Tindakan-tindakan yang Mengurangi Pahala Puasa Ramadan
Sabtu, 23 Maret 2024 - 04:10 WIB
Dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan, ternyata ada tindakan-tindakan yang kita lakukan bisa mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa . Tindakan apa saja itu?
Dalam pandangan Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaff, dalam kitabnya at-Taqrirat as-Sadidah fi al-Masa’ili al-Mufidah (kitab fikih kontemporer mazhab Syafi’i), menjelaskan bab “ Pembatal Puasa ”, yang secara umum dibagi dua bagian. Bagian yang pertama disebut dengan al-Muhbithat (المحبطات), dan yang kedua disebut dengan al-Mufaththirat (المفطرات).
Dalam penjelasan judul di atas, maka al-Muhbithat (المحبطات) yang akan kita bahas. Berikut penjelasannya.
Al-Muhbithat adalah perbuatan yang membatalkan pahala puasa seseorang meskipun puasanya tetap sah dan dia tidak wajib meng-qadha puasa tersebut. Al-Muhbithat merupakan perbuatan yang masuk dalam akhlak yang buruk (sayyi’ah), yang jika dilakukan dalam kondisi puasa, maka berkonsekuensi pada hilangnya pahala puasa bagi yang bersangkutan.
Sebab memang dalam syariat Islam, puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus saja. Tetapi lebih dari itu, puasa juga terkait dengan perbuatan dan tingkah laku seseorang.
Berikut perbuatan-perbuatan yang dimaksud dalam kategori al-Muhbithat yang disebutkan oleh Habib Hasan al-Kaff.
Dalam Surat al-Hujurat ayat ke-12 Allah subhanahu wata’ala memberikan permisalan orang yang melakukan ghibah ini dengan memakan bangkai manusia yang sudah mati. Memakan bangkai manusia yang sudah mati, pasti kita jijik mendengarnya.
Maka jika masih ada iman dalam hati, pasti kita percaya pada apa yang Allah katakan bahwa perbuatan ghibah sama halnya dengan memakan bangkai. Karenanya, kita pun merasa jijik dan enggan melakukan perbuatan tersebut.
Ghibah dapat mengoyak kehormatan orang lain, sama dengan orang yang memakan daging, daging tersebut akan terkoyak dari kulitnya. Mengoyak kehormatan atau harga diri seseorang tentu lebih buruk lagi.
Praktik perbuatan namimah ini bisa melalui tulisan, isyarat, perbuatan, sindiran, dan lain sebagainya. Intinya, namimah adalah perbuatan yang berpotensi menimbulkan cekcok berkepanjangan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berjalan di salah satu sudut Kota Makkah atau Kota Madinah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang diazab di dalam kubur.
Maka beliau bersabda,
“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak bersuci setelah kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka mengadu domba (namimah).” (HR. Al-Bukhari no. 213 dan Muslim no. 292)
Berikut ini di antara dampak buruk dari perbuatan namimah: (1) menyebabkan terputusnya tali silaturahmi, (2) menyulut api permusuhan terhadap sesama muslim, (3) merusak ketenteraman, dan (4) mendapat murka dari Allah.
Oleh karena itu, merupakan sikap yang tepat bagi seorang muslim ketika menerima kabar buruk tentang saudaranya adalah melakukan tabayun kepada yang bersangkutan untuk mengecek apakah kabar yang dia terima sebagaimana adanya.
Termasuk salah satu tanda bahwa seseorang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah berkata yang baik atau diam. Di antara tanda bahwa seseorang itu berkata baik, dia selalu jujur dalam perkataannya.
Dalam pandangan Habib Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaff, dalam kitabnya at-Taqrirat as-Sadidah fi al-Masa’ili al-Mufidah (kitab fikih kontemporer mazhab Syafi’i), menjelaskan bab “ Pembatal Puasa ”, yang secara umum dibagi dua bagian. Bagian yang pertama disebut dengan al-Muhbithat (المحبطات), dan yang kedua disebut dengan al-Mufaththirat (المفطرات).
