Perang Badar (1): Menguji Kesetiaan Kaum Anshar

Kamis, 07 Mei 2020 - 10:59 WIB
loading...
Perang Badar (1): Menguji Kesetiaan Kaum Anshar
Perang yang membuktikan ampuhnya kekuatan doa dan keyakinan. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan kaum kafir Quraish. Perang ini terjadi pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624). Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Makkah yang berjumlah 1.000 orang.
---

PADA hari kedelapan bulan Ramadhan tahun kedua Hijrah, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW) berangkat dengan sahabat-sahabatnya meninggalkan Medinah. Imam salat diserahkan kepada 'Amr b. Umm Maktum, sedangkan pimpinan Medinah kepada Abu Lubaba dari Rauha'.

Dalam perjalanan ini pasukan muslim didahului oleh dua bendera hitam. Mereka membawa tujuhpuluh ekor unta, yang dinaiki dengan cara silih berganti. Setiap dua orang, setiap tiga orang dan setiap empat orang bergantian naik seekor unta.

Dalam hal ini Rasulullah SAW juga mendapat bagian sama seperti sahabat-sahabatnya yang lain. Dia, Ali b. Abi Thalib dan Marthad b. Marthad al-Ghanawi bergantian naik seekor unta. Abu Bakar, Umar dan Abdur-Rahman b. 'Auf bergantian juga dengan seekor unta. Jumlah mereka yang berangkat bersama Rasulullah SAW dalam ekspedisi ini terdiri dari 305 orang, 83 di antaranya Muhajirin, 41 orang Aus dan yang selebihnya dari Khazraj.

Karena dikuatirkan Abu Sufyan akan menghilang lagi, cepat-cepat mereka berangkat sambil terus berusaha mengikuti berita-berita tentang orang ini di mana saja mereka berada.Tatkala sampai di 'Irq'z-Zubya mereka bertemu dengan seorang orang Arab gunung yang ketika ditanyai tentang rombongan itu, ternyata ia tidak mendapat berita apa-apa.

Mereka meneruskan perjalanan hingga sampai di sebuah wadi bernama Dhafiran; di tempat itu mereka turun. Di tempat inilah mereka mendapat berita, bahwa pihak Quraisy sudah berangkat dari Mekah, akan melindungi kafilah mereka.

Ketika itu suasananya sudah berubah. Kini kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar bukan lagi berhadapan dengan Abu Sufyan dengan kalifahnya serta 30 atau 40 orang rombongannya itu saja, yang takkan dapat melawan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya, melainkan Makkah dengan seluruh isinya sekarang keluar dipimpin oleh pemuka-pemuka mereka sendiri guna membela perdagangan mereka itu.

Andaikata pihak Muslimin sudah dapat mengejar Abu Sufyan, dan beberapa orang dari rombongan itu sudah dapat ditawan, unta beserta muatannya sudah dapat dikuasai, pihak Quraisypun tentu akan segera pula dapat menyusul mereka. Soalnya karena terdorong oleh rasa cintanya kepada harta dan ingin mempertahankannya. Mereka merasa sudah didukung oleh sejumlah orang dan perlengkapan yang cukup besar. Mereka bertekad akan bertempur dan mengambil kembali harta mereka, atau bersedia mati untuk itu.

Tetapi sebaliknya, apabila Rasulullah SAW kembali ke tempat semula, pihak Quraisy dan Yahudi Medinah tentu merasa mendapat angin. Dia sendiri terpaksa akan berada dalam situasi yang serba dibuat-buat, sahabat-sahabatnya pun terpaksa akan memikul segala tekanan dan gangguan Yahudi Medinah, seperti gangguan yang pernah mereka alami dari pihak Quraisy di Mekah dahulu.

Ya, apabila ia menyerah kepada situasi semacam itu, mustahil sekali kebenaran akan dapat ditegakkan dan Tuhan akan memberikan pertolongan dalam menegakkan agama itu.

Sekarang ia bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya. Diberitahukannya kepada mereka tentang keadaan Quraisy menurut berita yang sudah diterimanya. Abu Bakar dan Umar juga lalu memberikan pendapat.Kemudian Miqdad bin 'Amr tampil mengatakan:

"Rasulullah, teruskanlah apa yang sudah ditunjukkan Allah. Kami akan bersama tuan. Kami tidak akan mengatakan seperti Banu Israil yang berkata kepada Musa: "Pergilahkamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah. Kami di sini akan tinggal menunggu. Tetapi, pergilah engkau dan Tuhanmu, dan berperanglah, kami bersamamu akan juga turut berjuang."

Semua orang diam. "Berikan pendapat kamu sekalian kepadaku," kata Rasul lagi.

Kata-kata ini sebenarnya ditujukan kepada pihak Anshar yang telah menyatakan Ikrar 'Aqaba, bahwa mereka akan melindunginya seperti terhadap sanak keluarganya sendiri, tapi mereka tidak mengadakan ikrar itu untuk mengadakan serangan keluar Medinah.

Tatkala pihak Anshar merasa bahwa memang mereka yang dimaksud, maka Sa'd bin Musadh yang memegang pimpinan mereka menoleh kepada Rasulullah SAW.

"Agaknya yang dimaksud Rasulullah adalah kami," katanya.

"Ya," jawab Rasul.

"Kami telah percaya kepada Rasul dan membenarkan," kata Sa'd pula, "Kamipun telah menyaksikan bahwa apa yang kaubawa itu adalah benar. Kami telah memberikan janji kami dan jaminan kami, bahwa kami akan tetap taat setia. Laksanakanlah kehendakmu, kami di sampingmu. Demi yang telah mengutus kamu, sekiranya kau bentangkan lautan di hadapan kami, lalu kau terjun menyeberanginya, kamipun akan terjun bersamamu, dan tak seorangpun dari kami akan tinggal di belakang. Kami takkan segan-segan menghadapi musuh kita besok. Kami cukup tabah dalam perang, cukup setia bertempur. Semoga Tuhan membuktikan segalanya dari kami yang akan menyenangkan hatimu. Ajaklah kami bersama, dengan berkah Tuhan."

Begitu Sa'd selesai bicara, wajah Rasulullah SAW tampak berseri. Tampaknya beliau puas sekali; seraya katanya: "Berangkatlah, dan gembirakan! Allah sudah menjanjikan kepadaku atas salah satunya dari dua kelompok itu. Seolah-olah kini kehancuran mereka itu tampak di hadapanku."

Merekapun lalu berangkat semua. Ketika sampai pada suatu tempat dekat Badar, Rasulullah SAW pergi lagi dengan untanya sendiri. Beliau menemui seorang Arab tua. Kepada orang ini ia menanyakan gerombolan Quraisy, yang kemudian daripadanya diketahui, bahwa kafilah Quraisy berada tidak jauh dari tempat itu.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3350 seconds (0.1#10.140)