Detik-Detik Menegangkan Jelang Pembebasan Makkah di Bulan Ramadhan
Sabtu, 09 Mei 2020 - 16:44 WIB
Pembebasan Makkah (Fathu Makkah) merupakan peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal 10 Ramadan 8 H. Nabi Rasulullah SAW beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah, dan kemudian menguasai Tanah Suci itu secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikitpun.
PERISTIWA ini didahuli perang Mu'ta. Yakni pertempuran antara 3000 pasukan muslim melawan 200.000 pasukan Romawi yang terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah. Medan pertempuran di dekat kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak. Dalam perang ini pasukan Muslim yang dipimpin Khalid bin Walid tidak membawa kemenangan tapi juga tidak membawa kekalahan. (
Penarikan mundur pasukan ini setelah Zaid bin Haritha, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawaha sahid. Mundurnya pasukan Muslim ini tentu saja meninggalkan kesan yang berlain-lainan pada pihak Romawi, juga pihak Muslimin yang tinggal di Madinah serta kaum Quraisy di Makkah .
Romawi merasa gembira sekali dengan penarikan mundur pasukan Muslimin itu. Mereka merasa bersyukur, sebab pertempuran itu tidak sampai berlangsung lama, meskipun tentara Romawi terdiri dari 100.000 menurut satu sumber,- atau 200.000 pasukan menurut sumber yang lain, - sementara pasukan Muslimin terdiri dari 3.000 orang pasukan. ( )
Pada perang ini Khalid bin'l-Walid menghabiskan sembilan pedang yang patah di tangannya ketika bertempur setelah tewasnya tiga sahabatnya itu. Khalid sangat piawai dalam mengatur dan membagi-bagi pasukannya pada hari kedua dan yang telah menimbulkan hiruk-pikuk sehingga pihak Romawi mengira bahwa bala bantuan telah didatangkan dari Madinah.
Kabilah-kabilah Arab yang tinggal di perbatasan dengan Syam sangat kagum melihat tindakan Muslimin ketika itu. Karena peristiwa itu pula salah seorang pemimpin mereka (Farwa bin 'Amr al-Judhami, seorang komandan pasukan Romawi) langsung menyatakan diri masuk Islam. Akan tetapi, atas perintah Heraklius dia kemudian ditangkap dengan tuduhan berkhianat.
Sungguh pun begitu Heraklius masih bersedia membebaskannya kembali asal saja ia mau kembali ke dalam pangkuan agama Nasrani, bahkan ia bersedia mengembalikannya pada jabatan semula sebagai komandan pasukan. Tetapi Farwa menolak dan tetap menolak dengan tetap bertahan dalam keislamannya, sehingga akhirnya ia dibunuh juga. Tetapi karena itu pula Islam makin luas tersebar di kalangan kabilah-kabilah Najd yang berbatasan dengan Irak dan Syam. Ketika itu di sana Romawi sedang berada dalam puncak kekuasaannya.
Dengan bertambah banyaknya orang masuk Islam, Kerajaan Bizantium makin goyah kedudukannya, sehingga ada penguasa Heraklius, yang bertugas membayar gaji militer, ketika itu berkata lantang kepada orang-orang Arab Syam yang ikut dalam perang; "Lebih baik kalian menarik diri. Kerajaan dengan susah payah baru dapat membayar gaji angkatan perangnya. Untuk makanan anjingnya pun sudah tidak ada."
Tidak heran kalau mereka lalu meninggalkan kerajaan dan meninggalkan angkatan perangnya. Sebaliknya, Islam makin cemerlang sinarnya memancar di hadapan mereka, yang akan mengantarkan mereka kepada kebenaran yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan umat manusia.
Itu pula sebabnya, selama waktu itu saja ribuan orang telah masuk Islam, yang terdiri dari kabilah Sulaim dengan pemimpinnya Al-'Abbas ibn Mirdas, kabilah-kabilah Asyja' dan Ghatafan yang dahulu sudah bersekutu dengan Yahudi sampai hancurnya Yahudi di Khaibar, demikian juga kabilah-kabilah 'Abs, Dhubyan dan Fazara.
Peristiwa Mu'ta ini jugalah yang telah memudahkan persoalan bagi Muslimin di bagian utara Madinah sampai ke perbatasan Syam itu, dan ini pula yang telah membuat Islam lebih terpandang dan lebih kuat.
Pelanggaran Perjanjian
Akan tetapi buat Muslimin yang tinggal di Madinah pengaruhnya lain lagi. Bilamana mereka melihat Khalid dan pasukannya kembali dari perbatasan Syam tidak membawa kemenangan atas pasukan Heraklius, mereka bersorak-sorak mengatakan: "He orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!"
Beberapa orang anggota pasukan itu merasa demikian malu sampai ada yang tidak berani keluar rumah, supaya jangan lagi diperolok-olok oleh anak-anak dan pemuda-pemuda Muslimin dengan tuduhan melarikan diri.
