Muhammadiyah Gunakan Kalender Hijriah Global Mulai Tahun 1446 H
Senin, 01 Juli 2024 - 05:15 WIB
Mulai 1 Muharram 1446 H atau Ahad, 7 Juli 2024 M, Muhammadiyah meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Ini menandai periode penggunaan formal KHGT bagi organisasi massa Islam ini.
"Muhammadiyah bersama 16 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) akan menggunakan KHGT mulai 1446 Hijriah," ujar Dr Endang Mintarja dalam seminar dan sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) bertema "KHGT: Jawaban Ijtihad Baru atas Kalender Islam Global untuk Persatuan Umat Islam Dunia".
Acara ini sendiri diselenggarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta di Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta Ahad, 23 Dzulhijjah 1445 H/30 Juni 2024.
Perubahan ini juga menandai rekonstruksi Wujudul Hilal yang telah digunakan sebelumnya, beralih ke sistem KHGT yang mengadopsi hasil putusan Kongres Turki 2016.
Dengan peluncuran KHGT, Muhammadiyah berharap dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar “utang peradaban” Islam dalam bidang sistem kalender.
Dr Endang Mintarja dalam makalahnya berjudul "Diskursus Mathla' Menuju Kalender Hijriah Global Tunggal" menjelaskan bahwa ide kalender hijriah global bukan gagasan yang tiba-tiba. "Ini sudah disampaikan para ulama salaf," ujarnya.
Dia mengutip pendapat ulama 4 mazhab. Mazhab Hanafi , misalnya, mengatakan:
"Jika di sebuah negeri telah terlihat hilal, maka hilal tersebut wajib bagi seluruh kaum muslimin, termasuk penduduk daerah timur wajib sebagaimana warga yang tinggal di kawasan barat."
Ini pendapat yang muktamad dalam mazhab Hanafi. (Fathul Qadir, Ibnul Humam, 2/243) Ibnu Abidin menambahi bahwa pendapat ini pendapat yang muktamad dalam madzhab Hanafi. (Hasyiyah Rad al-Muhtar, 2/393)
Penduduk belahan dunia timur harus menggunakan rukyat belahan barat, dengan catatan rukyat (keterlihatan hilal) itu ditetapkan dengan akurat.
Hanya saja, ulama Mazhab Hanafijuga ada yang berpendapat berbeda.Imam Zailai', misalnya, berkata: "tidak dianggap ikhtilaf mathali, ada juga yang berpendapat dengan ikhtilaf mathali'. Dan yang paling kuat ialah pendapat yang menganggap ikhtilaf mathali . " (Durar al-Hukkam, Monla Khusrev, 1/201)
Sedangkan ulama Malikiyyah berpendapat:
"Jika penduduk Bashrah melihat hilal Ramadan, kemudian tersampaikan kabarnya kepada penduduk Kufah, Madinah, Yaman, maka yang diriwayatkan oleh Ibnu Qasim, Ibnu Wahb, dari Imam Malik: wajib mereka untuk berpuasa atau mengaadha puasa yang tertinggal." (Al-Muntaqa Syarh al-Muwatho, 2/37)
Namun ada juga ulama madzhab Maliki yang berbeda.Imam Ibnu Abdul Bar menyebutkan beberapa pendapat dalam mazhab Maliki, di antaranya mengganggap ikhtilaf mathali' dan ini yang dipilih oleh Ibnu Abdul Bar, karena terdapat hadits hasan yang menguatkannya, itu pendapat sebagian sahabat, dan tabi'in. (At-Tamhid, Ibnu Abdul Bar, (9/246)
Selanjutnya, ulama Syafi'iyah mengatakan:
Di dalam kitab Torh at-Tatsrib karya al-Iraqi: Ulama lain berpendapat jika terlihat hilal di sebuah negeri maka wajib bagi negeri lain untuk berpuasa.
Ini pendapatnya Qadhi Abu Toyyib, Ruyani, beliau berkata pendapat ini adalah pendapat yang kuat dalam mazhab, sebagaimana dipilih oleh Ulama kami, imam Baghawi menceritakan bahwa iya meriwayatkan nya dari Imam Syafii. (Thorh at-Tasrib, 4/116)
Mazhab Hambali berpendapat:
"Dan apabila keterlihatan hilal telah definitif di suatu tempat baik dekat atau jauh maka semua orang (umat Islam) mesti berpuasa, hukum orang yang tidak melihat hilal dianggap melihat hilal berdasarkan hadis Nabi SAW, “puasalah kalian karena melihatnya (hilal)” yang mana ini ditujukan kepada semua umat Islam keseluruhan” (Al-Bahuty: 303).
