Muhasabah Sebelum Tidur, Aktivitas yang Sering Dilalaikan
Minggu, 25 April 2021 - 17:42 WIB
Muslimah, muhasabah diri adalah unsur yang sangat penting untuk dilakukan seorang muslim setiap hari. Muhasabah diri memiliki peran dalam meningkatkan kualitas kehidupan seseorang, di mana ia akan selalu mengevaluasi diri dengan tujuan hari esok lebih baik dari hari ini.
Namun sayang, banyak sekali di antara kita, atau bahkan termasuk kita, yang mengabaikan aktivitas penting ini sebelum mereka memejamkan mata di malam hari (sebelum tidur). Ini tentu menjadi catatan penting bagi setiap muslim.Ada banyak firman Allah Ta'ala yang menyebutkan arti penting muhasabah diri. Salah satunya adalah firmanNya berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Dengan sangat jelas ayat di atas menjadi dalil perintah untuk muhasabah diri setelah perintah untuk bertakwa, dan diakhiri dengan perintah untuk bertakwa kembali.
Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat tersebut adalah sindiran keras bagi orang beriman yang mengabaikan perintah untuk muhasabah diri. Di mana Allah Ta'ala menyamakan orang yang melupakan perintah ini dengan orang fasik yang melupakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Ada kisah menarik yang disebutkan dalam hadis tentang muhasabah diri. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ketika itu, salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Hanzhalah al-Usayyidi mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar. Sesampainya di rumah beliau, Hanzhalah berkata, “Ya Rasulullah, Hanzhalah telah menjadi munafik.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa maksudmu, Hanzhalah?”
Lalu Hanzhalah menjelaskan, “Ya Rasulullah, ketika saya berada di sisi engkau, kemudian engkau menerangkan kepada saya tentang siksa neraka dan nikmat surga, seolah-olah saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Akan tetapi, ketika saya telah keluar dari sisi engkau, maka saya pun berlaku kasar kepada istri dan anak-anak saya serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna. Jadi saya sering Iengah.”
Mendengar pernyataan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasihati. “Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh jika kamu senantiasa menetapi apa yang kamu lakukan ketika kamu berada di sisiku dan ketika kamu berzikir, niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu dalam setiap langkah dan perjalananmu. Tetapi, tentunya yang demikian itu dilakukan sedikit demi sedikit (dari waktu ke waktu, secara berkala, tidak spontanitas)”. Beliau pun mengulangi kata-kata itu tiga kali.
Lalu, bagaimana cara muhasabah diri ini? Para ulama menjelaskan, muhasabah diri dapat dilakukan dengan dua cara.
1. Muhasabah sebelum amal
Baca Juga
Namun sayang, banyak sekali di antara kita, atau bahkan termasuk kita, yang mengabaikan aktivitas penting ini sebelum mereka memejamkan mata di malam hari (sebelum tidur). Ini tentu menjadi catatan penting bagi setiap muslim.Ada banyak firman Allah Ta'ala yang menyebutkan arti penting muhasabah diri. Salah satunya adalah firmanNya berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Dengan sangat jelas ayat di atas menjadi dalil perintah untuk muhasabah diri setelah perintah untuk bertakwa, dan diakhiri dengan perintah untuk bertakwa kembali.
Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat tersebut adalah sindiran keras bagi orang beriman yang mengabaikan perintah untuk muhasabah diri. Di mana Allah Ta'ala menyamakan orang yang melupakan perintah ini dengan orang fasik yang melupakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Ada kisah menarik yang disebutkan dalam hadis tentang muhasabah diri. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ketika itu, salah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Hanzhalah al-Usayyidi mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar. Sesampainya di rumah beliau, Hanzhalah berkata, “Ya Rasulullah, Hanzhalah telah menjadi munafik.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa maksudmu, Hanzhalah?”
Lalu Hanzhalah menjelaskan, “Ya Rasulullah, ketika saya berada di sisi engkau, kemudian engkau menerangkan kepada saya tentang siksa neraka dan nikmat surga, seolah-olah saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Akan tetapi, ketika saya telah keluar dari sisi engkau, maka saya pun berlaku kasar kepada istri dan anak-anak saya serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna. Jadi saya sering Iengah.”
Mendengar pernyataan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasihati. “Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh jika kamu senantiasa menetapi apa yang kamu lakukan ketika kamu berada di sisiku dan ketika kamu berzikir, niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu dalam setiap langkah dan perjalananmu. Tetapi, tentunya yang demikian itu dilakukan sedikit demi sedikit (dari waktu ke waktu, secara berkala, tidak spontanitas)”. Beliau pun mengulangi kata-kata itu tiga kali.
Lalu, bagaimana cara muhasabah diri ini? Para ulama menjelaskan, muhasabah diri dapat dilakukan dengan dua cara.
1. Muhasabah sebelum amal