Quraish Shihab: Puasa Meneladani Sifat-Sifat Allah Taala
Kamis, 07 April 2022 - 15:40 WIB
BERAGAMA menurut sementara pakar adalah upaya manusia meneladani sifat-sifat Allah, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk. Nabi Muhammad SAW memerintahkan, "Takhallaqu bi akhlaq Allah" (Berakhlaklah (teladanilah) sifat-sifat Allah).
Di sisi lain, menurut M Quraish Shihab dalam " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat” manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah SWT memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri:
Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri? ( QS Al-An'am [6]: 101 )
Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak ( QS Al-Jin [72]: 3 ).
Al-Quran juga memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan,
Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...? ( QS Al-An'am [6]: 14 ).
Quraish Shihab menjelaskan dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada.
Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh Sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi. Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dalam pengertian di atas dapat pula dicapai.
Karena itu, kata Qiraish Shihab, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut --bukan pada sisi lapar dan dahaga--sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi SAW menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
Umat Terdahulu
Quraish juga menjelaskan bahwa puasa telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Kama kutiba'alal ladzina min qablikum (sebagaimana diwajibkan atas (umat-umat) yang sebelum kamu).
Dari segi ajaran agama, para ulama menyatakan bahwa semua agama samawi, sama dalam prinsip-prinsip pokok akidah, syariat, serta akhlaknya. Ini berarti bahwa semua agama samawi mengajarkan keesaan Allah, kenabian, dan keniscayaan hari kemudian.
Menurut Quraish, salat, puasa, zakat, dan berkunjung ke tempat tertentu sebagai pendekatan kepada Allah adalah prinsip-prinsip syariat yang dikenal dalam agama-agama samawi. "Tentu saja cara dan kaifiatnya dapat berbeda, namun esensi dan tujuannya sama," ujarnya.
Kita dapat mempertanyakan mengapa puasa menjadi kewajiban bagi umat islam dan umat-umat terdahulu?
Manusia memiliki kebebasan bertindak memilih dan memilah aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks. Binatang --khususnya binatang-binatang tertentu-- tidak demikian. Nalurinya telah mengatur ketiga kebutuhan pokok itu, sehingga --misalnya-- ada waktu atau musim berhubungan seks bagi mereka. Itulah hikmah Ilahi demi memelihara kelangsungan hidup binatang yang bersangkutan, dan atau menghindarkannya dari kebinasaan.
Manusia sekali lagi tidak demikian. Quraish menjelaskan kebebasan yang dimilikinya bila tidak terkendalikan dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya. Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang diperlukan, bukan saja menjadikannya tidak lagi menikmati makanan atau minuman itu, tetapi juga menyita aktivitas lainnya kalau enggan berkata menjadikannya lesu sepanjang hari.
Di sisi lain, menurut M Quraish Shihab dalam " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat” manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa'ali, yaitu makan, minum, dan hubungan seks. Allah SWT memperkenalkan diri-Nya antara lain sebagai tidak mempunyai anak atau istri:
Bagaimana Dia memiliki anak, padahal Dia tidak memiliki istri? ( QS Al-An'am [6]: 101 )
Dan sesungguhnya Mahatinggi kebesaran Tuhan kami. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak ( QS Al-Jin [72]: 3 ).
Al-Quran juga memerintahkan Nabi SAW untuk menyampaikan,
Apakah aku jadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan...? ( QS Al-An'am [6]: 14 ).
Quraish Shihab menjelaskan dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal mencontohi sifat-sifat tersebut. Tidak makan dan tidak minum, bahkan memberi makan orang lain (ketika berbuka puasa), dan tidak pula berhubungan seks, walaupun pasangan ada.
Tentu saja sifat-sifat Allah tidak terbatas pada ketiga hal itu, tetapi mencakup paling tidak sembilan puluh Sembilan sifat yang kesemuanya harus diupayakan untuk diteladani sesuai dengan kemampuan dan kedudukan manusia sebagai makhluk ilahi. Misalnya Maha Pengasih dan Penyayang, Mahadamai, Mahakuat, Maha Mengetahui, dan lain-lain. Upaya peneladanan ini dapat mengantarkan manusia menghadirkan Tuhan dalam kesadarannya, dan bila hal itu berhasil dilakukan, maka takwa dalam pengertian di atas dapat pula dicapai.
Karena itu, kata Qiraish Shihab, nilai puasa ditentukan oleh kadar pencapaian kesadaran tersebut --bukan pada sisi lapar dan dahaga--sehingga dari sini dapat dimengerti mengapa Nabi SAW menyatakan bahwa, "Banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak memperoleh dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga."
Umat Terdahulu
Quraish juga menjelaskan bahwa puasa telah dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Kama kutiba'alal ladzina min qablikum (sebagaimana diwajibkan atas (umat-umat) yang sebelum kamu).
Dari segi ajaran agama, para ulama menyatakan bahwa semua agama samawi, sama dalam prinsip-prinsip pokok akidah, syariat, serta akhlaknya. Ini berarti bahwa semua agama samawi mengajarkan keesaan Allah, kenabian, dan keniscayaan hari kemudian.
Menurut Quraish, salat, puasa, zakat, dan berkunjung ke tempat tertentu sebagai pendekatan kepada Allah adalah prinsip-prinsip syariat yang dikenal dalam agama-agama samawi. "Tentu saja cara dan kaifiatnya dapat berbeda, namun esensi dan tujuannya sama," ujarnya.
Kita dapat mempertanyakan mengapa puasa menjadi kewajiban bagi umat islam dan umat-umat terdahulu?
Manusia memiliki kebebasan bertindak memilih dan memilah aktivitasnya, termasuk dalam hal ini, makan, minum, dan berhubungan seks. Binatang --khususnya binatang-binatang tertentu-- tidak demikian. Nalurinya telah mengatur ketiga kebutuhan pokok itu, sehingga --misalnya-- ada waktu atau musim berhubungan seks bagi mereka. Itulah hikmah Ilahi demi memelihara kelangsungan hidup binatang yang bersangkutan, dan atau menghindarkannya dari kebinasaan.
Manusia sekali lagi tidak demikian. Quraish menjelaskan kebebasan yang dimilikinya bila tidak terkendalikan dapat menghambat pelaksanaan fungsi dan peranan yang harus diembannya. Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang memenuhi syahwat perutnya melebihi kadar yang diperlukan, bukan saja menjadikannya tidak lagi menikmati makanan atau minuman itu, tetapi juga menyita aktivitas lainnya kalau enggan berkata menjadikannya lesu sepanjang hari.