Apabila keterlihatan hilal telah definitif (tsabat) di suatu tempat, baik jauh atau dekat, maka semua manusia(umat Islam) wajib berpuasa, hukum orang yang tidak melihat hilal dianggap sudah melihat hilal
Hal ini dikemukakan oleh Al-Bahuty (w. 1051 H) dalam karyanya “Kassyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’”
"Muhammadiyah bersama 16 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) akan menggunakan KHGT mulai 1446 Hijriah," ujar Dr Endang Mintarja dalam seminar dan sosialisasi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) bertema "KHGT: Jawaban Ijtihad Baru atas Kalender Islam Global untuk Persatuan Umat Islam Dunia".
Acara ini sendiri diselenggarakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta di Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta Ahad, 23 Dzulhijjah 1445 H/30 Juni 2024.
Perubahan ini juga menandai rekonstruksi Wujudul Hilal yang telah digunakan sebelumnya, beralih ke sistem KHGT yang mengadopsi hasil putusan Kongres Turki 2016.
Baca Juga
Dengan peluncuran KHGT, Muhammadiyah berharap dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar “utang peradaban” Islam dalam bidang sistem kalender.
Dr Endang Mintarja dalam makalahnya berjudul "Diskursus Mathla' Menuju Kalender Hijriah Global Tunggal" menjelaskan bahwa ide kalender hijriah global bukan gagasan yang tiba-tiba. "Ini sudah disampaikan para ulama salaf," ujarnya.
Dia mengutip pendapat ulama 4 mazhab. Mazhab Hanafi , misalnya, mengatakan:
"Jika di sebuah negeri telah terlihat hilal, maka hilal tersebut wajib bagi seluruh kaum muslimin, termasuk penduduk daerah timur wajib sebagaimana warga yang tinggal di kawasan barat."
Ini pendapat yang muktamad dalam mazhab Hanafi. (Fathul Qadir, Ibnul Humam, 2/243) Ibnu Abidin menambahi bahwa pendapat ini pendapat yang muktamad dalam madzhab Hanafi. (Hasyiyah Rad al-Muhtar, 2/393)
Penduduk belahan dunia timur harus menggunakan rukyat belahan barat, dengan catatan rukyat (keterlihatan hilal) itu ditetapkan dengan akurat.
Hanya saja, ulama Mazhab Hanafijuga ada yang berpendapat berbeda.Imam Zailai', misalnya, berkata: "tidak dianggap ikhtilaf mathali, ada juga yang berpendapat dengan ikhtilaf mathali'. Dan yang paling kuat ialah pendapat yang menganggap ikhtilaf mathali . " (Durar al-Hukkam, Monla Khusrev, 1/201)
Sedangkan ulama Malikiyyah berpendapat:
"Jika penduduk Bashrah melihat hilal Ramadan, kemudian tersampaikan kabarnya kepada penduduk Kufah, Madinah, Yaman, maka yang diriwayatkan oleh Ibnu Qasim, Ibnu Wahb, dari Imam Malik: wajib mereka untuk berpuasa atau mengaadha puasa yang tertinggal." (Al-Muntaqa Syarh al-Muwatho, 2/37)
Namun ada juga ulama madzhab Maliki yang berbeda.Imam Ibnu Abdul Bar menyebutkan beberapa pendapat dalam mazhab Maliki, di antaranya mengganggap ikhtilaf mathali' dan ini yang dipilih oleh Ibnu Abdul Bar, karena terdapat hadits hasan yang menguatkannya, itu pendapat sebagian sahabat, dan tabi'in. (At-Tamhid, Ibnu Abdul Bar, (9/246)
Selanjutnya, ulama Syafi'iyah mengatakan:
Di dalam kitab Torh at-Tatsrib karya al-Iraqi: Ulama lain berpendapat jika terlihat hilal di sebuah negeri maka wajib bagi negeri lain untuk berpuasa.
Ini pendapatnya Qadhi Abu Toyyib, Ruyani, beliau berkata pendapat ini adalah pendapat yang kuat dalam mazhab, sebagaimana dipilih oleh Ulama kami, imam Baghawi menceritakan bahwa iya meriwayatkan nya dari Imam Syafii. (Thorh at-Tasrib, 4/116)
Mazhab Hambali berpendapat:
"Dan apabila keterlihatan hilal telah definitif di suatu tempat baik dekat atau jauh maka semua orang (umat Islam) mesti berpuasa, hukum orang yang tidak melihat hilal dianggap melihat hilal berdasarkan hadis Nabi SAW, “puasalah kalian karena melihatnya (hilal)” yang mana ini ditujukan kepada semua umat Islam keseluruhan” (Al-Bahuty: 303).
Apabila keterlihatan hilal telah definitif (tsabat) di suatu tempat, baik jauh atau dekat, maka semua manusia(umat Islam) wajib berpuasa, hukum orang yang tidak melihat hilal dianggap sudah melihat hilal
Hal ini dikemukakan oleh Al-Bahuty (w. 1051 H) dalam karyanya “Kassyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’”
(mhy)