Dalam penjelasan judul di atas, maka al-Muhbithat (المحبطات) yang akan kita bahas. Berikut penjelasannya.
Al-Muhbithat adalah perbuatan yang membatalkan pahala puasa seseorang meskipun puasanya tetap sah dan dia tidak wajib meng-qadha puasa tersebut. Al-Muhbithat merupakan perbuatan yang masuk dalam akhlak yang buruk (sayyi’ah), yang jika dilakukan dalam kondisi puasa, maka berkonsekuensi pada hilangnya pahala puasa bagi yang bersangkutan.
Sebab memang dalam syariat Islam, puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus saja. Tetapi lebih dari itu, puasa juga terkait dengan perbuatan dan tingkah laku seseorang.
Berikut perbuatan-perbuatan yang dimaksud dalam kategori al-Muhbithat yang disebutkan oleh Habib Hasan al-Kaff.
Tindakan-tindakan Penghapus Pahala Puasa
1. Ghibah
Ghibah dalam bahasa yang lebih populer disebut dengan menggunjing atau menggosip. Yang bermakna, membicarakan keburukan orang lain sementara orang tersebut sedang tidak ada di tempat tersebut, meskipun yang dibicarakan itu benar adanya.Dalam Surat al-Hujurat ayat ke-12 Allah subhanahu wata’ala memberikan permisalan orang yang melakukan ghibah ini dengan memakan bangkai manusia yang sudah mati. Memakan bangkai manusia yang sudah mati, pasti kita jijik mendengarnya.
Maka jika masih ada iman dalam hati, pasti kita percaya pada apa yang Allah katakan bahwa perbuatan ghibah sama halnya dengan memakan bangkai. Karenanya, kita pun merasa jijik dan enggan melakukan perbuatan tersebut.
Ghibah dapat mengoyak kehormatan orang lain, sama dengan orang yang memakan daging, daging tersebut akan terkoyak dari kulitnya. Mengoyak kehormatan atau harga diri seseorang tentu lebih buruk lagi.
2. Namimah
Namimah atau bisa diartikan dengan adu domba. Yaitu perbuatan menyampaikan atau memberitahukan rahasia seseorang kepada orang lain dengan tujuan buruk sehingga berpotensi merusak nama baiknya.Praktik perbuatan namimah ini bisa melalui tulisan, isyarat, perbuatan, sindiran, dan lain sebagainya. Intinya, namimah adalah perbuatan yang berpotensi menimbulkan cekcok berkepanjangan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berjalan di salah satu sudut Kota Makkah atau Kota Madinah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang diazab di dalam kubur.
Maka beliau bersabda,
يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ. ثُمَّ قَالَ: بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ
“Mereka berdua disiksa. Mereka menganggap bahwa itu bukan perkara besar, namun sesungguhnya itu perkara besar. Orang yang pertama disiksa karena tidak bersuci setelah kencing. Adapun orang yang kedua disiksa karena suka mengadu domba (namimah).” (HR. Al-Bukhari no. 213 dan Muslim no. 292)
Berikut ini di antara dampak buruk dari perbuatan namimah: (1) menyebabkan terputusnya tali silaturahmi, (2) menyulut api permusuhan terhadap sesama muslim, (3) merusak ketenteraman, dan (4) mendapat murka dari Allah.
Oleh karena itu, merupakan sikap yang tepat bagi seorang muslim ketika menerima kabar buruk tentang saudaranya adalah melakukan tabayun kepada yang bersangkutan untuk mengecek apakah kabar yang dia terima sebagaimana adanya.
3. Berbohong
Berbohong, yaitu mengabarkan sesuatu tidak sesuai dengan kejadian aslinya.Termasuk salah satu tanda bahwa seseorang beriman kepada Allah dan hari akhir adalah berkata yang baik atau diam. Di antara tanda bahwa seseorang itu berkata baik, dia selalu jujur dalam perkataannya.