Apa yang Dimaksud Ilmu Syar’i? Begini Penjelasan Syaikh Al-Utsaimin
Senin, 04 September 2023 - 05:15 WIB
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan secara bahasa, al-ilmu adalah lawan dari al-jahl (kebodohan), yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti. Secara istilah dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa ilmu adalah ma’rifah ( pengetahuan ) sebagai lawan dari al-jahl (ketidaktahuan). Menurut ulama lainnya, ilmu itu lebih jelas dari apa yang diketahui.
"Adapun ilmu yang kita maksud adalah ilmu syar’i, artinya ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk," ujar Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam bukunya berjudul "Kitaabul Ilmi".
Menurutnya, ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu wahyu, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah saja. Nabi SAW bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا، يُفَقِّهُهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya” (HR Bukhari)
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia mengambil bagian yang banyak”. (HR Abu Dawud)
Al-Utsaimin mengatakan, suatu hal yang sudah kita ketahui bahwa yang diwariskan oleh para Nabi hanyalah ilmu tentang syari’at Allah Azza wa Jalla, bukan yang lainnya. Maka para Nabi tidaklah mewariskan ilmu teknologi kepada manusia atau yang berkaitan dengannya. Bahkan ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau mendapati orang-orang tengah mengawinkan pohon kurma.
Beliau mengatakan kepada mereka bahwa hal itu tidak diperlukan, lalu merekapun mengikuti ucapan beliau dan tidak mengawinkannya, akan tetapi pohon kurma itu menjadi rusak, kemudian Nabi SAW berkata kepada mereka:
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HR Muslim )
Menurut Al-Utsaimin, seandainya hal ini termasuk ilmu yang terpuji, maka pasti Rasulullah SAW adalah orang yang paling mengetahui tentangnya, karena orang yang terpuji dengan ilmu dan amalnya adalah Nabi SAW.
Jika demikian, kata Al-Utsaimin, maka ilmu syar’i adalah ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan bagi para pemiliknya. "Akan tetapi meskipun demikian saya tidak mengingkari bahwa ilmu lainnya pun mengandung faedah, namun faedah ini memiliki dua batasan," katanya.
"Jika dia bisa membantu dalam melaksanakan kataatan kepada Allah dan membela agama-Nya serta bermanfaat bagi manusia, maka ilmu itu merupakan ilmu yang baik dan maslahat," tambahnya.
Menurutnya lagi, terkadang hal itu menjadi wajib dalam kondisi tertentu jika hal itu termasuk dalam firman Allah:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan ada saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat…” ( QS Al-Anfal : 60)
Banyak ulama yang menerangkan bahwa (hukum) mempelajari teknologi termasuk fardhu kifayah, hal itu disebabkan karena manusia pasti mempunyai peralatan memasak, minum dan selainnya yang bermanfaat bagi mereka. Apabila tidak ada orang yang menggarap industri di bidang ini maka mempelajarinya menjadi fardu kifayah. Ini adalah masalah yang diperdebatkan oleh para ulama.
"Adapun ilmu yang kita maksud adalah ilmu syar’i, artinya ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk," ujar Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam bukunya berjudul "Kitaabul Ilmi".
Menurutnya, ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu wahyu, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah saja. Nabi SAW bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا، يُفَقِّهُهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya” (HR Bukhari)
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوْرِثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia mengambil bagian yang banyak”. (HR Abu Dawud)
Al-Utsaimin mengatakan, suatu hal yang sudah kita ketahui bahwa yang diwariskan oleh para Nabi hanyalah ilmu tentang syari’at Allah Azza wa Jalla, bukan yang lainnya. Maka para Nabi tidaklah mewariskan ilmu teknologi kepada manusia atau yang berkaitan dengannya. Bahkan ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau mendapati orang-orang tengah mengawinkan pohon kurma.
Beliau mengatakan kepada mereka bahwa hal itu tidak diperlukan, lalu merekapun mengikuti ucapan beliau dan tidak mengawinkannya, akan tetapi pohon kurma itu menjadi rusak, kemudian Nabi SAW berkata kepada mereka:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِشُؤُوْنِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”. (HR Muslim )
Menurut Al-Utsaimin, seandainya hal ini termasuk ilmu yang terpuji, maka pasti Rasulullah SAW adalah orang yang paling mengetahui tentangnya, karena orang yang terpuji dengan ilmu dan amalnya adalah Nabi SAW.
Jika demikian, kata Al-Utsaimin, maka ilmu syar’i adalah ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan bagi para pemiliknya. "Akan tetapi meskipun demikian saya tidak mengingkari bahwa ilmu lainnya pun mengandung faedah, namun faedah ini memiliki dua batasan," katanya.
"Jika dia bisa membantu dalam melaksanakan kataatan kepada Allah dan membela agama-Nya serta bermanfaat bagi manusia, maka ilmu itu merupakan ilmu yang baik dan maslahat," tambahnya.
Menurutnya lagi, terkadang hal itu menjadi wajib dalam kondisi tertentu jika hal itu termasuk dalam firman Allah:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan ada saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat…” ( QS Al-Anfal : 60)
Banyak ulama yang menerangkan bahwa (hukum) mempelajari teknologi termasuk fardhu kifayah, hal itu disebabkan karena manusia pasti mempunyai peralatan memasak, minum dan selainnya yang bermanfaat bagi mereka. Apabila tidak ada orang yang menggarap industri di bidang ini maka mempelajarinya menjadi fardu kifayah. Ini adalah masalah yang diperdebatkan oleh para ulama.
(mhy)