Sebaliknya di mata Quraisy, akibat Mu'ta itu dipandang oleh mereka sebagai suatu kehancuran dan pukulan berat buat Muslimin, sehingga tak ada lagi orang yang mau menghiraukan mereka atau menganggap penting segala perjanjian dengan mereka.
Biarlah keadaan kembali seperti sebelum 'umrat'l-qadza'. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum Perjanjian Hudaibiya. Biarlah orang-orang Quraisy kembali lagi menyerang kaum Muslimin dan siapa saja yang masih terikat perjanjian dengan mereka tanpa harus merasa takut ada tindakan hukum dari Rasulullah.
Perdamaian Hudaibiya antara lain sudah menentukan, bahwa barangsiapa yang ingin masuk ke dalam persekutuan dengan Rasulullah boleh saja, dan barangsiapa ingin masuk ke dalam persekutuan dengan pihak Quraisy juga boleh. Ketika itu Khuza'a masuk bersekutu dengan Rasulullah sedang Banu Bakr dengan pihak Quraisy. Sebenarnya antara Khuza'a dengan Banu Bakr ini sudah lama timbul permusuhan yang baru reda setelah ada perjanjian Hudaibiya, masing-masing kabilah menggabungkan diri dengan pihak yang mengadakan perdamaian itu.
Dengan adanya peristiwa yang telah terjadi di Mu'ta itu, sekarang terbayang oleh Quraisy bahwa Muslimin sedang mengalami kehancuran. Sudah terbayang oleh Banu'd-Dil, sebagai bagian dari Banu Bakr bin 'Abd Manat, bahwa sekarang sudah tiba waktunya akan membalas dendam lamanya kepada Khuza'a, ditambah lagi memang ada segolongan orang dari pihak Quraisy yang ikut mendorong, diantaranya 'Ikrima bin Abi Jahl dan beberapa orang pemimpin Quraisy lainnya yang sekalian memberikan bantuan senjata.
Malam itu pihak Khuza'a sedang berada di tempat pangkalan air milik mereka sendiri yang bernama al-Watir, oleh pihak Banu Bakr mereka diserang dengan tiba-tiba sekali dan beberapa orang dari pihak Khuza'a dibunuh. Sekarang Khuza'a lari ke Makkah, berlindung kepada keluarga Budail bin Warqa, dengan mengadukan perbuatan Quraisy dan Banu Bakr yang telah melanggar perjanjian dengan Rasulullah itu. Untuk itu 'Amr bin Salim dari Khuza'a cepat-eepat pula pergi ke Madinah. Dan bila ia sudah menghadap Rasulullah yang ketika itu sedang dalam masjid dengan beberapa orang, diceritakannya apa yang telah terjadi itu dan ia meminta pertolongannya.
"'Amr bin Salim, mesti engkau dibela," kata Rasulullah.
PERISTIWA ini didahuli perang Mu'ta. Yakni pertempuran antara 3000 pasukan muslim melawan 200.000 pasukan Romawi yang terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah. Medan pertempuran di dekat kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak. Dalam perang ini pasukan Muslim yang dipimpin Khalid bin Walid tidak membawa kemenangan tapi juga tidak membawa kekalahan. (
Penarikan mundur pasukan ini setelah Zaid bin Haritha, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawaha sahid. Mundurnya pasukan Muslim ini tentu saja meninggalkan kesan yang berlain-lainan pada pihak Romawi, juga pihak Muslimin yang tinggal di Madinah serta kaum Quraisy di Makkah .
Romawi merasa gembira sekali dengan penarikan mundur pasukan Muslimin itu. Mereka merasa bersyukur, sebab pertempuran itu tidak sampai berlangsung lama, meskipun tentara Romawi terdiri dari 100.000 menurut satu sumber,- atau 200.000 pasukan menurut sumber yang lain, - sementara pasukan Muslimin terdiri dari 3.000 orang pasukan. ( )
Pada perang ini Khalid bin'l-Walid menghabiskan sembilan pedang yang patah di tangannya ketika bertempur setelah tewasnya tiga sahabatnya itu. Khalid sangat piawai dalam mengatur dan membagi-bagi pasukannya pada hari kedua dan yang telah menimbulkan hiruk-pikuk sehingga pihak Romawi mengira bahwa bala bantuan telah didatangkan dari Madinah.
Kabilah-kabilah Arab yang tinggal di perbatasan dengan Syam sangat kagum melihat tindakan Muslimin ketika itu. Karena peristiwa itu pula salah seorang pemimpin mereka (Farwa bin 'Amr al-Judhami, seorang komandan pasukan Romawi) langsung menyatakan diri masuk Islam. Akan tetapi, atas perintah Heraklius dia kemudian ditangkap dengan tuduhan berkhianat.
Sungguh pun begitu Heraklius masih bersedia membebaskannya kembali asal saja ia mau kembali ke dalam pangkuan agama Nasrani, bahkan ia bersedia mengembalikannya pada jabatan semula sebagai komandan pasukan. Tetapi Farwa menolak dan tetap menolak dengan tetap bertahan dalam keislamannya, sehingga akhirnya ia dibunuh juga. Tetapi karena itu pula Islam makin luas tersebar di kalangan kabilah-kabilah Najd yang berbatasan dengan Irak dan Syam. Ketika itu di sana Romawi sedang berada dalam puncak kekuasaannya.
