syaltut, menerbitkan Tafsirnya, Tafsir Al-Qur'an Al-Karim. Di situ beliau menafsirkan Al-Quran bukan ayat demi ayat, tetapi dengan jalan membahas surat demi surat atau bagian suatu surat, dengan menjelaskan tujuan-tujuan utama serta petunjuk-petunjuk yang dapat dipetik darinya.
Walaupun ide tentang kesatuan dan isi petunjuk surat demi surat telah pernah dilontarkan oleh Al-Syathibi (w. 1388 M), tapi perwujudan ide itu dalam satu kitab Tafsir baru dimulai oleh Mahmud Syaltut.
Metode ini, walaupun telah banyak menghindari kekurangan-kekurangan metode lama, masih menjadikan pembahasan mengenai petunjuk Al-Quran secara terpisah-pisah, karena tidak kurang satu petunjuk yang saling berhubungan tercantum dalam sekian banyak surat yang terpisah-pisah. Seperti dikemukakan semula bahwa pendapat seseorang tentang sesuatu masalah ditentukan oleh banyak faktor.
"Nah, kalau kita mengesampingkan sementara pendapat yang keliru yang tidak kurang ditemui dalam sekian banyak kitab tafsir lama, dan karena ketuaannya telah mendapat semacam pengkultusan, dan kita melihat pendapat-pendapat lainnya, maka kita temui pendapat-pendapat yang dapat diterima "pada masanya". Tetapi karena faktor yang dikemukakan di atas, maka pendapat tersebut kini sudah "out of date", dan tidak lagi dapat diterima," kata Quraish Shihab.
Misalnya, penafsiran tentang datarnya bumi, berdasarkan firman Allah pada surat Nuh ayat 19, sebelum ditemukan benua Amerika dan sebelum dibuktikan bumi kita bulat; atau penafsiran tujuh tingkat langit dengan tujuh planet yang mengitari tata surya, yang ternyata tidak hanya tujuh.
Sementara itu, berbarengan dengan perkembangan masyarakat, berbagai problem dan pandangan baru timbul dan perlu ditanggapi secara serius, yang tentunya berbeda dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat sebelum kita.
"Problem dan pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha agaknya sudah tidak relevan dengan keadaan masa kini, atau paling tidak sudah tidak menduduki prioritas pertama dalam perhatian atau kepentingan masyarakat sekarang," jelas Quraish.
Quraish Shihab mengingatkan, dapat dibayangkan bagaimana kiranya jika yang disodorkan kepada masyarakat umum adalah masalah-masalah yang menjadi pembahasan ulama Tafsir pada masa sebelum Rasyid Ridha. Tidak syak lagi bahwa manusia yang dibentuk pikirannya dengan uraian-uraian tersebut adalah manusia-manusia abad lalu yang "terlambat lahir".
Walaupun ide tentang kesatuan dan isi petunjuk surat demi surat telah pernah dilontarkan oleh Al-Syathibi (w. 1388 M), tapi perwujudan ide itu dalam satu kitab Tafsir baru dimulai oleh Mahmud Syaltut.
Metode ini, walaupun telah banyak menghindari kekurangan-kekurangan metode lama, masih menjadikan pembahasan mengenai petunjuk Al-Quran secara terpisah-pisah, karena tidak kurang satu petunjuk yang saling berhubungan tercantum dalam sekian banyak surat yang terpisah-pisah. Seperti dikemukakan semula bahwa pendapat seseorang tentang sesuatu masalah ditentukan oleh banyak faktor.
"Nah, kalau kita mengesampingkan sementara pendapat yang keliru yang tidak kurang ditemui dalam sekian banyak kitab tafsir lama, dan karena ketuaannya telah mendapat semacam pengkultusan, dan kita melihat pendapat-pendapat lainnya, maka kita temui pendapat-pendapat yang dapat diterima "pada masanya". Tetapi karena faktor yang dikemukakan di atas, maka pendapat tersebut kini sudah "out of date", dan tidak lagi dapat diterima," kata Quraish Shihab.
Misalnya, penafsiran tentang datarnya bumi, berdasarkan firman Allah pada surat Nuh ayat 19, sebelum ditemukan benua Amerika dan sebelum dibuktikan bumi kita bulat; atau penafsiran tujuh tingkat langit dengan tujuh planet yang mengitari tata surya, yang ternyata tidak hanya tujuh.
Sementara itu, berbarengan dengan perkembangan masyarakat, berbagai problem dan pandangan baru timbul dan perlu ditanggapi secara serius, yang tentunya berbeda dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat sebelum kita.
"Problem dan pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridha agaknya sudah tidak relevan dengan keadaan masa kini, atau paling tidak sudah tidak menduduki prioritas pertama dalam perhatian atau kepentingan masyarakat sekarang," jelas Quraish.
Quraish Shihab mengingatkan, dapat dibayangkan bagaimana kiranya jika yang disodorkan kepada masyarakat umum adalah masalah-masalah yang menjadi pembahasan ulama Tafsir pada masa sebelum Rasyid Ridha. Tidak syak lagi bahwa manusia yang dibentuk pikirannya dengan uraian-uraian tersebut adalah manusia-manusia abad lalu yang "terlambat lahir".
(mhy)