Quraish Shihab: Puasa Meneladani Sifat-Sifat Allah Taala
Kamis, 07 April 2022 - 15:40 WIB
Syahwat seksual juga demikian. Semakin dipenuhi semakin haus bagaikan penyakit eksim semakin digaruk semakin nyaman dan menuntut, tetapi tanpa disadari menimbulkan borok.
Potensi dan daya manusia --betapa pun besarnya-- memiliki keterbatasan, sehingga apabila aktivitasnya telah digunakan secara berlebihan ke arah tertentu --arah pemenuhan kebutuhan faali misalnya-- maka arah yang lain, --mental spiritual- akan terabaikan. Nah, di sinilah diperlukannya pengendalian.
Esensi puasa adalah menahan atau mengendalikan diri. Pengendalian ini diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok. Latihan dan pengendalian diri itulah esensi puasa.
Puasa dengan demikian dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, untuk kepentingan pribadi atau masyarakat. Tidak heran jika puasa telah dikenal oleh umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al-Quran.
Dari penjelasan ini, menurut Quraish, kita dapat melangkah untuk menemukan salah satu jawaban tentang rahasia pemilihan bentuk redaksi pasif dalam menetapkan kewajiban puasa. Kutiba 'alaikumush shiyama (diwajibkan atas kamu puasa), tidak menyebut siapa yang mewajibkannya?
Bisa saja dikatakan bahwa pemilihan bentuk redaksi tersebut disebabkan karena yang mewajibkannya sedemikian jelas dalam hal ini adalah Allah SWT. "Tetapi boleh jadi juga untuk mengisyaratkan bahwa seandainya pun bukan Allah yang mewajibkan puasa, maka manusia yang menyadari manfaat puasa, dan akan mewajibkannya atas dirinya sendiri," katanya.
Terbukti motivasi berpuasa (tidak makan atau mengendalikan diri) yang selama ini dilakukan manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan, atau kecantikan tubuh, dan bukankah pula kepentingan pengendalian diri disadari oleh setiap makhluk yang berakal?
Di sisi lain bukankah Nabi SAW bersabda, "Seandainya umatku mengetahui (semua keistimewaan) yang dikandung oleh Ramadhan, niscaya mereka mengharap seluruh bulan menjadi Ramadhan."
Potensi dan daya manusia --betapa pun besarnya-- memiliki keterbatasan, sehingga apabila aktivitasnya telah digunakan secara berlebihan ke arah tertentu --arah pemenuhan kebutuhan faali misalnya-- maka arah yang lain, --mental spiritual- akan terabaikan. Nah, di sinilah diperlukannya pengendalian.
Esensi puasa adalah menahan atau mengendalikan diri. Pengendalian ini diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok. Latihan dan pengendalian diri itulah esensi puasa.
Puasa dengan demikian dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, untuk kepentingan pribadi atau masyarakat. Tidak heran jika puasa telah dikenal oleh umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al-Quran.
Dari penjelasan ini, menurut Quraish, kita dapat melangkah untuk menemukan salah satu jawaban tentang rahasia pemilihan bentuk redaksi pasif dalam menetapkan kewajiban puasa. Kutiba 'alaikumush shiyama (diwajibkan atas kamu puasa), tidak menyebut siapa yang mewajibkannya?
Bisa saja dikatakan bahwa pemilihan bentuk redaksi tersebut disebabkan karena yang mewajibkannya sedemikian jelas dalam hal ini adalah Allah SWT. "Tetapi boleh jadi juga untuk mengisyaratkan bahwa seandainya pun bukan Allah yang mewajibkan puasa, maka manusia yang menyadari manfaat puasa, dan akan mewajibkannya atas dirinya sendiri," katanya.
Terbukti motivasi berpuasa (tidak makan atau mengendalikan diri) yang selama ini dilakukan manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan, atau kecantikan tubuh, dan bukankah pula kepentingan pengendalian diri disadari oleh setiap makhluk yang berakal?
Di sisi lain bukankah Nabi SAW bersabda, "Seandainya umatku mengetahui (semua keistimewaan) yang dikandung oleh Ramadhan, niscaya mereka mengharap seluruh bulan menjadi Ramadhan."
(mhy)