Dengan bertambah banyaknya orang masuk Islam, Kerajaan Bizantium makin goyah kedudukannya, sehingga ada penguasa Heraklius, yang bertugas membayar gaji militer, ketika itu berkata lantang kepada orang-orang Arab Syam yang ikut dalam perang; "Lebih baik kalian menarik diri. Kerajaan dengan susah payah baru dapat membayar gaji angkatan perangnya. Untuk makanan anjingnya pun sudah tidak ada."
Tidak heran kalau mereka lalu meninggalkan kerajaan dan meninggalkan angkatan perangnya. Sebaliknya, Islam makin cemerlang sinarnya memancar di hadapan mereka, yang akan mengantarkan mereka kepada kebenaran yang lebih tinggi, yang akan menjadi tujuan umat manusia.
Itu pula sebabnya, selama waktu itu saja ribuan orang telah masuk Islam, yang terdiri dari kabilah Sulaim dengan pemimpinnya Al-'Abbas ibn Mirdas, kabilah-kabilah Asyja' dan Ghatafan yang dahulu sudah bersekutu dengan Yahudi sampai hancurnya Yahudi di Khaibar, demikian juga kabilah-kabilah 'Abs, Dhubyan dan Fazara.
Peristiwa Mu'ta ini jugalah yang telah memudahkan persoalan bagi Muslimin di bagian utara Madinah sampai ke perbatasan Syam itu, dan ini pula yang telah membuat Islam lebih terpandang dan lebih kuat.
Pelanggaran Perjanjian
Akan tetapi buat Muslimin yang tinggal di Madinah pengaruhnya lain lagi. Bilamana mereka melihat Khalid dan pasukannya kembali dari perbatasan Syam tidak membawa kemenangan atas pasukan Heraklius, mereka bersorak-sorak mengatakan: "He orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!"
Beberapa orang anggota pasukan itu merasa demikian malu sampai ada yang tidak berani keluar rumah, supaya jangan lagi diperolok-olok oleh anak-anak dan pemuda-pemuda Muslimin dengan tuduhan melarikan diri.
Sebaliknya di mata Quraisy, akibat Mu'ta itu dipandang oleh mereka sebagai suatu kehancuran dan pukulan berat buat Muslimin, sehingga tak ada lagi orang yang mau menghiraukan mereka atau menganggap penting segala perjanjian dengan mereka.
Biarlah keadaan kembali seperti sebelum 'umrat'l-qadza'. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum Perjanjian Hudaibiya. Biarlah orang-orang Quraisy kembali lagi menyerang kaum Muslimin dan siapa saja yang masih terikat perjanjian dengan mereka tanpa harus merasa takut ada tindakan hukum dari Rasulullah.
Perdamaian Hudaibiya antara lain sudah menentukan, bahwa barangsiapa yang ingin masuk ke dalam persekutuan dengan Rasulullah boleh saja, dan barangsiapa ingin masuk ke dalam persekutuan dengan pihak Quraisy juga boleh. Ketika itu Khuza'a masuk bersekutu dengan Rasulullah sedang Banu Bakr dengan pihak Quraisy. Sebenarnya antara Khuza'a dengan Banu Bakr ini sudah lama timbul permusuhan yang baru reda setelah ada perjanjian Hudaibiya, masing-masing kabilah menggabungkan diri dengan pihak yang mengadakan perdamaian itu.
Dengan adanya peristiwa yang telah terjadi di Mu'ta itu, sekarang terbayang oleh Quraisy bahwa Muslimin sedang mengalami kehancuran. Sudah terbayang oleh Banu'd-Dil, sebagai bagian dari Banu Bakr bin 'Abd Manat, bahwa sekarang sudah tiba waktunya akan membalas dendam lamanya kepada Khuza'a, ditambah lagi memang ada segolongan orang dari pihak Quraisy yang ikut mendorong, diantaranya 'Ikrima bin Abi Jahl dan beberapa orang pemimpin Quraisy lainnya yang sekalian memberikan bantuan senjata.
Malam itu pihak Khuza'a sedang berada di tempat pangkalan air milik mereka sendiri yang bernama al-Watir, oleh pihak Banu Bakr mereka diserang dengan tiba-tiba sekali dan beberapa orang dari pihak Khuza'a dibunuh. Sekarang Khuza'a lari ke Makkah, berlindung kepada keluarga Budail bin Warqa, dengan mengadukan perbuatan Quraisy dan Banu Bakr yang telah melanggar perjanjian dengan Rasulullah itu. Untuk itu 'Amr bin Salim dari Khuza'a cepat-eepat pula pergi ke Madinah. Dan bila ia sudah menghadap Rasulullah yang ketika itu sedang dalam masjid dengan beberapa orang, diceritakannya apa yang telah terjadi itu dan ia meminta pertolongannya.
"'Amr bin Salim, mesti engkau dibela," kata Rasulullah.