Arti Tanda Kiamat Budak Melahirkan Tuannya
Jum'at, 30 Agustus 2024 - 15:11 WIB
Arti tanda Kiamat budak melahirkan tuannya terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil dalam kitab Asyraathus Saa’ah (Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415 H-1995 M) menyebut 5 perbedaan tersebut.
Budak melahirkan tuannya itu disampaikan dalam hadis Rasulullah SAW ketika malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tanda kiamat.
Hadis tersebut diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, kitab al-Iimaan, bab Su-aalu Jibriil (I/114, al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan.
Hadis tersebut cukup panjang, namun ada satu kalimat yang redaksinya sebagai berikut:
“Aku akan memberitahukan kepadamu tanda-tandanya; jika seorang (sahaya) wanita melahirkan tuannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Sementara dalam riwayat Muslim redaksinya sebagai berikut:
“Jika seorang sahaya wanita melahirkan tuannya.”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna tanda Kiamat ini dengan berbagai pendapat. Al-Hafizh Ibnu Hajar menuturkan empat pendapat di antaranya:
Pertama: Al-Khaththabi berkata, “Maknanya adalah meluasnya kekuasaan Islam dan para pemeluknya dapat menguasai negeri-negeri syirik, dan banyaknya tawanan. Jika seorang laki-laki telah memiliki seorang budak wanita dan mendapatkan seorang anak darinya, maka anak itu bagaikan tuan bagi ibunya sendiri, karena ia adalah anak tuannya.”
Imam An-Nawawi mengungkapkan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Ibnu Hajar berkata, “Akan tetapi jika dikatakan bahwa itulah maknanya, maka perlu dipertimbangkan kembali, karena pengambilan para budak wanita telah ada sejak hadis tersebut diungkapkan. Bahkan, penaklukan negeri-negeri syirik dan penawanan telah banyak terjadi di awal Islam. Redaksi hadis memberikan isyarat akan terjadinya sesuatu menjelang Kiamat yang sebelumnya belum pernah terjadi.”
Kedua: Para tuan menjual ibu anak-anak mereka. Hal itu banyak terjadi, sehingga kepemilikan wanita tersebut berputar yang pada akhirnya dibeli oleh anak-anaknya sendiri, sementara dia tidak menyadarinya.
Ketiga: Seorang budak wanita melahirkan anak merdeka bukan dari tuannya dengan jima’ syubhat, atau melahirkan seorang budak belian dengan nikah, atau hasil zina. Kemudian budak belian dalam dua gambaran tersebut dijual dengan akad yang sah, ia berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya hingga dibeli oleh putra dan putrinya sendiri. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat sebelumnya.
Keempat: Banyaknya perbuatan durhaka dari anak-anak. Sehingga, seorang anak memperlakukan ibunya seperti seorang tuan memperlakukan budak beliannya, dengan mencela, memukul dan memperkerjakannya. Maka dia disebut sebagai tuannya dengan makna yang tidak sebenarnya, atau yang dimaksud dengan kata rabb di sini adalah orang yang mengatur secara hakiki.
“Ini adalah pendapat yang lebih kuat menurutku, karena maknanya yang umum dan karena keadaan menunjukkan sesuatu yang dianggap langka -di sisi lain menunjukkan rusaknya keadaan- dan mengandung isyarat sesungguhnya hari Kiamat sudah dekat ketika segala urusan terjadi dengan terbalik, di mana seorang pengatur menjadi yang diatur, orang yang di bawah menjadi di atas, dan hal ini sesuai dengan sabda beliau tentang tanda yang lainnya bahwa seseorang yang berjalan tanpa alas kaki menjadi raja-raja di bumi,” ujar Ibnu Hajar.
Budak melahirkan tuannya itu disampaikan dalam hadis Rasulullah SAW ketika malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tanda kiamat.
Hadis tersebut diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, kitab al-Iimaan, bab Su-aalu Jibriil (I/114, al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Bayaanul Iimaan wal Islaam wal Ihsaan.
Hadis tersebut cukup panjang, namun ada satu kalimat yang redaksinya sebagai berikut:
سَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا: إِذَا وَلَدَتِ الْمَرْأَةُ رَبَّتَهَا.
“Aku akan memberitahukan kepadamu tanda-tandanya; jika seorang (sahaya) wanita melahirkan tuannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Sementara dalam riwayat Muslim redaksinya sebagai berikut:
إِذَا وَلَدَتِ اْلأَمَةُ رَبَّهَا.
“Jika seorang sahaya wanita melahirkan tuannya.”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna tanda Kiamat ini dengan berbagai pendapat. Al-Hafizh Ibnu Hajar menuturkan empat pendapat di antaranya:
Pertama: Al-Khaththabi berkata, “Maknanya adalah meluasnya kekuasaan Islam dan para pemeluknya dapat menguasai negeri-negeri syirik, dan banyaknya tawanan. Jika seorang laki-laki telah memiliki seorang budak wanita dan mendapatkan seorang anak darinya, maka anak itu bagaikan tuan bagi ibunya sendiri, karena ia adalah anak tuannya.”
Imam An-Nawawi mengungkapkan bahwa ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Ibnu Hajar berkata, “Akan tetapi jika dikatakan bahwa itulah maknanya, maka perlu dipertimbangkan kembali, karena pengambilan para budak wanita telah ada sejak hadis tersebut diungkapkan. Bahkan, penaklukan negeri-negeri syirik dan penawanan telah banyak terjadi di awal Islam. Redaksi hadis memberikan isyarat akan terjadinya sesuatu menjelang Kiamat yang sebelumnya belum pernah terjadi.”
Kedua: Para tuan menjual ibu anak-anak mereka. Hal itu banyak terjadi, sehingga kepemilikan wanita tersebut berputar yang pada akhirnya dibeli oleh anak-anaknya sendiri, sementara dia tidak menyadarinya.
Ketiga: Seorang budak wanita melahirkan anak merdeka bukan dari tuannya dengan jima’ syubhat, atau melahirkan seorang budak belian dengan nikah, atau hasil zina. Kemudian budak belian dalam dua gambaran tersebut dijual dengan akad yang sah, ia berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya hingga dibeli oleh putra dan putrinya sendiri. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat sebelumnya.
Keempat: Banyaknya perbuatan durhaka dari anak-anak. Sehingga, seorang anak memperlakukan ibunya seperti seorang tuan memperlakukan budak beliannya, dengan mencela, memukul dan memperkerjakannya. Maka dia disebut sebagai tuannya dengan makna yang tidak sebenarnya, atau yang dimaksud dengan kata rabb di sini adalah orang yang mengatur secara hakiki.
“Ini adalah pendapat yang lebih kuat menurutku, karena maknanya yang umum dan karena keadaan menunjukkan sesuatu yang dianggap langka -di sisi lain menunjukkan rusaknya keadaan- dan mengandung isyarat sesungguhnya hari Kiamat sudah dekat ketika segala urusan terjadi dengan terbalik, di mana seorang pengatur menjadi yang diatur, orang yang di bawah menjadi di atas, dan hal ini sesuai dengan sabda beliau tentang tanda yang lainnya bahwa seseorang yang berjalan tanpa alas kaki menjadi raja-raja di bumi,” ujar Ibnu Hajar.